DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MERASAKAN CINTAMU



MERASAKAN CINTAMU

2Jonathan berbaring di tempat tidur, sambil melihat Nadia yang membersihkan badannya dan memberi body lation khusus untuk mendinginkan dan menghilangkan ruam-ruam merah yang ada di tubuhnya.     

"Apa masih perih Jo?" tanya Nadia masih mengusap pelan seluruh kulit lengan Jonathan dengan penuh perhatian.     

"Sudah sedikit berkurang Nad." ucap Jonathan selalu tersiksa setiap kali ruam-ruam muncul di seluruh tubuhnya.     

"Nadia, bagaimana dengan suasana hati Gladys? apa dia masih uring-uringan karena pria gay itu?" Tanya Jonathan merasa penasaran kenapa Gladys sangat membenci seorang gay.     

"Sudah tidak lagi, Gladys tidak pernah marah terlalu lama. Karena itulah persahabatan kita bertahan sampai sekarang." Ucap Nadia dengan tersenyum.     

"Kamu juga seperti itu, tidak bisa lama untuk marah. Dan kamu selalu yang mengalah padaku, benar kan?" ucap Jonathan dengan sebuah senyuman.     

"Itu karena aku terlalu mencintai kamu. Aku tidak bisa marah padamu dalam waktu lama Jo." ucap Nadia dengan tatapan penuh dan tersenyum.     

"Apa kamu tahu apa penyebab Gladys begitu membenci seorang gay?" tanya Jonathan dengan wajah serius.     

"Aku tidak tahu terlalu pasti, tapi dulu Gladys pernah cerita kalau dia punya kekasih. Kemudian kekasihnya memutuskannya karena telah jatuh cinta pada seorang gay. Dan mungkin karena itu Gladys tidak menyukai seorang gay." ucap Nadia seraya meletakkan body lation di atas meja.     

Kalau Gladys punya masa lalu dengan mempunyai seorang kekasih. Apa kamu dulu juga punya kekasih Nadia? apa kamu pernah tersakiti juga?" Tanya Jonathan ingin tahu masa lalu Nadia yang sama sekali tidak pernah diketahuinya.     

"Bagaimana aku bisa tersakiti, kalau aku kekasih saja tidak punya. Baru bertemu denganmu aku baru punya kekasih." Ucap Nadia tersenyum malu.     

"Apa itu berarti aku kekasih pertamamu? apa aku juga cinta pertama Nadia?" tanya Jonathan dengan tatapan sangat dalam.     

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Nadia seraya menelan salivanya, bagaimana dia berterus terang tentang perasaannya saat pertama kali bertemu dengan Jonathan.     

"Apa aku tidak boleh tahu Nadia?" Ucap Jonathan tak berkedip menatap kedua mata Nadia.     

Melihat Jonathan masih ingin tahu jawaban darinya, Nadia hanya bisa tersenyum sambil mencubit ujung hidung Jonathan.     

"Sebaiknya kita tidur saja Jo. Sekarang sudah malam apalagi besok pagi kita harus ke toko bunga Jean." Ucap Nadia seraya naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Jonathan.     

"Apa kamu benar-benar tidak ingin menjawab pertanyaanku Nadia?" tanya Jonathan masih keras kepala ingin tahu jawaban Nadia.     

Jonathan sedikit memiringkan badannya agar bisa menatap wajah Nadia yang masih belum menjawab pertanyaannya.     

Setelah beberapa saat menunggu dan masih belum ada jawaban dari Nadia, akhirnya Jonathan memejamkan matanya dengan perasaan kecewa.     

Nadia tersenyum dan merapatkan tubuhnya pada Jonathan. Dengan penuh cinta Nadia menatap penuh wajah Jonathan.     

"Bagaimana aku bisa mengatakan padamu? kalau saat pertama kali bertemu denganmu aku begitu kesal dan ingin selalu marah padamu. Tapi setelah beberapa hari mengenalmu, entah perasaan apa yang aku rasakan hingga aku begitu sangat sayang padamu. Aku ingin selalu dekat denganmu. Ternyata baru aku tahu perasaan itu namanya cinta, sampai pada saat aku menerima cintamu dan kamu menjadi kekasih pertamaku." Ucap Nadia dengan suara pelan seraya menyentuh bibir Jonathan.     

Jonathan membuka matanya setelah mendengar semua ucapan Nadia. Hati Jonathan begitu tenang dan bahagia saat mendengarkan itu semua.     

"Apa kamu senang sekarang Jo? kamu sudah tidak marah lagi padaku kan?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.     

"Aku tidak pernah bisa marah padamu Nadia, aku hanya merasa sedih saja jika tidak dicintai olehmu." ucap Jonathan dengan suara parau membalas tatapan mata Nadia.     

"Apa kamu masih belum percaya kalau aku benar-benar mencintaimu suamiku?" ucap Nadia dengan tersenyum.     

"Aku hanya merasa takut saja kalau cintamu akan berpaling dariku. Tidak ada seorang wanita yang bisa menerima suami cacat seperti aku." ucap Jonathan seraya menelan salivanya menahan rasa sedih yang tiap kali menyelimuti hatinya.     

"Kalau tidak ada wanita yang mau dengan suami cacat seperti kamu, lalu aku siapa? Bukankah aku istrimu yang mencintaimu? yang tidak bisa hidup tanpa kamu." ucap Nadia menautkan keningnya pada kening Jonathan.     

Bara tidak bisa berkata apa-apa selain hanya memeluk Nadia dengan hati yang dipenuhi kebahagiaan. Hati dan perasaannya benar-benar terharu akan cinta Nadia yang terkadang dia rasakan begitu sangat tulus.     

"Terima kasih Nadia, istriku yang sangat aku cintai." ucap Jonathan dengan tersenyum menatap wajah Nadia yang memerah.     

Dengan perasaan gemas Nadia mencubit kedua pipi Jonathan.     

"Lihat suamiku sekarang, tadi merajuk dan sekarang tersenyum dan menggodaku lagi. Bagaimana sekarang aku bisa tidur kalau kamu mulai seperti ini?" ucap Nadia menatap gemas wajah Jonathan.     

"Baiklah istriku, kita akan tidur sekarang. Tapi kamu harus memelukku." ucap Jonathan dengan tatapan manja.     

Nadia menganggukkan kepalanya kemudian menyandarkan kepalanya di atas dada Jonathan dan memeluknya dengan erat.     

Jonathan tersenyum kemudian memejamkan matanya dan tidur dengan hati tenang.     

***     

Pagi hari....     

Sambil melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lebih, Gladys bergegas menyiapkan bekal makan siangnya.     

"Entah kenapa aku tidak bisa tidur semalaman, wajah pria mengesalkan itu kenapa tiba-tiba datang dalam mimpiku? sungguh sangat menyebalkan." ucap Gladys sambil menutup bekal makanannya dan memasukkannya ke dalam tas.     

"Dan sekarang lihat akibatnya aku jadi kesiangan. Apalagi sekarang Bos baruku sudah mulai masuk kerja. Bagaimana pendapatnya kalau melihat aku terlambat bekerja? pasti dia akan marah padaku. Apalagi dia seorang gay pasti emosinya tidak ada yang labil." ucap Gladys bicara pada dirinya sendiri sambil keluar rumah dan naik di atas motornya.     

Tiba di kantor, Gladys segera memarkirkan motornya di halaman samping dan bergegas masuk lewat pintu samping. Gladys berharap dengan lewat pintu samping dia bisa sampai di ruangannya tepat waktu.     

Karena tergesa-gesa Gladys tidak melihat seorang pria yang keluar dari pintu lift.     

"BRUKKK!"     

Berkas-berkas milik Gladys yang harus dia serahkan pada Bos barunya jatuh berserakan. Tanpa melihat orang yang di tabraknya Gladys segera memunguti berkas-berkas yang lebih penting baginya daripada yang lainnya.     

"Maaf Nona, aku tidak sengaja." ucap Pria itu sambil membantu Gladys memunguti berkas-berkas yang berserakan.     

Gladys mengangkat wajahnya dan sangat terkejut dengan pria yang ada di hadapannya.     

"Kamu!! kamu ada di sini?" tanya Gladys dengan wajah berubah dingin dan marah, apalagi melihat pria itu sama sekali tidak sopan datang ke kantor besar hanya dengan memakai kaos.     

"Ada apa Nona? kenapa anda menatapku seperti itu?" tanya Pria itu dengan tenang berdiri menatap Gladys.     

"Ada urusan apa kamu datang kesini? apa kamu mencariku? darimana kamu tahu aku bekerja di sini?" tanya Gladys dengan tatapan marah.     

"Maaf, sebaiknya anda pulang saja. Hari ini aku sangat sibuk karena Bos baruku masuk hari ini. Dan satu lagi, aku ingatkan padamu kalau ke kantor pakai pakaian yang sopan jangan hanya memakai kaos. Hargai kantor perusahaan ini." ucap Gladys dengan kedua alis terangkat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.