Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Intens



Intens

3Sungguh mengherankan karena yang tetap berada dipikirannya adalah apakah aku akan menolaknya. Andai saja dia tahu aku akan langsung setuju jika dia memintaku menikah dengannya sekarang, tapi aku akan membiarkannya saja. Melihatnya khawatir tentang hal itu terasa menyenangkan untukku. Setidaknya, dia akan terus berusaha.     

Aku menaikkan kaki untuk bersila menghadapnya dan menyandarkan kepala di punggung sofa. Kami saling menatap dalam diam dan aku baru menyadari sekarang sudah gelap, tapi lampu di rumah ini menyala. Mungkin dialah yang menyalakannya saat tiba.     

"Kamu tau dari Opa soal adik Bunda yang meninggal ditembak kakeknya Donny?" aku bertanya untuk memastikan sebanyak apa yang dia ketahui tentang keluargaku.     

"Aku tau dari oma."     

"Kapan kamu tau?"     

"Sebelum kita kenal. Oma cerita karena mungkin kesepian di rumah ini ga ada anak-anak."     

"Oma ga pernah cerita ke aku."     

"Kamu terlalu sibuk belajar sama kerja. Kamu ga punya banyak waktu buat ngobrol sama Oma kan?"     

Entah kenapa aku tetap berpikir mungkin saja Opa dan Oma memang berencana tak membahasnya denganku, walau tentu saja kalimatnya memang benar. Aku menghela napas berat, "Kamu harus pulang sekarang."     

"Aku mau nginep."     

Aku menatapnya tak percaya, "Kamu ga boleh nginep di sini. Belum ada setengah jam aja kamu udah bikin kepalaku sakit."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Aku udah dapet ijin dari opa kok. Aku akan lebih nurut sama opa dari pada nurutin omongan kamu."     

Aku mengangkat kepala yang tersandar di punggung sofa karena terkejut, "Ga mungkin Opa ngijinin kamu nginep di sini, Astro. Di rumah ini cuma ada aku. Opa sama Oma lagi nginep di rumah kakek kamu malem ini."     

"Coba aja kamu telpon."     

Aku baru saja akan beranjak ke kamar karena meninggalkan handphone di sana, tapi Astro menarik tanganku. Dia mengeluarkan handphone dari saku, membuka aksesnya dengan fingerprint dan menyodorkannya padaku.     

"Nama kontaknya?" aku bertanya karena tak menemukan nama Opa atau sebutan Opa.     

"Calon mertua."     

Aku menatapnya tak percaya, tapi kembali ke kesadaranku untuk menelepon Opa lebih dulu. Beberapa waktu berlalu tanpa terjawab dan jantungku mulai berdetak lebih kencang.     

"Bagaimana?" tiba-tiba terdengar suara Opa di ujung sana. Awalnya terdengar aneh untukku. Mengingat Opa mungkin saja sedang menghindariku dan aku justru meneleponnya menggunakan handphone milik Astro.     

"Ini Faza, Opa." ujarku pada akhirnya.     

Opa terdiam sebelum bicara, "Astro sudah sampai?"     

"Udah. Beneran Opa minta Astro nginep di rumah?"     

"Betul."     

Aku benar-benar tak mengerti, "Dia kan bisa pulang, Opa. Rumahnya deket."     

"Akan lebih baik ada jika yang menjaga Mafaza di rumah."     

"Faza bisa jaga diri kok."     

"Atau Mafaza lebih suka Zen yang menemani? Opa bisa telepon Zen jika memang Mafaza lebih suka Zen yang menemani."     

"Kenapa Zen?" aku bertanya sambil melirik ke arah Astro. Dia terlihat terganggu saat aku menyebut nama Zen.     

"Opa akan lebih tenang jika ada yang menemani Mafaza di rumah."     

Aku yakin sekali kali ini aku benar-benar tak mengerti. Astro akan berbahaya untukku dan Zen jelas bukan pilihan.     

"Faza bisa sendiri kok, Opa. Ga perlu ada Astro atau Zen yang nemenin."     

Astro menarik tanganku untuk mendapatkan perhatianku. Dia terlihat sangat gusar. Aku tahu dia tak akan rela jika aku lebih memilih Zen yang menemani.     

"Mafaza pilih, ingin ditemani Astro atau Zen?"     

Aku menatap Astro bimbang dan menghela napas. Sepertinya aku memang tak memiliki pilihan, "Astro aja kalau gitu."     

"Ada lagi yang ingin dibicarakan?"     

"Opa besok pulang kan?"     

"Besok pagi Opa pulang. Opa tutup teleponnya ya. Opa ingin istirahat."     

"Iya, Opa."     

Aku masih memegangi handphone milik Astro walau sambungan teleponku dengan Opa sudah terputus. Ini benar-benar pilihan yang buruk. Apa yang harus kulakukan sekarang?     

"Kamu pulang aja deh." ujarku sambil mengembalikan handphone milik Astro.     

"Ga. Aku mau nurutin omongan opa dan nginep di sini." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku tahu dengan pasti dia akan tetap tinggal. Apa yang Opa pikirkan membiarkanku berdua dengannya?     

"Kalau gitu kita bikin peraturan." ujarku tiba-tiba.     

Astro menyentil dahiku, "Ga usah mikir aneh-aneh. Aku ga ada niat begitu sama kamu sekarang. Aku mau lanjutin kerjaanku yang ketunda. Kamu mandi sana. Bau."     

Aku menatapnya tak percaya. Baru beberapa saat lalu dia memelukku dengan sangat intens dan sekarang dia bersikap sangat menyebalkan.     

"Aku tau kok aku nyebelin." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku baru saja akan beranjak ke kamar untuk menjernihkan pikiran saat Astro menahan tanganku.     

"Mau delivery pizza? Aku laper."     

"Terserah kamu." ujarku sambil berlalu. Akan lebih baik untukku berjauhan dulu dengannya. Otakku tak mampu berpikir dengan baik. Terlebih, hatiku terasa kesal sekali.     

Aku menghela napas setelah menutup pintu kamar, lalu mengunci pintu dan mandi untuk menghilangkan semua perasaan buruk. Aku sangat berharap Astro menepati ucapannya sesaat lalu.     

Aku benar-benar tak tahu harus bersikap bagaimana saat hanya ada aku dan dia di rumah ini. Mungkin aku akan mengurung diri di kamar sampai besok pagi. Kurasa itu akan jauh lebih baik.     

Aku baru saja keluar dari kamar mandi saat melihat handphone di atas tempat tidur menyala. Ada sebuah pesan dari Astro.     

Astro : Ayo makan. Pizzanya udah dateng nih     

Aku : Kamu duluan aja     

Astro : Nanti keburu dingin     

Aku : Ga pa-pa. Kamu mandi sana. Ada handuk baru di lemari kamar mandi deket dapur. Sabun sama sikat gigi baru juga ada di sana     

Astro : Aku baru selesai mandi, kamu tau?     

Aku : Rumah ini udah kayak punya kamu ya?     

Astro : Ini kan bukan pertama kalinya aku mandi di sini. Ayo keluar. Kamu kan ga boleh telat makan     

Aku : Kamu duluan aja. Aku ga laper     

Astro : Come on. Jangan bilang kamu mau ngurung diri di kamar     

Aku : Emang     

Astro : Ayolah. Aku ga akan macem-macem     

Uugh, apa-apaan? Dia tak mungkin melupakan kejadian tadi secepat itu, bukan?     

Aku mengamit pakaian asal saja dari lemari dan memakainya, lalu membereskan diary Bunda yang berserakan. Aku akan melanjutkan membacanya nanti. Ada banyak pekerjaan yang tertunda karena membaca diary Bunda sejak kemarin. Sekarang saatnya aku menyelesaikan pekerjaanku lebih dulu.     

Astro mengirimiku banyak pesan ke laptop saat aku sedang bekerja, tapi aku mengabaikannya. Rasanya aneh sekali. Kami begitu dekat, tapi saling mengirim pesan online.     

Padahal siang tadi aku masih merasa sangat rindu. Namun sekarang segalanya terasa sangat membingungkan untukku.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.