Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Isotonik



Isotonik

2Aku menghampiri Zen yang terbaring di ICU dan meletakkan kantong berisi minuman isotonik, salep luka dan perban baru ke atas loker. Zen menatapi lengannya yang sedang dijahit karena luka akibat pecahan kaca ternyata cukup dalam.     

"Adek pacarnya?" tanya Suster yang sedang menjahit luka sambil melirik ke arahku.     

Aku terkejut, "Bukan, Suster. Zen temenku."     

"Oh, kirain. Kalian keliatannya cocok sih."     

"Bukan kok."     

Zen tak mengatakan apapun untuk menanggapi. Dia bahkan terus menatapi lengannya yang baru saja selesai diperban seolah lengannya adalah mainan berharga sangat mahal yang menarik sekali.     

"Perbannya baru boleh dilepas kalau udah 24 jam ya. Jadi sementara kalau mandi usahain jangan kena air. Nanti harus dibersihkan, dikasih salep dan diganti perban baru setiap hari." ujar Suster sambil membereskan peralatannya.     

"Makasih, Suster." ujarku, karena sepertinya Zen tak berniat untuk membuka suara sama sekali.     

Suster tersenyum singkat dan segera berlalu. Aku duduk di kursi di sebelah tempat tidur pasien dan mengambil sekaleng minuman isotonik, lalu membukanya dan menyodorkannya pada Zen. Zen menatap tanganku dan mengambilnya.     

"Aku nelpon Kak Liana tadi, tapi Kak Liana lagi di Aussie jadi aku minta mobil kamu diderek ke bengkel."     

"Makasih." ujarnya sambil menatapi kaleng di tangannya, tapi terlihat enggan meminumnya.     

"Sopir yang kamu tabrak tadi karyawannya Donny. Aku udah urusin pengobatan sama kompensasi buat dia. Dia ada di ruang rawat inap sekarang. Kalau kamu mau ketemu dia, aku bisa temenin."     

Zen menoleh dan menatapiku dalam diam. Tatapannya terlihat menyedihkan sekali.     

"Atau kamu mau aku anter pulang?"     

"Maaf udah bikin kamu repot."     

"Aku ga ngerasa direpotin."     

Hening di antara kami. Aku tak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Dia terlihat memiliki begitu banyak hal yang membuatnya bingung dengan dirinya sendiri.     

"Aku ga liat kamu pakai cincin seharian ini." ujarnya setelah terasa selamanya.     

Sepertinya aku tahu apa maksudnya. Aku menarik kalung yang kupakai dan memperlihatkan dua cincin yang kusembunyikan, "Aku pakai. Kamu cuma ga liat."     

"Yang satu itu ... bukannya kamu pernah pakai dua tahun lalu? Aku pikir udah ilang." ujarnya. Ternyata selama ini dia memperhatikanku dengan begitu detail. Aku sama sekali tidak menyadarinya.     

"Cincin ini Astro yang bikin dan sempet ketinggalan di Dino Park. Aku bikin jadi kalung karena ga mau cincin ini ilang." ujarku sambil mengelus cincin buatan Astro dua tahun lalu.     

Zen terlihat terkejut sekali. Sepertinya ada banyak pertanyaan yang ingin ditanyakannya padaku, tapi dia menahannya. Entah bagaimana dia terlihat segera menguasai diri.     

"Aku minta maaf kalau selama ini aku ganggu kamu." ujarnya dengan tatapan yang mantap. Tatapan yang sama dengan saat pertama kali aku mengenalnya. Tatapan yang sama dengan saat bertanya apakah aku sudah memiliki pacar.     

"Itu udah lewat, Zen. Aku ga bisa berharap lebih selain kamu akan dapet perempuan yang lebih baik dari aku. Perempuan yang bisa balas perasaan kamu."     

Zen terdiam sebelum bicara, "Mungkin ...?"     

"Aku ga keberatan kalau kamu masih mau main catur sama Opa. Opa pernah bilang kalau Opa udah nganggep kamu kayak cucunya."     

Zen terlihat terkejut dengan kalimat yang terlontar dariku.     

"Tapi kalau dateng ke rumah bikin kamu susah buat lepasin aku, kamu bisa bilang Opa kalau kamu ga bisa nemenin Opa main catur lagi. Walau Opa pasti kesepian kalau ga ada yang nemenin main."     

"Gimana sama calon suami kamu?"     

"Kamu bisa tanya sendiri ke Astro." ujarku. Mungkin akan lebih baik jika dia mendengar pendapat Astro dengan sendirinya.     

"Okay, nanti aku tanya."     

"Kamu mau ketemu sopir yang tabrakan sama kamu tadi atau mau aku anter pulang?"     

"Aku mau ketemu dia dulu. Aku mau minta maaf."     

Zen meneguk minuman isotonik yang sejak tadi dia pegang dan menghabiskannya dalam sekali tarikan napas. Kemudian bangkit dan memintaku mengarahkannya ke ruang rawat inap sopir yang bertabrakan dengannya. Dia mengucapkan permohonan maaf dan bersedia memberikan kompensasi bila ada keluhan lebih lanjut tentang kesehatan sopir tersebut.     

Astro memberiku panggilan video call saat Zen masih berbincang dengannya. Aku meminta izin keluar untuk menerima video call dari Astro.     

"Kamu di mana?" Astro bertanya dengan tatapan khawatir.     

"Aku di rumah sakit nemenin Zen. Tadi dia nabrak truk. Kamu udah di apartemen?" aku bertanya sambil duduk di kursi panjang di depan ruang rawat inap.     

"Udah." ujarnya dengan tatapan yang terlihat gusar.     

"How was your day?" aku bertanya untuk mengalihkan pembicaraan. Aku tahu Astro tak akan suka aku membahas tentang Zen.     

"Akan lebih baik kalau ada kamu."     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Udah kangen aku ya?"     

Tatapannya berubah lebih lembut dengan senyum mengembang di bibirnya, "Gimana dong?"     

Aku baru saja berpikir akan menyusulnya ke Surabaya akhir minggu ini, tapi segera menyadari saat itu dia pasti sedang berada di proyeknya yang entah berada di mana.     

"Katanya tiga minggu lagi pulang?" aku bertanya.     

"Tiga minggu lama."     

"Tiga bulan lebih lama, kamu tau?"     

"Rrgh, kamu bikin moodku tambah jelek."     

Aku terdiam sebelum bicara, "I love you, Astro Abhiyoga. Jangan mikir macem-macem cuma karena aku lagi sama Zen. Aku udah terima lamaran kamu. Harusnya kamu ga perlu khawatir soal Zen lagi."     

"Aku tau. Aku cuma ga suka kamu deket-deket dia. Dia tuh ganteng, kamu tau?"     

"Kamu lebih ganteng buatku, kamu tau?"     

Wajahnya merona merah sekali setelah kalimatku terlontar. Dia terlihat salah tingkah. Terlihat mengemaskan untukku.     

"Ga perlu khawatir, okay?"     

"Erm, okay."     

Aku mendengar pintu di sebelahku terbuka dan Zen keluar dari sana. Mungkin dia sudah selesai berbincang dengan sopir yang bertabrakan dengannya.     

"Hai, Zen. You look good (Kamu keliatan baik-baik aja)." ujar Astro.     

"Makasih buat calon istri kamu karena udah bantu." ujar Zen canggung.     

Sepertinya suasana hati Astro membaik karena Zen menyebutku sebagai calon istrinya. Dia tersenyum lebar sekali, "Kalian mau pulang?"     

Aku menoleh ke arah Zen yang mengangguk, "Aku anter Zen pulang dulu."     

"Okay. Hati-hati, Honey. Nanti video call aku kalau udah di rumah." ujar Astro. Aku tahu dia pasti sengaja sekali memanggilku dengan sebutan itu.     

"Okay. See you."     

Aku mematikan sambungan video call sebelum menoleh ke arah Zen. Dia terlihat jauh lebih baik. Walau masih ada raut sendu saat menatapku. Kuharap dia bisa menerima kenyataan.     

"Rumah kamu deket rumah Astro kan? Nanti arahin ya." ujarku sambil bangkit.     

Zen hanya mengangguk dan mengalihkan tatapan dariku.     

"Besok aku jemput sama anter kamu pulang. Kamu ga mungkin bawa mobil atau motor kalau tangan kamu begitu."     

"Astro ga akan suka."     

"Astro bisa ngerti kok. Aku anter jemput kamu cuma sampai kamu sembuh."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.