Abbas
Abbas
Aku membereskan semua gaun, lalu mengambil diary Bunda yang belum selesai kubaca dan merebahkan tubuh di tempat tidur sambil memeluk sebuah bantal boneka. Bunda banyak bercerita tentang Ayah. Tentang kebersamaan keduanya sebelum berpisah, tentang hal-hal yang Ayah sukai, juga tentang harapan keduanya untuk menikah.
Bunda bersikap lebih baik pada Opa setelah Opa pensiun. Bunda bahkan membantu Opa saat Opa membuka cabang toko kain pertamanya, hingga beberapa cabang setelahnya. Opa membiarkan Bunda melakukan apapun yang Bunda sukai dan menemani Bunda pergi ke manapun Bunda ingin pergi, hingga sampai di titik Bunda tak lagi merasa terancam dengan privasinya.
Aku berpikir, mungkin selama ini Bunda hanya merasa kurang diperhatikan. Dari cerita Bunda saat Bunda mulai menginjak usia remaja, Opa dan Oma memang selalu sibuk.
Kemudian aku mengingat Astro. Sekian tahun mengenalnya, ibunya selalu ada di sisinya walau ayahnya selalu sibuk. Ibunya mulai sibuk karena mewarisi yayasan keluarganya saat Astro kelas sembilan. Kurasa Astro sudah cukup matang untuk bisa mengerti bahwa dirinya tak harus mendapatkan perhatian intensif dari ibunya lagi.
Dan aku mulai berpikir tentang diriku sendiri. Saat aku memiliki anak nanti, haruskah aku mengabdikan diri pada makhluk baru yang lahir dari rahimku? Menemaninya hingga mereka siap untuk dilepas? Seperti Bunda menemaniku atau Ibu Astro menemaninya?
Sepertinya aku harus membahas hal ini dengan Astro saat dia pulang nanti. Tante Lusi sepertinya benar saat berkata memiliki anak bukanlah hal sepele.
Aku membalik halaman dan menemukan sebuah surat dari Ayah untuk Bunda.
...
Ana, bagaimana kabarmu?
Semoga Ana sehat.
Apakah Ana masih menunggu Kakak?
Maaf Kakak baru bisa menemukan cara untuk menghubungi Ana lagi. Berkali-kali Kakak ingin datang, tapi sepertinya ada yang menguntit ke manapun Kakak pergi. Kakak mengurungkan niat sementara sampai keadaan menjadi lebih baik. Kakak tidak ingin Ana mendapatkan masalah bila kita ketahuan berhubungan.
Kakak rindu sekali, tapi maaf, Kakak belum bisa datang. Apakah Ana bisa bersabar?
Surat ini Kakak titipkan ke Agnia. Semoga aman sampai di tangan Ana. Bisakah Ana menyempatkan diri untuk membalas jika Ana masih cinta Kakak? Nanti Agnia yang akan mengantarkan surat dari Ana saat dia ke Jakarta.
Kakak cinta Ana.
-Abbas-
...
Sepertinya aku pernah mendengar nama Agnia, tapi aku tak dapat menemukan jawaban yang kucari. Padahal sepertinya jawaban itu berada tepat di depan mataku.
Aku melanjutkan membaca, tapi tak menemukan apapun tentang pembahasan Ayah dan Bunda bertemu kembali, atau siapakah Agnia. Di buku itu masih berupa curahan hati Bunda sebelum bertemu Ayah atau mendapatkan kabar apapun darinya.
Aku menghela napas. Kurasa Ayah Astro benar saat berkata aku dan Astro beruntung karena tak perlu merasakan ditolak calon mertua. Aku tak bisa membayangkan bagaimana bila Opa menolak Astro dan kami harus berhubungan sembunyi-sembunyi. Sepertinya akan terasa berat sekali.
Atau mungkin ceritanya akan berbeda? Aku dan Astro bertemu karena Opa yang mengaturnya demikian. Jika kami tidak bertemu, mungkin aku akan jatuh cinta pada laki-laki lain?
Entah kenapa sosok Zen tiba-tiba muncul di kepalaku. Sepertinya aku harus menghentikan diri berandai-andai seperti ini.
Aku bangkit dari tempat tidur dan meraih handphone yang kutinggalkan di meja. Ada pesan dari Astro setengah jam yang lalu. Sepertinya aku tak menyadari ada pesan darinya karena terlalu larut membaca diary.
Astro : Aku suka ini. Kamu cantik
Aku : Selera kita sama. Aku juga suka itu. Kamu udah di apartemen?
Astro memberiku panggilan video call hanya berselang beberapa detik setelah aku membalasnya. Aku memasang earphone, menerima video call darinya dan menemukannya sedang telanjang di kamar mandi dengan tubuh masih basah.
Aku mengalihkan arah layar handphone ke dinding. Sepertinya wajahku memerah sekarang.
"Ga bisa ya diselesaiin dulu?" aku bertanya.
"Kamu okay?" Astro bertanya bersamaan dengan saat aku memprotesnya. "Sorry, aku khawatir jadi aku bawa hape ke kamar mandi."
"Selesaiin urusan kamu dulu. Nanti video call aku."
"Hei, jangan dimatiin. Aku udahan kok."
Aku menatap layar handphone kembali. Suasana di belakang Astro berubah. Sepertinya dia sudah keluar dari kamar mandi, tapi dia masih telanjang dengan tubuh masih basah.
Aah laki-laki ini benar-benar menguji kesabaranku.
"Pakai baju kamu dulu." ujarku sambil mengalihkan arah layar handphone di dinding sekali lagi.
Astro tertawa, "Kamu harus biasa liat aku begini. Tiga bulan lagi kita nikah."
"Uugh, ga harus begitu, Astro."
"Aku sexy kan?"
"Jangan mulai."
"Fine. Kamu okay?"
"Aku okay. Tadinya."
"Kenapa sekarang jadi ga?"
Bagaimana aku harus menjawabnya? Melihat tubuh telanjangnya beberapa saat lalu membuatku berhalusinasi. Dia benar-benar menyebalkan.
"Aku abis baca diary Bunda." kurasa akan lebih baik jika aku menjawabnya seperti itu.
"Kamu nemu informasi apa?"
"Aku nemu surat dari Ayah."
"Trus?"
"Ada yang mau aku bahas sama kamu, tapi nanti aja kalau kamu pulang. Kamu udah pakai baju belum sih?"
"Udah, Nona."
Aku mengintip layar handphone dan dia benar. Dia sedang menatapku dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Hai, Cantik."
"Kamu nyebelin." ujarku sambil memberinya tatapan sebal.
Astro tertawa, "Kan aku udah bilang, kamu harus puas sama aku yang nyebelin tiga bulan ke depan."
Aku akan mengabaikannya kalimatnya dan bertanya hal yang lebih penting, "Kamu pernah denger nama Agnia?"
"Siapa?" Astro bertanya dengan alis mengernyit.
"Agnia. Ayahku nyebut soal Agnia di suratnya buat Bunda."
Astro terdiam sebelum bicara, "Satu-satunya Agnia yang aku tau, ibuku. Kamu kan tau nama ibu, Trini Agnia."
Aah ....
Aku baru mendapatkan pemahamanku kembali. Aku baru menyadari kenapa nama itu terasa familier untukku. Mungkinkah Ibu mengenali Ayahku dan Bunda? Atau bahkan mengetahui cerita keduanya?
"Jangan telpon ibu sekarang. Ibu sama ayah lagi honeymoon ke Turki." ujar Astro tiba-tiba.
"Honeymoon lagi?"
"Kamu kan tau ayah sama ibu. Mereka honeymoon kapan aja mereka mau."
"Kapan Ibu pulang?"
"Kita juga bisa honeymoon terus kalau udah nikah nanti, tapi kamu harus nunggu libur semester." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Serius, Astro. Aku butuh informasi lebih soal Bunda."
"Aku serius. Inget aku pernah bilang kita bisa ke Jepang kalau kita udah nikah? Kita bisa ke sana libur semester kedua. Aku tau itu masih lama, tapi bisa kalau kamu mau."
Aku akan mengabaikannya, "Ibu kapan pulang?"
"Kenapa ga nanya kapan aku pulang? Masa aku harus cemburu sama ibuku juga?"
Aku tahu dia hanya sedang bercanda, tapi dia benar-benar menyebalkan.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-