DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MENCARI KEBENARAN



MENCARI KEBENARAN

3Setelah istirahat sebentar Nadia bangun dari tidurnya dan berjalan ke kamar Jonathan untuk melihat keadaannya.     

Melihat keadaan Jonathan baik-baik saja dan masih tidur dengan lelap, Nadia memutuskan untuk kerja ke rumah Ammer sendirian.     

Nadia berniat mencari kebenaran dari Ammer sekaligus mengambil makan siang dan juga beberapa kelapa muda yang sudah dijanjikan Ammer.     

Tanpa menimbulkan suara Nadia keluar dari kamar Jonathan dan berangkat ke rumah Ammer.     

Tiba di tempat Ammer, Nadia melihat Ammer sedang menanam beberapa macam bunga.     

"Selamat siang Paman Ammer?" sapa Nadia dengan tersenyum duduk berjongkok di samping Ammer.     

"Nona Nadia? anda sudah ke sini? sekarang masih jam sepuluh. Aku masih belum menyiapkan makanan siang untuk kalian." ucap Ammer seraya bangun dari duduknya.     

"Paman Ammer mau ke mana?" tanya Nadia saat melihat Ammer membersihkan tangannya.     

"Mau menyiapkan makan siang untuk Nona Nadia dan Tuan Jonathan." ucap Ammer dengan tenang.     

"Tidak perlu Paman Ammer, biar nanti aku mau bantu untuk menyiapkan makan siang. Sekarang masih jam sepuluh, dan lagi Jonathan masih tidur lelap." ucap Nadia seraya menahan lengan Ammer dengan sangat pelan.     

"Baiklah Nona Nadia, sekarang sebaiknya bantu aku untuk menanam bunga-bunga itu." ucap Ammer kembali ke tempatnya.     

"Paman Ammer suka sekali menanam bunga? dan taman di sini sangat indah seperti taman yang ada di rumah besar." ucap Nadia sekilas melihat tatanan taman bunga tidak jauh beda dengan rumah besar Jonathan.     

"Apa Nona Nadia melihatnya seperti itu?" tanya Ammer dengan tersenyum.     

Nadia menganggukkan kepalanya.     

"Taman yang ada di rumah besar itu memang aku yang menanamnya saat itu Tuan Jonathan masih berusia satu tahun." ucap Ammer dengan tatapan menerawang jauh seolah-olah mengingat tentang masa lalu.     

"Benarkah itu Paman Ammer? jadi Paman Ammer pernah tinggal di rumah besar?" tanya Nadia dengan kening berkerut.     

Ammer menganggukkan kepalanya dengan pelan sambil melanjutkan menanam bunga.     

"Lalu kenapa Paman Ammer tidak tinggal di sana lagi? kenapa harus tinggal di sini?" tanya Nadia semakin penasaran dengan masa lalu Ammer yang berkaitan dengan masa lalu ibunya.     

Sungguh Nadia tidak pernah tahu bagaimana masa lalu Ayahnya dengan Ibunya, karena Ibunya sama sekali tidak pernah menceritakan apapun padanya. Yang Nadia tahu Ibunya membawanya pergi sejak dia berusia dua tahun dan Nadia sama sekali tidak mengingat masa kecilnya sebelum berusia dua tahun itu. Bahkan saat di saat usianya menginjak enam tahun Nadia juga sudah lupa.     

"Ceritanya sangat panjang dan penuh liku-liku. Cerita itu tidak bisa aku ceritakan karena melibatkan dua keluarga juga dua anak manusia yang tidak boleh tahu." ucap Ammer dengan tersenyum walau terlihat kedua mata yang sedih.     

"Kenapa ada dua anak manusia yang tidak boleh tahu? siapa mereka Paman Ammer? dan keluarga siapa yang Paman maksud?" tanya Nadia semakin penasaran dengan sikap Ammer yang menutup diri.     

"Kenapa kamu ingin tahu sekali Nona Nadia? cerita ini hanya khusus untuk keluarga intern saja." ucap Ammer seraya mengusap rambut Nadia.     

Nadia mengangkat wajahnya mendapat usapan lembut dari Ammer.     

"Paman Ammer, boleh aku bertanya lagi padamu?" tanya Nadia dengan suara pelan.     

"Tanya apa Nona Nadia?" sahut Ammer sambil meletakkan tanaman yang sudah sudah di tanamnya.     

"Wajah Paman Ammer terlihat ada bekas terbakar. Apa aku boleh tahu penyebabnya kenapa?" tanya Nadia sambil menatap wajah Ammer.     

Dengan cepat Ammer menekan topinya agar tidak terlihat jelas wajahnya di lihat Nadia.     

"Kalau aku menceritakannya padamu kamu juga tidak akan mengerti Nona Nadia, yang pasti luka bakarku ini karena perbuatan orang yang jahat yang ingin menghancurkan keluargaku." ucap Ammer dengan tatapan sedih.     

Hati Nadia menangis sedih dan ingin berteriak keras mendengar jawaban Ammer.     

Sungguh hati Nadia tidak bisa menerima apa yang telah terjadi pada Ammer yang membuat wajahnya terluka karena terbakar.     

"Mungkin Ayah tidak akan mengatakan siapa yang telah berbuat jahat pada Ayah. Orang yang telah tega membakar wajah Ayah. Tapi aku sangat yakin dan tahu siapa orang itu. Orang itu pasti kedua orang tua Jonathan. Aku berjanji padamu Ayah, aku akan membalas penderitaan yang Ayah rasakan." ucap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan.     

"Ada apa denganmu Nona Nadia? kenapa menatapku seperti itu? apa wajahku mengingatkanmu pada seseorang?" tanya Ammer dengan tatapan penuh.     

"Em... tidak Paman Ammer, aku hanya merasa anda begitu sangat kuat dan tabah karena hidup sendirian di sini." ucap Nadia dengan menggigit bibirnya agar air matanya tidak tumpah.     

"Sebagai laki-laki kita harus kuat dan tabah menghadapi semua, karena kita adalah tulang punggung dari keluarga." ucap Ammer bangun dari duduknya sambil melihat jam tangannya.     

"Paman Ammer mau ke mana?" tanya Nadia ikut bangun dari duduknya dan mendekati Ammer.     

"Sudah waktunya aku harus menyiapkan makanan untuk kalian." ucap Ammer berjalan masuk ke dalam rumah menuju dapur.     

"Aku akan membantumu Paman Ammer. Aku pintar masak karena aku terbiasa masak sendiri di rumah." ucap Nadia dengan tersenyum.     

"Oh yeah? kamu belajar dari mana? belajar sendiri atau dari Ibumu?" tanya Ammer sambil mengeluarkan beberapa bahan untuk segera di masaknya.     

"Aku belajar masak dari Ibu. Ibuku adalah wanita cantik dan sangat hebat. Sayangnya Ibu sudah meninggal." ucap Nadia sambil melihat reaksi wajah Ammer.     

Namun reaksi Ammer biasa-biasa saja, dan itu membuat hati Nadia sedikit kecewa.     

Nadia berpikir mungkin Ayahnya tidak tahu kalau dirinya adalah putri Emely istri Ammer.     

"Ada apa Nona Nadia? anda sering melamun sekali?" tanya Ammer sambil menjentikkan jarinya di wajah Nadia.     

"Maafkan aku Paman Ammer, mungkin karena aku terlalu banyak berpikir. Jadi aku sering banyak melamun." ucap Nadia mengakui kalau beberapa minggu terakhir pikirannya sangat kacau memikirkan balas dendamnya juga memikirkan perasaannya pada Jonathan.     

"Nona Nadia jangan terlalu banyak berpikir. Usia anda masih muda, berpikirlah secara natural. Agar anda bisa menikmati kebahagiaan di masa remaja." ucap Ammer dengan sebuah senyuman.     

Nadia menganggukkan kepalanya, merasa mendapatkan nasihat dari Ayahnya.     

"Sekarang apa yang harus aku lakukan membantu Paman Ammer?" tanya Nadia seraya berdiri di samping Ammer.     

"Nona Nadia memotong wortel ini saja." ucap Ammer dengan tersenyum sangat bangga dengan kepintaran Nadia.     

Dengan cekatan, Nadia membantu Ammer tanpa canggung. Kasih sayang dan perhatian Ammer telah membuat hati Nadia merasa tenang dan nyaman.     

Tak terasa dengan waktu yang singkat, beberapa menu makanan sudah selesai di siapkan oleh Nadia dan Ammer     

"Sepertinya kita sangat cocok menjadi satu tim memasak Paman Ammer." ucap Nadia dengan tatapan penuh kebahagiaan.     

"Aku juga merasa begitu Nona Nadia." ucap Ammer kemudian meletakkan beberapa makanan ke kotak makanan agar segera di bawa Nadia ke rumah besar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.