Cowok Hamil

Mau dikasih nama siapa



Mau dikasih nama siapa

0Meskipun tidak terlalu drastis, tapi sedikit demi sedikit, Jamal sudah mulai menunjukkan perubahan sifat pada dirinya. Terutama dalam hal belajar, remaja itu sudah semakin peduli dengan pendidikan. Bahkan berkat kerja kerasnya, tulisan Jamal juga sudah lebih baik sekarang. Walaupun tidak terlalu bagus, tapi setidaknya sudah bisa dibaca.     

Semua perubahan dalam diri Jamal, itu tidak luput dari campur tangan dan mulut pedasnya Rio. Yah, tidak bisa dipungkiri, berkat mulut pedas remaja itu, dan juga demi kebaikan masa depan anaknya, Jamal  menjadi lebih giat dalam belajar.     

Saat di sekolah akhir-akhir ini Jamal juga lebih fokus menyimak pelajaran yang dijelaskan oleh guru mapel. Tapi sayang,  jika di luar sekolah atau pada saat jam istirahat, sifat bar-bar dalam diri Jamal sangat sulit dihilangkan. Icon cowok nakal atau brandal masih tersemat pada diri remaja itu. Tidak hanya itu, Jamal juga masih menyandang status anak paling ditakuti di sekolah.     

Malam itu, di dalam kamar, di atas tempat tidur. Rio duduk di tepi ranjang, sedang meminum segelas susu khusus untuk ibu hamil. Setelah menghabiskan segelas susu tersebut, Rio meletakkan gelas--yang sudah kosong di atas meja kecil, yang terletak di samping ranjangnya.     

Beberapa saat kemudian Rio menumpuk bantal berikut guling, lalu ia gunakan sebagai ganjal, supaya lebih nyaman menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Bibirnya tersenyum simpul saat melihat Jamal, di sampingnya, sedang fokus mengerjakan tugas-tugas dari sekolah.     

"Udah beres belum, Mal?" tanya Rio kemudian.     

"Dikit lagi," sahut Jamal ditengah kesibukannya menyelesaikan tugas. Bahkan remaja itu tidak mengalihkan perhatiannya dari buku pelajaran.     

"Ada yang mau ditanyain lagi nggak?" tanya Rio.     

"Nggak, udah ngerti gue," ucap Jamal masih tetap fokus dengan tugasnya.     

Jawaban Jamal membuat Rio tersenyum bangga. Ia juga merasa legah, akhirnya apa yang ia ajarkan selama ini dapat diserap dengan baik oleh remaja Jamal. Buktinya, hanya sedikit saja Rio memberikan penjelasan, Jamal sudah bisa mengerjakan semua tugas-tugas itu sendirian.     

Selain itu Rio juga tidak menyangka, ternyata Jamal tidak seburuk yang ia kira. Peniliannya selama ini terhadap Jamal, ternyata tidak semuanya benar. Dimatanya, Jamal juga masih menyimpan, atau mempunyai sisi yang baik. Bahkan terkadang terlihat sangat baik. Buktinya--demi anak, Jamal bisa dan mau berubah supaya bisa menjadi yang terbaik. Tidak hanya itu, Jamal juga benar-benar membuktikan bahwa ia sangat perduli dan menyayangi anak yang masih di dalam kandungannya.     

Lalu lantaran anak Jamal yang masih berada di dalam perut Rio, secara otomatis, juga membuat Rio ikut merasakan perhatian dari Jamal. Walapun kata Jamal semua itu demi anak, tapi setidaknya Rio juga mendapatkan imbas atas perhatian dan kasih sayang dari Jamal.     

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Rio hembuskan secara perlahan. Sepertinya Rio benar-benar sudah membulatkan tekadnya untuk melupakan balas dendamnya kepada Jamal.     

Kelakukan ataupun sikap Jamal selama ini, sukses membuat Rio sedikit demi sedikit memaafkan kesalahan Jamal yang sudah membuat dirinya hingga hamil. Bahkan Rio berniat untuk melupakan semua itu.  Lagi pula berkat Jamal juga, ia jadi tahu kalau dirinya ternyata mempunyai rahim dan bisa hamil.     

Bahkan Rio juga sudah memutuskan sesuatu yang akan ia sampaikan, kepada Jamal, setelah operasi kelahiran bayinya nanti. Rio juga ingin memberikan sesuatu yang sangat diinginkan oleh Jamal--setelah kelahiran anaknya.     

"Ternyata seneng juga yah kalau bisa ngerjain tugas sendiri. Puas!" Ucap Jamal sambil melihat catatan soal-soal yang baru saja ia selesaikan.     

Kata-kata Jamal membuat Rio tersenyum simpul. "Gue yakin, sebenernya lu tuh enggak bego. Mama sama papa bisa sesukses itu, pasti karena mereka pinter. Sebagai anak, lu pasti juga mewarisi kepintaran mereka. Selama ini lu itu cuma males aja-"     

"-Lu udah kebiasaan hidup enak, semua yang lu mau bisa mudah lu dapetin. Itu yang bikin lu malah jadi males belajar. Lu jadi mikirnya ngapain repot-repot belajar, orang semua udah lu punya."     

"Ya iya lah, aslinya gue tuh emang pinter. Gue cuma enggak mau keliatan sempurna aja..." sombong Jamal sambil memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam tas sekolah.     

Rio mendengkus, kesemobongan Jamal membuat Rio memutar bola matanya malas. Seandainya waktu bisa diputar, ia ingin kembali pada waktu-beberapa detik lalu. Rio ingin menarik kembali pernyataannya yang mengatakan bahwa Jamal sebenarnya anak yang pintar.     

"-gue kan udah kelihatan ganteng, keren, kalau pinternya juga gue liatin, ntar terlalu sempurna guenya. Kasian kan cowok-cowok yang mukanya pas-pasan. Pasti mereka bakal ngiri sama gue." Lanjut Jamal dengan gayanya yang songong seperti biasa.     

Rio menghela napas panjang. "Terserah lu aja Jamal, yang penting lu seneng."     

Setelah menyampaikan itu, kemudian Rio merapihkan bantal, lalu tidur berbaring menghadap langit-langit. Telapak tanganya dengan lembut mengusap-usap perutnya yang semakin terlihat gendut.     

Sementara Jamal berjalan ke arah pintu. Remaja itu akan menyantolkan tasnya kembali di sana.     

Beberapa saat kemudian, terlihat Jamal sudah kembali lagi ke tempat tidur. Ia naik ke atas kasur sambil melihat bentuk perut Rio yang sudah benar-benar terlihat besar.     

"Eh... Ri," panggil Jamal kemudian.     

Yang dipanggil menoleh. "Apa?" sahutnya.     

"Perut lu udah gendut banget," komentar Jamal yang membuat senyum Rio menjadi kecut.     

"Namanya juga hamil, pasti gendut lah!" Ketus Rio.     

Mengabaikan kata-kata Rio, kemudian Jamal berjalan merangkak, mendekati perut Rio, dengan senyum yang mengembang.     

"Gue mau liat." Ucap Jamal setelah ia sudah duduk bersila hampir merapat dengan perut Rio.     

Belum mendapat ijin dari sang pemilik perut, Jamal langsung menarik ke atas kaus longgar yang dikenakan Rio, membuatnya terbuka dan menampilkan bentuk perutnya yang bulat.     

Bola mata Jamal berbinar, saat menatap dalam-dalam perut gendut, dimana ada anaknya di dalam sana. Tidak puas hanya dengan melihat, secara perlahan Jamal mengulurkan telapak tangannya, berusaha menyentuh perut itu. Dengan lembut dan penuh perasaan, Jamal merasakan perut Rio, setelah tanggannya menempel di sana.     

Sementara Rio hanya tersenyum simpul. Ia sudah pasrah membiarkan Jamal berinteraksi dengan anaknya yang masih di dalam kandungan nya. Rio juga sudah tidak merasa malu lagi, kalau Jamal melihat perutnya yang sudah semakin buncit.     

"Eh, Ri gerak..." girang Jamal saat telapak tangannya tiba-tiba merasakan kedutan pada perut Rio.     

Rio mengerutkan kening, ia juga merasakan kalau bayi yang ada dalam kandungannya, seperti sedang menendang-nendang perutnya.     

Jamal tersenyum nyengir, menatap dalam-dalam tempat diaman perut itu berkedut. "Kerasa banget tau Ri, gerak-geraknya," komentar Jamal sambil terus merasakan penuh dengan penghayatan kedutan pada perut Rio.     

Kemudian Jamal merunduk, mendekatkan wajahnya pada perut Rio. "Lagi pada ngapain cih kalian...?" Ucap Jamal dengan raut wajah yang terlihat sangat gemas.     

Rio mengulas senyum, melihat tingkah laku cowok itu. "Coba gue juga mau megang." Merasa penasaran, Rio mencoba mengulurkan telapak tangan, ingin merasakan kedutan pada perutnya.     

Jamal menyingkirkan telapak tangannya, memberi kesempatan pada Rio untuk memegang perutnya sendiri.     

Rio terdiam, keningnya berkerut heran, lantaran perutnya sudah kembali anteng--tidak bergerak, saat telapak tangannya sudah menempel di atas perutnya sendiri.     

"Kok, nggak gerak sih?" ucap Rio kemudian. Guratan kecewa terlihat jelas di raut wajahnya.     

"Sebelah sini, Ri." beritahu Jamal sambil menunjuk tempat dimana ia merasakan gerakan pada perut Rio.     

Rio memindahkan telapak tangannya, mengikti arahan Jamal. "Mana enggak gerak," ucap Rio saat ia menempelkan telapak tangannya pada bagian perut yang ditunjuk oleh Jamal barusan.     

Jamal menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Masa sih?" heran cowok itu. "Tadi mah kerasa banget gerak geraknya. Coba gue pegang lagi..." Jamal kembali meletakan telapak tangannya di atas perut Rio, di tempat dimana ia merasakan getaran. Kali ini ia memberikan usapan penuh kasih sayang di perut buncit itu. "Tuh, kan gerak lagi, kalau gue yang megang..." girang Jamal saat ia benar-benar merasakan perut Rio kembali berkedut, bahkan terasa lebih kencang.     

Rio terdiam, keningnya berkerut heran, saat ia juga merasakan kembali bayi dalam kandungannya sedang menendang-nendang perutnya, ketika telapak tangan Jamal menyentuh sambil mengusapnya lembut.     

Tapi kenapa saat ia pegang tadi bayinya diam saja? Bingung Rio menatap perutnya sendiri.     

Merasa penasaran, Rio kembali mencoba untuk memegang perutnya. Kali ini, ia lakukan dengan lembut dan penuh perasaan. Namun sayang, ia harus kecewa karena hasilnya masih sama. Perutnya anteng atau tidak bergerak sama sekali. Telapak tangannya tidak merasakan kedutan apapun di sana. Tapi anehnya pada saat Jamal kembali memegang perutnya, bayi dalam kandungannya pun kembali seperti mendendang-nendang dirinya.     

Hal itu mereka lakukan berkali-kali, namun hasilnya masih tetap sama. Hingga akhirnya, Rio mendesah putus asa.     

"Kok, kalau gue yang megang, bayinya enggak mau gerak sih?" Keluh Rio. Wajahnya terlihat semakin kecewa.     

Mendengar itu Jamal refleks menoleh ke arah Rio. Remaja itu tertegun saat melihat wajah Rio yang terlihat murung.     

"Udah nggak usah sedih, kan bayinya di dalem perut elu, jadi udah biasa kalau sama elu. Kali aja mereka kangen sama papanya. Jadi pas gue pegang mereka langsung seneng, nayapa gue." Ucap Jamal mencoba menghibur Rio.     

Rio menatap datar Jamal. "Gitu ya?" masih dengan guratan kecewa di wajahnya.     

"Atau mungkin mereka lagi pingin dipegang sama papanya, bukan sama mamanya_"     

Jamal menganggantungkan kalimatnya, saat melihat Rio memasang raut wajah marah, mendengar Jamal menyebut dirinya mama.     

"Eh, papi nya," ralat Jamal, saat melihat telapak tangan Rio hendak memukul dirinya. Namun detik berikutnya remaja itu tergelak.     

"Kan gue udah bilang, jangan pernah panggil gue mama buat anak-anak kita." Protes Rio, menatap kesal kepada Jamal yang masih terkekeh.     

"Iya-iya sory." Jamal membentuk huruf V menggunakan jari tengah dan telunjuknya. Kemudian ia kembali fokus menatap perut Rio sambil mengusap-usapnya.     

"Eh, Mal, nanti mereka mau di kasih nama apa? Lu udah nyipain nama belum buat mereka?" Celetuk Rio tiba-tiba.     

Mendengar itu Jamal terdiam selama beberapa saat. Apa? Nama? Astaga Jamal hampir melupakan soal itu. Ia baru ingat setelah Rio bertanya padanya.     

"-gue udah," lanjut Rio. "Biar gue aja deh yang kasih nama."     

"No! Enak aja!" protes Jamal tidak terima. "Gue kan papa nya. Yah gue lah yang wajib kasih nama." Putus Jamal, tanpa mengharapkan protes dari Rio.     

"Tapi gue yang ngandung! Jadi gue lebih berhak!" tegas Rio tidak mau kalah. "Sembilan bulan mereka di dalem perut gue."     

"Tapi kalau nggak ada gue juga, lu nggak akan bisa bunting!" Tandas Jamal yang membuat Rio merasa tertohok sampai harus menelan ludahnya susah payah. "Gue kepala keluarga! Jadi gue lebih berhak!" Lanjut Jamal, nada suaranya terdengar meninggi.     

"Gue nggak perduli," sahut Rio. "Pokoknya gue yang kasih nama buat mereka." Tegas Rio. Kemudian ia menarik selimut, lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tersebut.     

Kening Jamal berkerut, menatap tubuh di bali selimut. "Jangan gitu dong Ri..." protes Jamal kembali. "Pokoknya gue yang kasih nama titik." Nada suaranya sudah terdengar merendah, namun tegas.     

Setelah menyampaikan itu, Jamal berjalan merangkak, lalu menghamburkan tubuhnya ke atas kasur, tidur terlentang di samping Rio. Beberapa saat kemudian ia meriah HP yang tergeletak di atas meja kecil, di samping tempat tidur.     

Setelah menekan tombol power, kemudian Jamal mengetikkan kalimat 'nama anak laki-laki dan perempuan yang bagus' pada aplikasi pencarian, di HPnya.     

"Gue kan bapaknya, pasti gue lah yang wajib, lebih berhak ngasih nama buat mereka." Gerutu Jamal ditengah ia menatap layar HP, yang sudah menampilkan deretan nama-nama unik, untuk calon bayinya nanti.     

Di dalam selimut Rio menghela napas panjang. Setelah berpikir selama beberapa detik, remaja itu membuka selimut sampai kebagian dada, hingga menampilkan kepalanya saja.     

"Yaudah gini aja deh, anak kita kan dua, lu ngasih satu, gue ngasih satunya." usul Rio sambil menatap Jamal yang masih fokus menatap HP-nya. "Gimana?"     

"Nggak mau Ri," sahut Jamal santai. Bahkan remaja itu sama sekali tidak menoleh ke arah Rio, berusaha mengabaikannya. Ibu jarinya terlihat sibuk men-scrall layar HP, mencari nama-nama yang menurutnya bagus. "Ini anak pertama gue, sebagai kepala keluarga, gue yang harus kasih nama. Lagian gue nggak percaya kalau lu yang kasih nama. Pasti jelek-jelek. Solanya otak lu isinya cuma pelajaran doang, jadi mana bisa mikirin nama yang bagus-"     

Mendengarkan itu, bola mata Rio melebar, mulutnya memicing, menatap marah ke arah Jamal. Sepertinya Jamal sedang mencari masalah baru.     

"-udah deh Ri, lu diem aja, nurut ama gue sebagai kepala keluarga." lanjut Jamal mengabaikan perasaan Rio.     

"Jamal!" bentak Rio yang membuat Jamal sontak menoleh ke arahnya. "Lu tuh egois." Tanpa berpikir panjang, Rio meraih guling di sebelahnya, lalu ia lemparkan guling itu tepat mengenai wajah Jamal.     

"Lu tidur diluar!" ucap Rio kemudian.     

"Kok gitu," kening Jamal berkerut menatap bingung cowok itu. "Kenapa emangnya?"     

"Gue lagi ngidam. Anak lu nggak mau tidur deket lu." ucap Rio. Tentu saja ia berbohong. Remaja itu hanya ingin melampiaskan kekesalannya kepada Jamal, dengan memberi hukuman tidur diluar kamar.     

"Kok aneh sih?" heran Jamal menatap perut gendut Rio. "Bukannya masa ngidamnya udah lewat ya?"     

"Nggak!" sahut Rio. "Gue masih ngidam, dan anak lu pengen lu tidur diluar."     

Jamal menghela napas pasrah. Meskipun masih bingung dengan ngidam Rio yang tiba-tiba, tapi kalau sudah mengatasnamakan anak, cowok itu tidak bisa menolak lagi.     

Akhrinya dengan rasa malas, Jamal beranjak turun dari tempat tidur, lalu berjalan keluar kamar sambil memeluk bantal dan gulingnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.