Konspirasi Tegar
Konspirasi Tegar
Untuk pertemuan malam ini, Tegar dan teman-temannya kembali membahas soal balas dendam kepada Jamal yang belum sempat terealisasikan, hingga saat ini. Bahkan rencananya menyerang Jamal ke sekolahnya, malah gagal total. Yang ada, ia dan teman-temannya mendapat serangan balik oleh anak-anak dari SMA Global. Tidak hanya itu, preman bayaran yang pernah sombong ingin membuat Jamal babak belur, malah tidak bisa diandalkan. Alih-alih ingin membuat Jamal bonyok, malah preman itu sendiri yang celaka hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Karena kasus tawuran itu juga, Tegar dan beberapa teman sekolahnya harus diskors oleh Sekolah, dan sempat berusuan dengan pihak polisi. Untung saja, orang tua Tegar mempunyai banyak uang. Sehingga, dengan uangnya, remaja itu bisa membuat urusan tidak berlanjut panjang.
Oleh sebab itu, setelah hari tawuran itu terjadi, dendam Tager kepada Jamal semakin bertambah. Hasratnya ingin membuat Jamal menderita semakin menggebu.
Saat ini Tegar dan teman-temannya tengah duduk mengelilingi meja kecil, dimana ada banyak minuman, dan beberapa bungkus rokok di atasnya. Tegar dan yang lainnya terlihat sedang fokus mendengar seorang pria yang sedang memberikan informasi kepada mereka.
"Terserah kalian mau anggap gue gila atau apa? yang jelas gue enggak ngada-ngada."
Tegar dan beberapa pasang mata menatap dengan tatapan yang tidak percaya-kepada seorang pria yang baru saja memberitahu mereka tentang apa yang sudah ia lihat, dan ia dengar. Mereka sampai terbongong-bengong hingga ada yang menelan ludahnya setelah mendengar sesuatu yang sangat mustahil terjadi.
Bahakan Tegar sempat menertawakan pria itu, karena menurutnya apa yang dituturkan olehnya barusan, diluar nalar, sangat sulit diterima oleh akal sehat.
"Lu sempet liat perutnya? Gendut enggak?" Tanya Tegar menatap ragu laki-laki itu. "Tapi walaupun gendut juga belum tentu cowok itu hamil. Bokap gue perutnya gendut, tapi dia nggak hamil."
"Ha... ha... ha...!"
Kata-kata Tegar barusan mendapat sambutan gelak tawa oleh beberapa temannya.
"Oke! gue emang belum sempet liat perutnya gendut apa enggak. Soalnya waktu gue mau ngintip lewat jendela, sial! Tiba-tiba kaki gue nginjek kayu." Jelas pria tersebut mencoba meyakinkan teman-temannya. "Tapi kalau denger obrolan mereka, gue yakin banget kalau tuh cowok emang beneran lagi hamil!" Lanjut pria itu yang diketahui bernama Yudis-sambil menatap teman-temannya satu persatu.
Yudis memang diberikan tugas oleh teman-temannya untuk mengintai rumah yang di tempati oleh Jamal dan juga Rio. Sudah hampir beberapa minggu ia mengintai, tapi Yudis baru meyakini kalau cowok yang ia lihat ternyata memang benar-benar hamil. Informasi itu ia dapat setelah ia berhasil membobol gembok pada pintu gerbang rumah-lalu menguping pembicaraan Rio dan Jamal beberapa hari lalu. Makanya, malam ini ia mengajak teman-temannya berkumpul untuk meberikan informasi terbaru yang sudah ia dapatkan.
"Gue yakin banget, si Jems juga yang udah bikin bunting cowok itu," Yudis menambahkan keyakinannya.
Beberapa saat kemudian Tegar dan teman-temannya terdiam. Nampak meraka seperti larut dengan pikirannya masing-masing.
Terlihat Tegar menoleh ke arah pria yang sedang duduk di sampingnya. Pria berusia dua puluh empat tahun tersebut bernama Anjas. Ia adalah seorang kakak yang adiknya juga pernah diajak berkencan dengan Jamal, lalu dicampakkan begitu saja.
"Gimana kira-kira, bang?" Tanya Tegar kepada Anjas. "Kalau cowok itu yang disayang ama Jems, masa iya kita mau perkosa cowok?"
"Kalau tuh cowok emang beneran di sayang sama si Jems, kenapa enggak?" Sergah Abraham-pria yang usianya paling tua diantara mereka. Anaknya juga mengaku pernah diajak berkencan oleh Jamal.
"Tapi om, masak cowok sih?" Protes Anjas yang sebenarnya juga mewakili beberapa teman yang lainnya. "Emang nggak ada cara lain?"
"Tujuan kita kan bikin menderita orang yang paling disayang sama Jems. Walaupun itu anak kelaminnya cowok, tapi kalau emang bisa bikin Jems juga mampus, nggak ada salahnya kan?" Jelas Abraham menatap satu persatu teman-temannya.
"He, Yudis, lu udah yakin kalau cowok yang bisa hamil itu beneran kesayangannya Jems?" Tanya Anjas. Berusaha meyakinkan kembali. Laki-laki itu juga tidak mau salah orang. "Jangan sampai kita salah sasaran."
"Tapi kayaknya kok gue jadi yakin ya!" Sambar Tegar yang membuat seluruh pasang mata, langsung menoleh ke arahnya. "Gue baru inget, soalnya gue pernah liat, waktu gue ama genk gue nyamperin Jems ke sekolahnya, tuh cowok kan sempet jatuh, si Jems keliatan panik banget. Gue aja heran. Jangan-jangan waktu itu, tuh cowok emang udah hamil."
"Yaudah, kalau gitu fiks! Target kita cowok hamil itu!" Putus Abraham. Kemudian ia mengambil segelas bir di hadapannya, lalu meneguknya hingga tandas. Meletakkan gelas yang sudah kosong diatas meja, Abraham menatap satu persatu teman-temannya. "Kita perkosa rame-rame cowok itu."
"Iya tapi masalahnya itu anak kan cowok, gimana rasanya coba?" Celetuk Anjas, masih ragu-ragu. Setelah mengatakan itu, laki-laki itu bergidik merinding.
"Halah... nggak usah nanya kayak apa rasanya? Cobain aja sendiri, nanti!" timpal Abraham. "Kalau udah masuk juga bakal ke enakan, lu." Menggunakan telapak tangannya Abraham mengusap kumis dan bewokya yang tebal.
"Ha... ha... ha...!"
Tegar dan beberapa orang temannya tergelak setelah mendengar kalimat Abraham barusan.
"Gila lu om... tapi, boleh juga sih dicoba," ucap Anjas kemudian.
"Trus kira-kira kapan kita mulai beraksi?" Tanya Tegar yang membuat pasang mata menatap serius kepadanya.
"Kayaknya kita nggak perlu buru-buru dulu." Usul Yudis. "Kita cari situasi yang bener-bener aman. Soalnya akhir-akhir ini gue juga sering liat ada ibu-ibu dateng ke rumah itu. Jadi kita harus tau persis kapan tu anak lagi sendirian di rumah!"
Tegar dan beberapa temannya terdiam, sambil mengangguk-anggukan kepalanya, memikirkan kata-kata Yudis barusan.
"Apa perlu kita perkosa cowok itu, depan mukanya Jems?" Celetuk Abraham, mengundang perhatian yang lainnya.
"Jangan Om," sambar Tegar. "Terlalu beresiko. Gue yakin tu cowok nanti juga bakalan cerita sama si Jems."
"Yaudah, tugas Yudis cari informasi kapan tu anak bener-bener sendirian di rumah!" Ucap Anjas yang ditanggapi acungan jempol oleh pria itu.
"Jadi nggak sabar gue," cetus Abraham, kembali mengundang perhatian teman-temannya, lantas menatapnya heran. "Kenapa?" tegur Abraham kepada Tegar dan yang lainya. Pria itu sadar kalau dirinya sedang diperhatikan.
"Nggak om, nggak papa," sahut Tegar. "Gue dukung."
Sementara itu di ruangan berbeda, terlihat Kiki sedang berdiri mematung, sambil menyandarkan tubuhnya dibalik tembok. Obrolan yang ia dengar barusan membuat cewek itu merasa sangat terkejut hingga kedua bola matanya melebar sempurna.
"What? Rio bisa hamil. Anaknya Jems?" Menggunakan kedua telapak tangannya, Kiki menutupi mulutnya yang juga sedang terbuka lebar.