DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

CALON SUAMI YANG MANIS



CALON SUAMI YANG MANIS

3"Apa itu benar Nadia?" tanya Anne seolah-olah tidak tahu tentang pertunangan Nadia dan Jean.     

Dengan wajah pucat Nadia menganggukkan kepalanya berharap Anne tidak membatalkan pertunangannya. Karena sangat penting baginya untuk menikah dengan Jonathan agar bisa balas dendam pada keluarga Darren.     

"Seandainya Momy tahu lebih awal pasti Momy dan Daddy tidak akan melangsungkan pernikahan ini. Dan sekarang sudah terlanjur." ucap Anne dengan wajah muram.     

"Momy tenang saja, hari ini Jean mengundang Nadia untuk makan siang. Aku akan ikut Nadia. Semoga saja pertunangan Nadia bisa di batalkan." ucap Jonathan berusaha tenang walau hatinya tidak yakin, karena orang tua Jean benar-benar menginginkan Nadia menjadi calon menantunya.     

"Kalau orang tua Jean tidak mau membatalkan pertunangan itu bagaimana? apa yang kalian lakukan?" tanya Anne menatap wajah Jonathan dan Nadia secara bergantian.     

"Kalau kamu Jo? apa yang kamu lakukan sayang?" tanya ingin tahu kesungguhan Jonathan.     

"Aku akan menjelaskan dengan pelan pada orang tua Jean kalau Nadia dan Jean hanya bersandiwara saja." ucap Jonathan dengan pasti.     

"Kalau terjadi sesuatu pada orang tua Jean karena kecewa bagaimana?" tanya Anne dengan tatapan penuh.     

Jonathan terdiam kemudian menatap Nadia yang diam saja.     

"Bagaimana menurutmu Nad? bagaimana kalau Tuan James terkena serangan jantung lagi? apa kita tetap melanjutkan pertunangan kita?" tanya Jonathan menatap serius wajah Nadia.     

"Maafkan aku, aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Kita belum tahu apa yang terjadi di sana nanti." ucap Nadia tidak bisa menyakiti kedua orang tua Jean yang sudah begitu baik padanya, apalagi Jean yang selalu ada untuknya.     

"Aku sudah tahu jawabanmu Nadia, tidak perlu menjawabnya. Sebaiknya aku tidak ikut. Aku di rumah saja menunggu kabar darimu." ucap Jonathan seraya memutar kursi rodanya dan pergi meninggalkan Nadia dan Anne.     

"Sepertinya Jonathan tahu kalau kamu tidak melihat orang tua Jean kecewa Nadia. Benarkan kata Momy?" tanya Anne merasa bersyukur telah memilih Nadia yang tidak egois. Nadia punya perasaan yang peduli pada orang-orang di sekitarnya.     

"Maafkan aku Momy, aku terpaksa tidak bisa menikah dengan Jonathan kalau orang tua Jean menderita karena hal ini. Aku sangat menghargai orang tua Jean yang sudah baik padaku." ucap Nadia dengan perasaan rumit karena balas dendamnya pasti tidak akan terwujud kalau dia harus menikah dengan Jean.     

Harapan satu-satunya bagi Nadia adalah orang tua Jean bisa menerima dengan ikhlas kalau pertunangannya dengan Jean adalah sandiwara.     

"Sebaiknya kamu jelaskan baik-baik pada Jonathan, Nadia. Pasti saat ini Jonathan ada di taman samping." ucap Anne dengan tatapan penuh kelembutan.     

Nadia menganggukkan kepalanya kemudian bangun dari duduknya untuk mencari keberadaan Jonathan di taman samping.     

Nadia menghela nafas panjang saat melihat Jonathan duduk di kursi rodanya menatap kolam ikan di depannya.     

"Junet!" panggil Nadia berniat mengajak bercanda Jonathan agar tidak tegang dan marah.     

Jonathan menegakkan punggungnya saat mendengar Nadia memanggilnya dengan nama Junet.     

"Aku sedang marah Nadia, tidak sedang bercanda." ucap Jonathan tanpa tersenyum.     

"Aku tahu calon suamiku sedang marah dan tidak suka bercanda, karena itu aku memanggilmu namamu junet karena wajah tegangmu itu itu mengingatkan aku pada Junet penjaga makam." ucap Nadia dengan tersenyum.     

Jonathan menatap Nadia dengan kening mengkerut kemudian kembali melihat ke kolam ikan.     

Dengan menahan sabar, Nadia memeluk Jonathan dari belakang.     

"Dengarkan aku Jo, apa yang kamu pikirkan belum tentu terjadi. Aku berharap aku dan Jean bisa menjelaskan dengan baik pada mereka berdua.     

"Aku tidak yakin orang tua Jean bisa mengerti Nadia. Mendengar kita tunangan saja Tuan James sudah terkena serangan jantung. Apalagi kalau tahu kita akan menikah." ucap Jonathan dengan wajah serius.     

Nadia terdiam tidak bisa menjawab apa yang di ucapkan Jonathan.     

"Lalu aku harus bagaimana? apa aku tetap akan membiarkan Tuan James meninggal karena aku?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.     

"Lalu aku bagaimana?" tanya Jonathan setelah serius.     

"Kamu tetap akan hidup seperti biasa Jo, ada Daddy dan Momy yang akan selalu sayang dan menjaga kamu." ucap Nadia merasa semua yang di lakukannya untuk balas dendam menjadi sia-sia dan itu semua karena dia tidak sanggup menyakiti orang tua Jean.     

"Kamu tidak bisa menyakiti hati dan perasaan mereka. Tapi kamu bisa menyakiti hatiku dan orang tuaku. Begitu kan Nadia?" Ucap Jonathan dengan tatapan sedih.     

"Tidak seperti itu Jo, karena aku yakin kamu dan orang tua kamu akan baik-baik saja tanpa aku." ucap Nadia dengan menundukkan wajahnya.     

"Begitu menurutmu Nadia? aku bisa hidup tanpa kamu?" ucap Jonathan dengan perasaan terluka.     

Bagaimana bisa Nadia bicara seperti itu tanpa tahu keadaannya yang sebenarnya, kalau hidupnya akan bisa berakhir dengan cepat kalau dia mau.     

"Apa aku salah bicara Jo? kalau salah aku mintai maaf." ucap Nadia sambil menjepit kedua daun telinganya.     

Jonathan mengerutkan keningnya melihat Nadia yang menjepit kedua daun telinganya.     

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Jonathan merasa gemas dengan sikap Nadia apalagi sekarang menaikkan salah satu kakinya ke belakang.     

"Menghukum diriku sendiri karena sudah menyakiti calon suami." ucap Nadia dengan kedua matanya menatap Jonathan dengan tatapan memelas.     

Jonathan menghela nafas panjang.     

"Turunkan kakimu dan lepas tanganmu itu." Ucap Jonathan dengan suara pelan tidak tega melihat wajah memelas Nadia.     

Nadia menggelengkan kepalanya.     

"Aku akan tetap seperti ini sampai calon suami memaafkan aku." ucap Nadia dengan tatapan penuh.     

"Aku sudah memaafkan kamu." ucap Jonathan akhirnya mengalah juga.     

"Aku tidak percaya sebelum calon suamiku mencium bibirku." ucap Nadia dengan memejamkan matanya berharap Jonathan tidak marah lagi padanya, karena balas dendamnya masih belum di mulai.     

"Nadia tidak perlu seperti itu, aku sudah memaafkan kamu." ucap Jonathan sambil menelan salivanya.     

Nadia tetap tak bergerak di tempatnya dengan satu kaki terangkat di belakang dan dua tangannya menjepit daun telinganya.     

"Baiklah Nadia kamu menang. Mendekatlah agar aku bisa menciummu." ucap Jonathan dengan perasaan campur aduk antara cinta dan kesal dengan sikap Nadia yang semaunya sendiri.     

Dengan sebuah senyuman, Nadia mendekatkan bibirnya dekat pada bibir Jonathan.     

Sambil menghela nafas panjang, Jonathan mencium bibir Nadia yang merah menggoda.     

Jantung Jonathan berdetak sangat kencang, saat bibirnya sudah menyatu dengan bibir Nadia apalagi Nadia membalas ciumannya dengan lebih intens.     

Setelah cukup lama berciuman dengan nafas yang sama-sama memburu, Nadia melepas ciumannya.     

"Terima kasih calon suamiku yang manis." ucap Nadia dengan sebuah senyuman.     

"Jangan panggil aku dengan sebutan calon suami, karena belum tentu kamu menjadi istriku. Bisa jadi kamu akan menikah dengan Jean bukan aku." ucap Jonathan dengan wajah kembali kesal.     

"Ya Tuhan, sia-sia aku melakukan ciuman barusan. Calon suamiku ternyata masih cemburu dan marah padaku." ucap Nadia memeluk leher Jonathan dengan tatapan menggoda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.