Panggilan Baru
Panggilan Baru
Jamal mengurungkan niatnya yang akan menghidupkan mesin motor, saat telinganya mendengar suara seorang siswi memanggil dirinya. Setelah membuka kaca penutup pada helm full face nya, Jamal menoleh ka arah sumber suara itu berasal.
Jamal memutar bola matanya malas, seraya mendengkus kesal, begitu ia melihat sosok siswi yang baru saja memanggilnya--sedang berjalan tergesa semakin mendekat ke arahnya.
"Ada apa?" Ketus Jamal setelah Kiki, sudah berdiri tepat di sampingnya.
"Lu mau kemana? Kan belum waktunya pulang." Ucap Kiki berbasa-basi.
"Bukan urusan elu."
Setelah mengatakan itu, Jamal kembali menghidupkan mesin motornya, berniat meninggalkan Kiki tanpa kata. Tidak penting, pikir Jamal.
"Jems tunggu...!"
Jamal terpakasa mengerem motornya secara mendadak, tiba-tiba saja Kiki menghadangnya, dengan berdiri tepat di depan motornya. Dengan perasaan kesal, Jamal melepaskan secara kasar helm full face yang menutupi kepalanya, lalu menatap marah kepada cewek itu.
"Cari mampus lu, ya? Minggir!" Murka Jamal sambil telunjuknya menunjuk ke sembarang arah. "Gue nggak mau motor gue jadi kotor gara-gara nabrak elu!"
"Sory Jems, gue cuma mau minta maaf soal cowok gue yang udah nyamperin elu ke sekolah," jelas Kiki dengan raut wajah yang terlihat seperti ketakutan. "Oke mungkin gue telat, tapi gue belum tenang kalau belum minta maaf ama elu."
Mendengar penjelasan Kiki, Jamal menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum meremehkan seraya mendesis. Maaf? Apa-apaan ini. Apa menurut Kiki, Jamal anak ini anak cemen yang takut karena dengan kehadiran pacaranya. Tidak! Jamal sama sekali tidak takut.
"Eh, denger ya! Gue sama sekali enggak perduli sama cowok elu! Asal lu tau, sepuluh orang model kayak cowok lu nyamperin gue, gue enggak takut. Sekarang lu minggir, gue nggak butuh maaf dari lu!" Tegas Jamal ditamah dengan bumbu nada pedas.
"Tapi Jems__"
Kiki menghentikan kalimatnya, lantaran Jamal meraung-raungkan suara knalpot motornya berulang-ulang, menghasilkan suara yang terdengar berisik.
Setelah Kiki bergeser minggir, Jamal menarik gas motornya, lalu melesat dengan kecepatan tinggi. Mengabaikan gadis itu. Wajah Rio yang terus melintas di kepalanya, membuat remaja itu ingin cepat sampai di rumah.
Kiki menghela napas gusar, gadis remaja hanya diam mematung, sambil menatap kepergian Jamal dengan raut wajah yang terlihat cemas.
~☆~
Rio memejamkan mata, sambil menghirup aroma sedap dari kepulan asap, berasal dari mangkuk berisi sayur yang baru saja ia masak sendiri. Remaja itu menelan air liurnya yang terus saja keluar, saat matanya melihat sayur sop berisi daging ayam, lalu dicampur dengan sayur-sayuran yang bergizi.
Karena sudah tidak sabar ingin menyantap masakannya sendiri, kemudian Rio menarik kursi, lalu dengan sangat hati-hati ia mendudukan dirinya di sana. Selain itu, memang sudah waktunya bagi Rio untuk menyantap makan siang. Tidak boleh terlambat. Kasian sama dua bayi yang masih di dalam perutnya.
Sementara itu di halaman rumah, terlihat Jamal baru saja turun dari motor. Ia berdiri mematung, sambil mendongak ke arah pintu gerbang, memastikan apakah masih ada orang yang berdiri di dekat pintu gerbang atau tidak. Pasalnya tadi Jamal sempat melihat dua orang pria, dengan gerak-gerik yang mencurigakan, seperti orang sedang mengintai rumahnya.
Setelah beberapa saat berdiri dan tidak melihat ada siapapun, Jamal kemudian berjalan tergesah menuju pintu rumah. Kebetulan sekali, Jamal sempat membawa kunci, sehingga ia tidak perlu mengetuk pintu, yang nantinya akan menganggu Rio.
KREK!!
Rio tersentak kaget begitu mendengar suara kunci pintu, seperti sedang dibuka oleh seseorang. Beberapa saat kemudian cowok hamil itu menghela napas legah sekaligus kesal, saat melihat Jamal sedang menutup pintu sambil menguncinya kembali.
Beranjak dari duduknya, kemudian Rio berjalan ke arah Jamal yang juga sedang berjalan mendekat padanya.
"Kok lu udah pulang?" Rio melihat jam yang menempel di dinding ruang makan, ternyata waktu baru menunjukan pukul 11.00. "Masih pagi padahal, lu bolos lagi ya?" Sorot mata Rio menatap Jamal dengan tatapan penuh selidik.
Jamal tersenyum nyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gu- gue kangen," aku Jamal, dengan suara gugupnya.
Mendengar kata kangen, kening Rio berkerut menatap tidak percaya ke arah Jamal. Kata kangen yang baru saja meluncur dari mulut Jamal, juga sempat membuat hati Rio merasakan seperti ada sesuatu yang tengah menyentuh hatinya.
Anehnya sentuhan itu menghasilkan sebuah desiran, yang ikut mengalir bersamaan dengan aliran darahnya, memaksa bibirnya sedikit demi sedikit mulai melengkung, hampir membentuk sebuah senyuman. Namun remaja itu hanya mendesis pelan, sambil berusaha mati-matian supaya bibirnya jangan sampai mengulas senyuman. "Ka-kangen?" Ucap Rio dengan senyum yang tertahan.
Jamal menghela napas. Remaja itu merutuki dirinya sendiri karena sudah keceplosan. "I-iya ama anak-anak gue." Untung saja ia punya alasan yang tetap untuk menutupi yang sebenarnya. Entahlah, rasanya aneh jika harus jujur, bahwa ia sebenarnya juga kangen kepada Rio.
"O-Oh." Rio mengangguk-anggukan kepalanya, bibir yang tadinya ia paksa agar tidak tersenyum, lambat laun memudar dengan sendirinya. Bersamaan dengan itu, desiran aneh yang baru ia rasakan pun, ikut lenyap entah kemana.
Setelah berdiri tepat di hadapan Rio, Jamal mengulurkan telapak tangannya, untuk meraih perut gendut yang sedang mengandung bayinya. Setelah mengusap perut itu beberapa kali, Jamal melenggang, berjalan ke arah ruang makan yang menyatu dengan dapur.
"Gue laper Yo. Lu udah masak belum?" Tanya Jamal ditengah perjalanannya menuju meja makan.
"Yo?" Kening Rio berkerut mendengar Jamal memanggil dirinya 'Yo'. "Lu manggil siapa tadi?" Tanya Rio sambil berjalan mengekor di belakang Jamal. Ia ingin memastikan apa benar itu panggilan untuknya.
"Yah... manggil elu lah! Siapa lagi? Cuman ada elu ama gue di rumah ini." Jawab Jamal sambil menarik kursi makan, lalu mendaratkan pantatnya di sana.
"Kok, Yo?" Heran Rio menatap bingung kepada Jamal. "Sejak kapan gue ganti nama?"
"Yah nama elu kan Rio, gue ngambil ujungnya aja bir simple. Nggak masalah kan?" Jelas Jamal dengan gaya yang cuek. Setelahnya bola matanya berbinar, mendapati menu makanan yang sudah tertata rapih di atas meja makan.
"Ooh..." Rio masih menatap datar remaja itu.
"Iya, biar beda aja ama yang lain. Temen-temen lu kan udah manggil lu Ri-Rio. Gue nggak mau sama, makanya lu gue panggil Yo-Rio." Jamal menjelaskan sambil mengambil nasi dan sayur lalu ia letakan di atas piring yang sudah tersedia di depannya. Gara-gara tidak jajan di kantin, perutnya menjadi terasa sangat lapar.
Rio menghela napas. "Terserah lu aja," ucapnya.
Setelah menyampaikan itu, Rio juga mendudukan dirinya di kursi, berdampingan dengan Jamal. Kemudian ia melanjutkan makan siangnya yang sempat tertunda karena kehadiran Jamal.
Keheningan terjadi setelah kedua remaja itu terdiam, fokus menikmati makanannya masing-masing. Hanya terdengar suara dentingan, pergulatan sendok dengan piring.
"Mal, gue ada ide." celetuk Rio ditengah ia sedang mengunyah makanannya.
"Ide apaan?" sahut Jamal dengan mulut yang dipenuhi makanan. Terlalu asik merasakan enak di lidah, membuat remaja Jamal tidak menoleh pada remaja yang sudah mengolah makanan tersebut.
Meletakan sendok dan garpu di atas piring, lantas mengambil segelas air mineral lalu meneguknya hingga tandas. Rio menyudahi makan siangnya, remaja itu lantas fokus ke arah cowok di sebelahnya. "Dari pada kita ribut terus gara-gara nentuin nama buat anak kita, gimana kalau dibikin arisan aja. Lu jangan egois, gue juga pengen kasih nama buat anak gue."
"Arisan?" Jamal menghentikan makannya lalu menatap heran ke arah Rio. "Arisan gimana?"
Rio menghela napas panjang, sebelum akhirnya ia menjelaskan. "Iya arisan. Gue tulis lima nama anak cowok yang gue suka, sama lima anak nama cewek yang gue suka. Lu juga gitu nulis nama anak cowok dan cewek yang elu suka. Terus kita bikin arisan pake dua gelas. Satu buat nama cewek satu buat nama cowok-"
Jamal mengerutkan kening, mencoba mencerna penjelasan dari Rio.
"-Masing-masing gelas nanti harus keluar dua nama. Soalnya kan kita belum tau anak kita jenis kelaminnya apa?" lanjut Rio menatap datar ke arah Jamal. "Gimana lu udah paham belum maksud gue?"
"Paham sih, tapi kenapa satu gelas harus dua nama?" bingung Jamal.
Lagi, Rio menghela napas sebelum akhirnya kembali menjelaskan. "Jamal, kan gue udah bilang kita belum tau jenis kelamin anak kita. Jadi satu gelas itu kan isinya kusus, nama-nama cewek sendiri, nama-nama cowok sendiri. Kalau anak kita nanti cowok semua, kan udah ada kandidat dua nama cowok yang keluar. Sebaliknya kalau anak kita cewek semua, kita juga udah punya dua nama cewek_"
"Tunggu," potong Jamal. "Kalau anak kita nanti cowok ama cewek, gimana?"
"Yah kita kocok lagi aja dua nama itu," jelas Rio.
Jamal terdiam, sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Remaja itu sedang memikirkan ide dari Rio.
"Gimana?" tegur Rio kemudian. "Lu setuju nggak sama ide gue?"
Walaupun sepertinya aneh dan sangat ribut, namun akhirnya Jamal memutuskan. "Kayaknya sih seru, oke deh gue setuju. Nggak ada salahnya dicoba."
Jawaban Jamal tentu saja membuat senyum Rio mengembang. Remaja itu merasa sangat lega mendengarnya. Akhirnya, urusan nama tidak akan menjadi perdebatan lagi diantara mereka.
"Bagus deh kalau lu setuju," ucap Rio kemudian. "Capek gue ribut terus gara-gara nama."
Jamal tersenyum nyengir, kemudian ia melanjutkan menyantap makan siangnya.
"Oh iya, terus kapan kita mulai arisanya?" tanya Jamal.
"Secepatnya lah, nanti malam juga boleh," jawab Rio.
"Oke!" sahut Jamal mantap.
Tiba-tiba Jamal terdiam, menghentikan kegiatan makan siangnya. Remaja itu teringat dengan beberapa orang mencurigakan yang ia lihat di dekat pintu gerbangnya tadi.
Meletakan sendok dan garpu diatas piring, Jamal menoleh ke arah Rio. "Eh, Yo..." panggilnnya kemudian.
Meski belum terbiasa dengan panggilan barunya, namun Rio tetap menjawabnya. "Kenapa?"
"Kamu pernah_"
Jamal terdiam, remaja itu urung menceritakan apa yang sudah ia lihat barusan. Bukan apa-apa, Jamal cuma tidak ingin membuat Rio jadi kepikiran kemudian khawatir. Mungkin saja apa yang ia lihat barusan cuma kebetulan saja.
"Kenapa?" tegur Rio.
Jamal tersenyum nyengir. "Nggak, gak jadi, gue lupa mau ngomong apa?" ucapnya berbohong.
Rio mendengkus kesal. "Dasar, aneh lu."