Cowok Hamil

Spesial Chap {Membujuk dia- 2}



Spesial Chap {Membujuk dia- 2}

1Di dalam kamarnya, Jamal sedang duduk di atas ranjang berukuran besar--menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Cowok itu sedang asik melihat foto-foto Rio dan juga kedua anaknya melalui layar HP canggih miliknya.     

Sebenarnya perasaan Jamal juga tidak jauh berbeda dengan perasaan Rio. Cowok itu juga merasakan kegelisahan yang juga tengah dirasakan oleh Rio. Cuek dan mengabaikan Rio adalah hal yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan. Tapi mau bagaimana lagi? Permintaan Rio benar-benar aneh. Cowok itu tidak mungkin mengizinkan Rio menjadi pihak suami di atas ranjang, meskipun sebenarnya jenis kelamin Rio juga laki-laki sama seperti dirinya.     

Selain itu sudah jelas tertulis di buku nikah, kalau ia adalah seorang suami, dan Rio berperan sebagai istri. Namun karena keegoisan Rio, yang membuat masalah ini akhirnya timbul.     

Oleh sebab itu, diam adalah keputusan yang terbaik yang harus ia ambil. Jamal tidak ingin bertengkar lagi dengan laki-laki yang ia sayangi.     

Untuk saat ini yang bisa cowok itu lakukan hanya melihat foto-foto Rio dan kedua anaknya, untuk menghibur diri.     

Grek!     

Jamal buru-buru meletakan HP miliknya di atas meja, saat ia mendengar suara pintu kamar sedang dibuka oleh seseorang, tanpa diketuk terlebih dahulu. Pintu yang tidak ia kunci, membuat orang diluar sana bisa dengan mudah untuk membukanya.     

Setelah melihat orang yang baru saja membuka pintu kamarnya itu masuk dan berjalan ke arahnya, Jamal langsung membaringkan tubuhnya, tidur miring sambil memeluk guling erat. Wajahnya terlihat datar, pandangannya ia kosongkan menatap lurus ke arah depan.     

Sementara Rio yang sudah berdiri di hadapannya, menatap kesal kepada Jamal yang seolah-olah tidak menyadari kehadirannya.     

Rio menghela sebelum akhirnya membuka mulut. "Mal," panggilnya.     

Jamal hanya diam sambil mengkerjap-kerjapkan mata, tanpa melihat ke arah cowok di depannya. Ia seperti tidak mendengar suara Rio yang baru saja memanggil diri nya. Jamal juga sengaja memasang wajah sedatar mungkin, tanpa ekspresi apapun di sana.     

"Jamaaaal.. " panggil Rio kembali.     

Kali ini Rio terpaksa menaikkan nada suaranya, berharap supaya Jamal menatapnya. Namun sayang, yang dipanggil masih pada posisinya, diam membisu, bahkan untuk sekedar melirikpun tidak.     

"Ck!"     

Rio berdecak sebal, kemudian ia menghela napas gusar lantaran tidak mendapat respon apapun dari cowok yang tengah berbaring di depannya.     

"Lu marah sama gue? Emang gue uda bikin salah apa ama elu? ngomong dong biar gue ngerti."     

Jamal masih diam membisu sama sekali tidak menghiraukannya, parahnya cowok itu malah mengubah posisi tidurnya, memutar tubuh membelakangi Rio.     

"Jamal!" geram Rio menatap punggung Jamal. "Lu kenapa sih?! Kalo gue ada salah ngomong."     

"Nggak ada," sahut Jamal tanpa menoleh ke arah Rio. Cowok itu menarik selimut menutupi tubuhnya sampai ke bagian lengan.     

"Terus kenapa lu diem aja?"     

Walaupun jawaban Jamal sangat singkat, namun sedikit bisa membuat Rio merasa lega-- lantaran Jamal masih mendengar dan bisa berbicara. Setidaknya, ia juga bisa mendengar suara Jamal. Suara yang lumayan ia rindukan selama tiga hari ini.     

"Nggak apa-apa." Jamal semakin mengeratkan pelukan pada gulingnya.     

Tingkah Jamal sukses membuat Rio menjadi kesal cenderung gemes. Cowok itu lantas mendudukkan dirinya di tepi ranjang, sambil menyandarkan punggung di kepala ranjang.     

"Mal..." panggil Rio kembali.     

Rio mendongakkan kepala, mengintip wajah Jamal yang memunggungi dirinya.     

"Jamal!" Lantaran tidak mendapatkan respon, Rio terpaksa meraih bahu Jamal, menariknya kuat, hingga membuat tubuh Jamal kembali menghadap padanya.     

Hening.     

Suasana menjadi sunyi saat pandangan mereka bertemu. Keduanya terdiam dan saling bersitatap selama beberapa saat.     

"Apa sih?"     

Jamal memecah keheningan, cowok itu mengedikan bahu, berusaha menyingkirkan tangan Rio yang masih mencekal dirinya. Ia kembali memutar tubuh, memunggungi cowok yang sudah berstatus resmi sebagai istrinya. "Tidur sana... uda malem."     

Cukup! Sepertinya Jamal benar-benar sedang menguji kesabaran Rio. Mohon maaf yang sebesar-besarnya, kali ini kesabaran Rio sudah terkuras habis hingga tidak tersisa lagi. Jangan salahkan Rio kalau ia harus menarik kembali bahu Jamal, hingga membuat wajah Jamal kembali menghadap ke arahnya.     

Tidak mau membuang waktu mumpung Jamal sedang bengong, Rio memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekatkan wajahnya hingga akhirnya--cup! bibir Rio mendarat tepat di mulut Jamal.     

Namun sayang, Jamal hanya diam, tidak merespon ciuman dari Rio. Yang ada, cowok itu malah mengunci rapat mulut, dengan menarik ke dalam bibir atas dan bibir bawahnya.     

Selama beberapa saat ciuman tanpa balasan itu berlangsung. Hingga akhirnya Rio merasa kesal, lalu dengan terpaksa ia melepaskan ciumannya di mulut Jamal.     

"Apaan sih?" Ucap Jamal sambil mengusap mulutnya bekas ciuman dari Rio. Kemudian ia kembali tidur miring memunggungi Rio.     

Rio mendengkus, wajahnya terlihat frustrasi saat melihat Jamal kembali terdiam. Namun ia tidak ingin menyerah sampai di situ. Rio berjalan merangkak, melangkahi tubuh Jamal, lalu membaringkan tubuhnya di samping Jamal, tidur miring berhadapan dengan cowok itu, pada jarak wajah yang sangat dekat.     

"Apa?" Ucap Jamal saat melihat Rio menatap wajahnya tanpa berkedip.     

Nada suaranya juga terdengar sangat datar.     

"Jangan diem aja dong, gue sayang sama elu," balas Rio.     

Telapak tangan Rio meraih bagian belakang kepala Jamal. Menariknya perlahan hingga akhirnya-- cup. Rio kembali mendaratkan bibirnya di mulut Jamal.     

Namun sayang, lagi-lagi Jamal masih tidak merespon ciuman sayang dari Rio. Cowok itu kembali mengunci mulutnya, mengaitkan bibir atas dan bibir bawahnya, kuat-kuat.     

"Gue kangen..." ucap Rio ditengah ciuman yang tidak mendapatkan respon, sama sekali.     

"Em," Jamal hanya bergumam sambil menyingkirkan wajah Rio, menjauh dari wajahnya.     

"Jangan diem aja, buka mulutnya..." bujuk Rio dengan keadaan bibirnya yang masih menempel di bawah hidung Jamal.     

"Emm..." Jamal menolak dengan cara menggeleng-gelengkan kepalanya cepat-cepat. Berusaha menyingkirkan mulut Rio dari bibirnya.     

Sudah kepalang tanggung. Rio tidak mau menyerah sampai disitu saja. Rio mengangkat sebelah kakinya, lalu menjatuhkannya di atas pinggang Jamal. Memeluknya posesif.     

"Jamal buka mulutnya..." bujuk Rio kembali, sambil berusaha membuka sendiri mulut Jamal menggunakan mulutnya. Ia juga menggunakan ibu jari, untuk menarik bibir bawah milik Jamal.     

Respon Jamal masih sama. Cowok itu hanya menggeleng cepat seraya bergumam. Jamal berusaha bertahan sekuat tenaga meski sebenarnya, di bawah sana miliknya sudah semakin mengeras sejak ciuman pertama yang dilakukan oleh Rio beberapa menit lalu.     

"Jamal buka," perintah Rio.     

"Em," Jamal menggeleng.     

"Buka Mal, mulutnya." bujuk Rio kembali.     

"Eeem..." Jamal kembali menggeleng.     

Hal itu Rio lakukan berkali-kali, dengan respon yang masih sama dari Jamal. Hingga akhirnya Rio lelah, lantas mendengkus putus asa. Ia menjauhkan sedikit bibirnya dari mulut Jamal, sorot matanya menatap lurus mata cowok itu.     

"Lu kenapa sih?" Ucap Rio selembut mungkin. "Lu udah nggak mau lagi ciuman ama gue? Atau lu emang udah nggak sayang ama gue?"     

"Gue gini karena gue sayang ama elu," balas Jamal. "Lagian, percuma juga ciuman kalau ujung-ujungnya, masih harus telapak tangan gue yang nuntasin."     

"Maksud, lu?" Pernyataan Jamal membuat Rio mengerutkan kening.     

"Udah ah... lu nggak akan ngerti," sahut Jamal.     

Jamal menenggelamkan wajah pada bantal, menyembunyikannya dari Rio. "Sana ke kamar lu, udah malem. Gue cuma mau nurutin kemauan elu aja kok. Soalnya gue sayang ama elu."     

Rio terdiam sambil menatap kepala Jamal yang masih menyembunyikan wajahnya pada bantal. Kata-kata Jamal barusan membuat dirinya tertegun. Sekarang ia jadi bisa mengerti kenapa Jamal bersikap seperti ini, selama lebih dari tiga hari.     

"-kan kalo sayang, emang harus nurutin kemauan orang yang di sayang," ucap Jamal yang secara tidak langsung membuat Rio tersindir.     

"Tapi lu juga nggak mau gantian. Berarti lu nggak sayang dong sama gue," balas Rio, cowok itu sudah mulai paham sekarang.     

"Udah lah nggak usah dibahas, gue ngantuk. Sana ke kamar lu." usir Jamal.     

Setelah mengatakan itu, Jamal memutar tubuhnya, tidur miring memunggungi Rio.     

Sementara Rio hanya mendengkus kesal, ia beranjak dari tidurnya, duduk menyandar di kepala ranjang. Cowok itu terdiam-- memikirkan sesuatu sambil menatap Jamal yang sedang terpejam, dengan tatapan yang sulit diartikan.     

Oke. Mungkin Rio memang tidak tertarik untuk mendominasi Jamal. Tapi ia juga tidak mau merasakan sakit. Ia juga tidak mau merasakan hamil lagi. Sembilan bulan mengandung adalah pengalaman yang merepotkan bagi Rio. Ia cuma tidak mau mengalaminya lagi.     

Berawal dari ngidam, kemudian perutnya yang buncit membuat ia harus berdiam diri selama berbulan-bulan di dalam rumah-- cuma Rio yang tahu bagaimana rasanya. Kalau ia perempuan mungkin itu tidak akan menjadi masalah, tapi ia laki-laki. Sangat tidak wajar.     

Tapi, melihat Jamal seperti ini, ia juga merasa tidak nyaman. Selain itu, Rio juga takut akan kehilangan ciuman dari Jamal.     

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan. Setelah beberapa saat berpikir akhirnya Rio memutuskan.     

Rio membaringkan tubuhnya, di belakang Jamal, berbagi bantal dengannya. Secara perlahan, dengan ragu-ragu ia mengangkat pergelangannya, lalu dengan lembut ia menjatuhkan pergelangan tangan itu tepat di dada bidang milik Jamal.     

Secara perlahan, Rio mulai mengeratkan pelukan. Wajahnya ia tenggelamkan dibagian tengkuk Jamal sambil menghirup aroma maskulin dari tubuh cowok itu.     

Entahlah, kenapa ia jadi menyukai wangi maskulin?-- khususnya wangi yang berasal dari tubuh Jamal.     

"Mal..." panggil Rio kemudian.     

"Hem..." sahut Jamal, sambil merasakan hangat dekapan Rio.     

Perlahan Rio mengangkat wajahnya, mendekatkan mulut nya di telinga Jamal, lalu membisikkan sesuatu disana. "Maafin gue ya, gue egois, tapi gue beneran takut hamil lagi." Rio menghela napas. "Tapi malam ini, gue mau kok."     

Bisikan itu sukses membuat Jamal membuka matanya, "lu ngomong apa tadi?" Tanya Jamal memastikan. Cowok itu cuma tidak ingin salah dengar.     

"Gue mau, nggak gantian juga enggak papa..." jawab Rio memperjelas ucapannya.     

Jamal menelan ludah. "Kalau nggak ikhlas, nggak usah ngasih. Gue nggak mau lu terpaksa."     

Bukan apa-apa, Jamal cuma ingin Rio melakukannya dari hati. Dengan cinta dan tanpa unsur keterpaksaan. Seperti apa yang ia lakukan, diam dan tidak memaksa Rio. Tapi siapa sangka, kalau ternyata, diam atau ngambeknya Jamal itu, malah menjadi senjata ampuh untuk meluluhkan hati Rio.     

"Jangan bego... gue ikhlas lah. Gue mau kasih bukti kalo gue sayang sama elu. Tapi lu jangan ngambek lagi." Ucap Rio sambil mengeratkan pelukannya di tubuh Jamal. "Satu lagi, jangan kuat-kuat, tenaga lu kan gede banget. Gue takut sakit soalnya."     

Jamal hanya mengusung senyum. Seandainya ia tahu dari dulu, kalau ngambek bisa melunakkan hati Rio, ia pasti tidak akan menunggu sampai selama ini.     

"Yakin nih, lu nggak mau pikir-pikir dulu?" tanya Jamal memastikan.     

Rio menghela napas lembut, pelukannya semakin erat pada tubuh kekar milik Jamal. "Jangan bawel."     

"Tapi gue nggak mau gantian," tegas Jamal sekali lagi, meski ia sudah mendengar bahwa Rio juga sebenarnya tidak ingin mendominasi dirinya.     

"Jamal, jangan banyak nanya. Gue nggak ada minat, nggak tau kenapa gue juga nggak tertarik," jelas Rio penuh dengan kesungguhan.     

Setelah yakin dengan keputusan Rio, secera perlahan Jamal memutar tubuhnya tidur miring menghadap ke arah cowok itu, dengan jarak yang sangat dekat. Hampir tanpa cela.     

Jamal tersenyum nyengir, sorot matanya teduh menatap wajah Rio yang juga sedang menatap dirinya. Menggunakan telapak tangannya, dengan lembut Jamal mengusap kening lalu berjalan membelai puncak kepala cowok itu.     

"Udah yakin, nggak mau mikir lagi?" entahlah Jamal merasa sedikit ragu. Ia tidak mau melakukannya jika Rio merasa terbebani dan terpaksa. "Gue nggak apa-apa kok, kalo lu berubah pikiran," pancing Jamal.     

"Lu bawel banget jadi orang. Udah bilan dari tadi juga." Rio mendengkus. "Gue kan malu kalo di tanyain melulu. Bego!"     

Jamal terkekeh pelan. "Gue seneng kalo lu ngatain gue bego." Aku Jamal jujur.     

"Dasar bego," Rio mencibir.     

"Lagi," pinta Jamal.     

"Bego,"ulang Rio.     

"Lagi."     

"Bego."     

"Lagi." Jamal tersenyum nyengir menatap Rio.     

"Bego... bego... bego... bego... bego... bego... beg_ "     

--Cup!     

Rio menghentikan ucapannya, karena pada saat mulutnya terbuka, tiba- tiba saja Jamal mendaratkan ciumannya di bibir Rio.     

Bola mata Rio melebar, jantungnya berdegup kencang, pada saat Jamal melumat bibir bawahnya penuh agresif. Akhirnya, ciuman ternikmat itu bisa ia rasakan kembali, setelah tiga hari lebih sang pemilik ciuman tidak memberikannya jatah.     

Menggunakan telapak tangannya, Rio membingkai wajah Jamal. Lalu tanpa berpikir panjang ia membalas ciuman itu dengan melumat penuh agrsif bibir Jamal.     

"Enghm..." desah Rio saat merasakan lidah Jamal mulai menjulur keluar, lalu menerobos masuk ke dalam mulutnya, langsung bersentuhan dengan lidahnya.     

Jamal menghilangkan jarak, semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh Rio. Cowok itu mengejang, merasakan nikmat kala lidahnya sudah menyatu dan saling bergulat di dalam mulut Rio.     

Keduanya saling menghisap, dan menumpahkan saliva nya masing- masing, guna menambah sensasi nikmat yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.     

"Akh." Jamal melenguh, merasakan hisapan dari mulut Rio, menarik lidahnya kuat.     

Dalam kurun waktu yang bersamaan, telapak tangan Jamal mulai bergerilya, menyelusup masuk melalui bagian bawah kaus, yang dikenakan oleh Rio. Telapak tangannya berjalan meraba dari perut-- berhenti dibagian dada milik Rio, lalu meremasnya kuat.     

"Engh," erang Jamal ditengah remasaannya.     

Rio memejamkan mata, melepaskan ciumannya di mulut Jamal. "Hesst... akh," Rintihnya menikmati telapak tangan Jamal, dengan kasar meremas- remas dadanya.     

"Gue sayang ama lu," kata Jamal lalu mendaratkan kecupannya, di kening Rio.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.