Spesial Chap {Repotnya Jamal & Rio}
Spesial Chap {Repotnya Jamal & Rio}
Sreeeek...!
Jamal menyibakkan gorden kamar-- menghasilkan suara berisik, lantas membuat cahaya matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamar melalui kaca jendela berukuran besar.
Di atas ranjang, Rio yang masih tidur tengkurap-- dengan wajah yang menghadap ke jendela, langsung mengkerjap-kerjapkan mata. Cahaya pagi membuat ia menjadi silau. Tidur nyamannya menjadi terganggu.
"Yo, bangun," ucap Jamal. Cowok itu sudah berdiri tepat di hadapan Rio-- memakai handuk yang melilit dibagian pinggang. Melihat tubuhnya yang segar, dengan rambutnya yang basah, sepertinya Jamal baru saja mandi.
"Jam berapa sekarang?" tanya Rio dengan suara parau. Remaja itu menggeliat sambil berusaha mengerjapkan mata supaya terbuka sempurna.
"Udah jam tujuh," beritahu Jamal. "Buruan mandi, ntar telat."
Dengan rasa malas Rio beranjak dari tidurnya, lantas merosot turun dari atas ranjang, berjalan ke arah kamar mandi sambil menguap.
Sedangkan Jamal, yang sudah mandi lebih awal, ia berjalan ke arah lemari untuk mengambil seragam sekolahnya.
Tidak terasa satu tahun sudah berlalu. Waktu memang sangat begitu cepat berjalan. Ada beberapa perubahan yang terjadi pada kehidupan mereka-- Jamal dan Rio, selama satu tahun ini.
Yang pertama; Jamal dan Rio akhirnya memutuskan untuk pisah rumah dari orang tua Jamal. Meskipun ibu Marta melarang, tapi keduanya keukeuh ingin hidup mandiri. Wajar sih, pasangan yang sudah menikah pasti ingin membina rumah tangganya sendiri. Mereka tidak ingin terlalu merepotkan kedua orang tua.
Alasan yang memang masuk akal, membuat ibu Marta merasa tidak berdaya untuk melarang mereka. Akhirnya mereka diizinkan pindah-- namun dengan beberapa syarat. Syarat yang pertama mereka tidak boleh membawa Afkar, sebagai ganti Cakra dan Anum yang tetap ikut pindah bersama kedua orang tuanya. Syarat kedua, mereka hanya boleh pindah asal jarak rumah mereka tidak terlalu jauh dari rumah ibu Marta. Paling jauh hanya satu kilo meter saja.
Setelah sepakat dengan beberapa persyaratan dari ibu Marta, akhirnya Jamal dan Rio pindah ke rumah baru yang dibelikan oleh bapak Tama. Rumahnya cukup besar dan mempunyai halaman yang sangat luas. Ada taman untuk bermain dibelakang rumah mereka.
Di rumah barunya, Rio dan Jamal dibantu dua asisten rumah tangga untuk mengurus keperluan mereka. Kemudian, sekarang cuma ada dua Baby siter yang menjaga Anum dan Cakra. Sedangkan untuk keamanan, bapak Tama dan ibu Marta memperkerjakan tiga orang satpam.
Perubahan yang kedua; Rio kini sudah kembali masuk ke sekolah. Meski bukan sekolah favorit tapi lumayan bagus. Yang terpenting, di sekolah baru tersebut tidak ada yang mengenal Rio sebelumnya.
Rio dan Jamal selalu berangkat dan pergi bersama-sama. Meski jarak sekolah Rio lumayan jauh, tapi Jamal selalu siap dan tidak pernah keberatan mengantar-jemput Rio.
Jamal tidak mau Rio diantar oleh sopir.
Hubungan keluarga yang dibangun oleh Jamal dan Rio semakin harmonis, meski kadang selalu saja ada keributan kecil diantara mereka. Tapi hal itu sangat wajar pada setiap hubungan apapun.
Ngomong-ngomong rasa sayang Jamal kepada Rio semakin hari semakin bertambah. Apalagi-- di atas ranjang, Rio tidak pernah menginginkan untuk menjadi pihak atas. Rio sudah sangat nyaman dan menikmati posisinya sekarang. Bagaimana tidak? Jamal sangat ahli dan mampu membuat Rio terpuaskan. Meski ukuran miliknya tidak terlalu besar, tapi permainan Jamal-- di atas ranjang, mampu membuat Rio menggelinjang penuh gairah.
Ibu Hartati dan Keysa, mereka berdua masih tinggal di rumah yang lama. Ibu Hartati juga menolak pindah ke rumah yang ditawarkan ibu Marta. Rumah itu terlalu banyak menyimpan kenangan indah. Ibu Hartati dan Keysa terlalu berat untuk meninggalkan rumah mungilnya. Tapi tetap saja, Ibu Hartati dan Keysa selalu rutin mengunjungi Cakra dan Anum. Paling tidak bisa tiga kali dalam satu minggu.
Pekerjaan ibu Hartati juga masih sama-- berjualan sembako di tokonya yang berada di pasar tradisional. Sebenarnya ibu Marta sudah menawarkan pekerjaan yang lebih baik. Tapi wanita bak wonderwomen itu menolak. Meski kebaikan ibu Marta seperti malaikat, tapi ibu Hartati tetap berpikir, kalau hubungan mereka hanya sebatas besan. Dengan Afkar tinggal di sana saja, ibu Hartati sudah merasa sangat merepotkan besannya. Wanita sederhana itu tidak ingin dianggap memanfaatkan kebaikan ibu Marta.
Bagi ibu Hartai sedikit tapi hasil keringat sendiri. Akan cukup kalau kita bersyukur. Melihat anak- anaknya bahagia, ibu Hartati juga ikut merasa sangat bahagia.
~☆~
Ribet dan juga repot. Dua kata itu sangat tepat untuk menggambar rutinitas Jamal dan Rio setiap pagi-- saat sedang sarapan, sebelum berangkat ke sekolah.
Bagaimana tidak? Cakra dan Anum sekarang usianya sudah lebih dari satu tahun. Meski masih bayi, tapi mereka seperti sudah tahu siapa orang tua mereka. Kadang, Cakra dan Anum selalu rewel kalau akan ditinggal pergi ke sekolah oleh Jamal dan Rio.
Contohnya pagi ini. Jamal dan Rio sudah rapi mengenakan seragam putih abu-abu, dengan identitas sekolah mereka masing-masing. Cakra dan Anum seperti sudah hafal dengan kebiasaan kedua orang tua mereka. Kalau Jamal dan Rio sudah memakai seragam sekolahnya, Cakra dan Anum seperti sudah tahu kalau kedua orang tuannya akan pergi.
Jadi mereka-- Cakra dan Anum selalu nemplok, enggan terpisah, tidak mau ditinggal pergi.
Rio sedang berdiri disamping meja makan, sambil menggendong Anum. Ia sedang menyantap sarapan pagi sekaligus menyuapi Anum, dengan makanan bayi yang sudah dibuatkan oleh Babysiternya.
Sebenarnya Rio juga ingin duduk anteng seperti Jamal, yang sedang memangku Cakra. Tapi Anum benar-benar rewel, sangat susah diajak anteng seperti anak laki-lakinya.
Sedangkan ketiga Baby siter hanya berdiri-- berbaris sambil memperhatikan kerepotan mereka. Mau bagaimana lagi? Mengambil paksa Cakra dan Anum juga percuma-- yang ada, malah membuat keduanya tidak akan berhenti menangis.
"Pinter cayang... abisin sarapannya," ucap Rio setelah menyuapi Anum dengan sarapannya. Setelah meletakkan sendok bekas Anum, di mangkuk kecilnya, kini giliran Rio menyendok nasi goreng untuk dirinya sendiri. Namun-
"Aduh Anum, tumpahkan sarapan papi..." keluh Rio sambil melihat nasi goreng yang sudah berceceran di seragamnya.
Rio mendengkus kesal, pasalnya Anum seperti tidak mengizinkan Rio menyantap sarapan paginya. Tiap kali Rio akan memasukkan sendok, berisi nasi goreng, tangan mungil Anum selalu saja menghalanginya.
"Anum nggak kasian nih, sama papi?" grutu Rio yang hanya ditanggapi tawa kecil dari mulut mungil Anum. Rio mendengkus kesal sambil menarik satu tisu yang tergelatak di atas meja makan, tepat di hadapan Jamal.
"Jamal!"
Jamal tersentak kaget, mendengar suara Rio membentaknya. Cowok itu terdiam sambil mengulum sendok bayi milik Cakra yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Sementara Cakra terpingkal, tertawa khas anak bayi, saat melihat tingkah lucu papanya.
"Kok sarapan Cakra lu yang makan sih." Omel Rio saat menangkap basah Jamal sedang memakan sarapan bubur bayi milik Cakra.
Jamal menarik keluar sendok Cakra dari dalam mulutnya. Cowok itu memasang wajah culun supaya Rio tidak memarahinya.
"Habis gimana, Cakra nggak mau di suapin. Yaudah gue aja yang makan." Jamal harus merunduk, menatap wajah Cakra yang sedang duduk di pangkuan nya. "Iya kan Cakla nggak mau calapan kan?" Ucap Jamal sambil mengangguk-anggukan kepalanya di hadapan Cakra. Maksudnya supaya Cakra juga ikut mengangguk sama seperti dirinya.
Cakra hanya tertawa, matanya menyipit, sambil menggerak-gerakkan kedua tangan mungilnya.
"-tuh kan... kata Cakra iya." Lanjut Jamal.
Kalau Cakra sudah bisa bicara pasti ia akan mengatakan seperti ini- 'enggak kok pi. Dari tadi papa bohongin Cakra. Papa mau nyuapin tapi pas mulut Cakra sudah terbuka, Eh papa malah nggak jadi nyuapin. Tapi dimakan papa sendiri.'
"Alesan, bilang aja lu doyan makanan bayi," tuduh Rio seolah bisa tahu isi hati Jamal.
Yah, Jamal memang sangat suka sama makanan bayi. Awalnya ia cuma mencicipi sedikit saja, tapi lama-lama cowok itu jadi ketagihan.
Beberapa saat kemudian, terlihat wajah Jamal berkerut. Ia terdiam sambil merasakan cairan hangat seperti sedang mengalir di pangkal selangkangannya.
"Aduh gawat, Cakra ngompol ya...?" Ucap Jamal, menatap wajah mungil anaknya. Seperti biasa Cakra hanya membuka mulutnya namun suara yang dihasilkan tidak jelas. Namanya juga masih bayi.
Mungkin Cakra ingin bilang gini kepada papanya- 'Rasain papa, itu ompol balasan dari Cakra.'
"Ha... ha..." Rio terbahak. "Sukurin." Ucap Rio seolah mewakili Cakra. "Emang belum dipakein pampers sus, si Cakra." Tanya Rio-- kepada tiga Baby siter yang masih berbaris di samping meja.
Jamal sudah berjalan ke arah kamar sambil menggendong Cakra. Cowok itu akan mengganti celana abu-abunya.
"Belum tuan, tadi tuan kecil rewel terus minta di gendong papanya." Jawab salah seorang Baby siter.
Meski hampir setiap pagi Jamal dan Rio merasa kerepotan, dan selalu menghasilkan cerita yang berbeda-beda, akan tetapi mereka merasa sangat menikmati perannya sebagai orang tua.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja Rio mengulum mulut, rasa mual yang ia rasakan beberapa hari ini, kembali datang, ditambah rasa pusing di kepalanya.
"Huuueekh." menggunakan telapak tangan sebelah kiri, Rio menutupi mulutnya yang rasanya seperti akan muntah.