MENCARI KEHANGATAN
MENCARI KEHANGATAN
"Dan sekarang aku juga lapar apa yang bisa kita makan sekarang?" ucap Jonathan sambil mengusap perutnya.
"Aku juga tidak tahu, aku tidak bisa memasak apa-apa tanpa ada peralatannya. Tapi aku membawa makanan kaleng yang bisa siap di makan. Kamu bisa memakannya kalau kamu lapar." ucap Nadia sambil menekan pelipisnya.
"Tidak apa-apa, biar aku makan makanan kaleng itu saja daripada perutku kosong." ucap Jonathan sudah tidak tahan dengan rasa laparnya.
Segera Nadia mengambil makanan kaleng yang ada di dalam tas ranselnya dan diberikan pada Jonathan.
"Bagaimana cara membukanya?" tanya Jonathan tidak mengerti cara membuka makanan kaleng yang di pegangnya.
Sambil melihat keadaan Jonathan yang basah kuyup dan kedinginan, Nadia membuka makanan kaleng kemudian di berikan pada Jonathan.
"Habiskan Jo, agar kamu tidak merasa lapar." ucap Nadia merasa tidak tega melihat Jonathan yang menderita.
"Jo, apa kamu tidak bisa menghubungi Paman Ammer? siapa tahu Paman Ammer bisa menjemput kita." ucap Nadia baru bisa berpikir untuk minta bantuan Ammer.
"Aku tidak bisa menghubungi Paman Ammer, karena ponselku dari tadi baterainya sudah habis." ucap Jonathan sambil menunjukkan ponselnya yang sudah mati.
Nadia menggigit bibir bawahnya tidak tahu harus berbuat apa lagi karena di luar juga masih hujan deras.
"Apa kita harus tidur di sini malam ini?" tanya Jonathan dengan tatapan mata yang rumit.
Nadia menggelengkan kepalanya tidak bisa menjawab pertanyaan Jonathan.
"Kita berdoa saja agar hujan derasnya segera berhenti, agar kita bisa pulang." ucap Nadia melihat ke arah bawah air sudah membasahi semua alas tikarnya.
Sambil menghela nafas panjang, Nadia membuka sedikit pintu tenda untuk melihat hujan di luar sudah berhenti atau tidak.
"Bagaimana Nadia apa hujannya sudah berkurang atau sudah berhenti?" tanya Jonathan berharap hujannya akan segera berhenti.
"Masih belum." ucap Nadia sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam sore.
"Apa kamu kedinginan Jo?" tanya Nadia melihat wajah Jonathan yang pucat dan kedinginan.
"Sedikit." ucap Jonathan tidak ingin membuat Nadia cemas.
Segera Nadia beranjak dari tempatnya kemudian mengambil selimut dari dalam tasnya.
"Kamu pakai ini saja." ucap Nadia sambil menyelimuti tubuh Jonathan dengan selimut yang di bawanya.
Hati Jonathan sedikit tenang saat mendapat perhatian dari Nadia.
"Kamu sendiri apa tidak kedinginan?" tanya Jonathan melihat bibir Nadia yang bergetar.
"Sedikit." ucap Nadia dengan sambil mengusap-usap kedua tangannya untuk mengusir rasa dingin yang menyerangnya.
Untuk sesaat, kediaman menyelimuti hati Nadia dan Jonathan.
"Nadia." panggil Jonathan merasa kasihan pada Nadia yang kedinginan.
"Hem." sahut Nadia dengan perut terasa lapar dan kedinginan.
"Duduklah di sini di pangkuanku." ucap Jonathan dengan tatapan sayu.
Nadia menegakkan punggungnya, menatap Jonathan dengan tatapan ragu.
"Tidak Jo, nanti kamu kecapekan." ucap Nadia berusaha menahan rasa dinginnya.
"Aku tidak apa-apa, kamu kedinginan Nadia aku tidak mau kamu sakit." ucap Jonathan seraya mengulurkan tangannya.
Tidak tega melihat Jonathan yang sudah mengulurkan tangannya akhirnya Nadia menyambut uluran tangan Jonathan.
Dengan hati-hati Nadia duduk di atas pangkuan Jonathan.
Dengan Nadia duduk di atas pangkuannya Jonathan melebarkan selimutnya agar bisa menutupi tubuhnya juga Nadia.
"Sepertinya kita benar-benar akan bermalam di sini." ucap Nadia sambil memeluk leher Jonathan agar dirinya tidak jatuh.
"Apa kamu takut jatuh Nadia?" tanya Jonathan saat melihat Nadia memeluk lehernya.
Nadia menganggukkan kepalanya dengan pelan.
***
Segera Nadia beranjak dari tempatnya kemudian mengambil selimut dari dalam tasnya.
"Kamu pakai ini saja." ucap Nadia sambil menyelimuti tubuh Jonathan dengan selimut yang di bawanya.
Hati Jonathan sedikit tenang saat mendapat perhatian dari Nadia.
"Kamu sendiri apa tidak kedinginan?" tanya Jonathan melihat bibir Nadia yang bergetar.
"Sedikit." ucap Nadia dengan sambil mengusap-usap kedua tangannya untuk mengusir rasa dingin yang menyerangnya.
Untuk sesaat, kediaman menyelimuti hati Nadia dan Jonathan.
"Nadia." panggil Jonathan merasa kasihan pada Nadia yang kedinginan.
"Hem." sahut Nadia dengan perut terasa lapar dan kedinginan.
"Duduklah di sini di pangkuanku." ucap Jonathan dengan tatapan sayu.
Nadia menegakkan punggungnya, menatap Jonathan dengan tatapan ragu.
"Tidak Jo, nanti kamu kecapekan." ucap Nadia berusaha menahan rasa dinginnya.
"Aku tidak apa-apa, kamu kedinginan Nadia aku tidak mau kamu sakit." ucap Jonathan seraya mengulurkan tangannya.
Tidak tega melihat Jonathan yang sudah mengulurkan tangannya akhirnya Nadia menyambut uluran tangan Jonathan.
Dengan hati-hati Nadia duduk di atas pangkuan Jonathan.
Dengan Nadia duduk di atas pangkuannya Jonathan melebarkan selimutnya agar bisa menutupi tubuhnya juga Nadia.
"Sepertinya kita benar-benar akan bermalam di sini." ucap Nadia sambil memeluk leher Jonathan agar dirinya tidak jatuh.
"Apa kamu takut jatuh Nadia?" tanya Jonathan saat melihat Nadia memeluk lehernya.
Nadia menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Mendengar jawaban Nadia yang takut jatuh, Jonathan memeluk pinggang Nadia dengan kuat.
Jantung Nadia berdetak sangat kencang saat tangan kokoh Jonathan melingkar di pinggangnya. Nadia tak berani bergerak sedikitpun, ada perasaan gelisah dan gugup dalam hatinya.
"Ada apa Nadia? Kamu terlihat gelisah?" Tanya Jonathan tanpa melepas pelukannya.
"Aku gelisah karenamu Jo? Jantungku tidak bisa normal selama kamu memelukku." Sahut Nadia dalam hati seraya menggigit bibir bawahnya.
"Nadia? Kamu tidak menjawab pertanyaanku?" Ucap Jonathan dengan tatapan penuh.
"Apa? Aku tidak mendengarmu, kamu bertanya apa?" Tanya Nadia semakin gugup dengan tatapan Jonathan.
"Kenapa kamu terlihat gelisah dan gugup?" Tanya Jonathan semakin intens menatap wajah Nadia.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya kedinginan saja." Ucap Nadia mencari alasan yang tepat.
"Benarkah kamu masih kedinginan?" Tanya Jonathan memastikan jawaban Nadia adalah benar.
Nadia menganggukkan kepalanya.
Tanpa membalas ucapan Nadia, Jonathan semakin memeluk pinggang Nadia dengan lebih erat sambil meraih tengkuk leher Nadia dengan satunya.
Sambil memejamkan matanya Jonathan mencium lembut bibir Nadia dengan intens hingga pertahanan Nadia runtuh dan membalas ciuman Jonathan dengan sangat dalam.
Entah sudah berapa kali Jonathan dan Nadia sering melakukan ciuman yang mereka tidak bisa hindari
Cinta tulus Jonathan telah mengalahkan rasa kebencian Nadia pada orang tua Jonathan.
"Cukup, Tuan Jonathan. Jangan di teruskan lagi." ucap Nadia dengan suara lirih sambil menyentuh bibir bawah Jonathan yang merah pucat.
Jonathan membuka matanya perlahan kemudian kemudian memeluk Nadia dengan perasaan hangat.
"Sebaiknya kamu tidur, kita tidak akan bisa kembali malam ini." ucap Jonathan dengan tatapan lembut.
"Hem... benar." ucap Nadia seraya menelan salivanya.
Dalam pelukan hangat Jonathan, Nadia memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di dada Jonathan yang bidang.