TINGGAL DI SINGAPURA
TINGGAL DI SINGAPURA
"Chello, apa semuanya sudah siap?" tanya Raka melihat Chello yang fokus dengan berkas-berkas kesehatan milik Danish.
"Sudah Ayah." sahut Chello dengan wajah terlihat lelah.
"Sebaiknya kamu istirahat Chell, kamu terlihat lelah." ucap Raka sambil menepuk bahu Chello.
"Sebentar lagi Ayah. Aku ingin pemberangkatan kita besok sudah tidak ada masalah." ucap Chello yang sudah bekerja keras tanpa henti selama tiga hari menyelesaikan semua urusan Danish.
"Ya sudah... kalau selesai kamu harus istirahat, Ayah ke kamar dulu." ucap Raka meninggalkan Chello yang masih sibuk dengan pekerjaannya.
Hampir dua jam berlalu, Chello baru selesai dengan pekerjaannya.
"Akhirnya tugasku sudah selesai, semoga ke depannya semuanya lancar dan baik-baik saja." ucap Chello sambil menekan kepalanya yang sedikit pusing.
Dengan kedua mata yang sedikit berkunang-kunang Chello menyandarkan punggungnya di sofa.
"Hal ini pasti tidak akan mudah bagiku. Melihat mereka berdua setiap hari pasti akan menyakiti hatiku secara perlahan. Aku harus kuat, aku harus bisa menahan rasa sakit dan cemburuku demi kebahagiaan mereka berdua." ucap Chello dalam hati sambil menghela nafas panjang kemudian memejamkan matanya.
***
Tanpa ada halangan, keberangkatan Chello, Danish dan Ayraa berjalan dengan sangat lancar. Raka dan Dokter Evan satu hari sebelumnya sudah berangkat lebih dulu untuk menyiapkan segala sesuatunya di rumah sakit yang telah di pilih Dokter Evan.
Tiba di Bandara Singapura, Chello dan yang lainnya sudah di jemput Raka dan di antar ke rumah yang sudah di kontrak Danish selama tinggal di Singapura.
"Akhirnya kita sampai di rumah." ucap Ayraa mengambil nafas lega sambil menegakkan punggungnya yang sedikit kaku.
"Ya Ayraa, ayo.. kita turun." ucap Danish seraya membuka pintu mobil dan membantu Ayraa turun.
"Cukup besar rumahnya Mas. Mas Danish selalu pintar kalau memilih rumah, sejuk dan nyaman." ucap Ayraa seraya menghirup udara segar pagi hari.
"Kali ini bukan aku yang memilihnya Ayraa, tapi Chello. Kalau kamu bisa mengatakan hal itu berarti seleraku dan Chello sama." ucap Danish kemudian mencari keberadaan Chello.
"Bibi Ratih, di mana Chello?" tanya Danish pada Bibi Ratih yang baru keluar dari mobil menggandeng Cahaya dan Danish kecil.
"Masih di dalam mobil Tuan, Tuan Chello masih tidur." ucap Bibi Ratih terlihat sibuk mengikuti Danish kecil dan Cahaya yang berlari-lari kesana kemari.
"Danish, Ayraa, kalian masuk saja. Rumah tidak Ayah kunci. Biar Ayah yang bangunkan Chello." ucap Raka yang cukup tahu Chello kurang sehat karena terlalu capek bekerja dalam beberapa hari terakhir.
Danish menganggukkan kepalanya, kemudian membawa beberapa kopernya masuk ke dalam rumah.
Raka menatap wajah Chello yang masih tertidur. Terlihat jelas wajah Chello sangat lelah.
"Chello, bangun." panggil Raka seraya menepuk pipi Chello.
Perlahan Chello membuka matanya melihat Ayahnya ada di hadapannya.
"Ayah? apa kita sudah sampai?" tanya Chello sambil mengusap kedua matanya.
"Ya...kita sudah sampai, sebaiknya hari ini kamu tidak melakukan apa-apa. Kamu harus istirahat total, Ayah tidak mau kamu sakit hanya karena terlalu banyak kerja dan pikiran." ucap Raka dengan wajah serius.
Chello terdiam, kemudian tersenyum setelah mendengar ucapan Ayahnya.
"Ya Ayah...aku akan istirahat seharian. Ayah jangan cemas, aku akan mendengarkan kata-kata Ayah." ucap Chello tidak ingin membuat Ayahnya kuatir.
"Ayah minta, kamu harus lebih kuat lagi untuk semua ujian ini. Kamu sudah berjalan terlalu jauh bertahan pada cinta yang belum tentu kamu dapatkan Chell." ucap Raka menatap sedih wajah Chello yang terlihat tenang.
"Apa yang Ayah pikirkan? aku tidak apa-apa Ayah. Ayah tenang saja, aku tidak akan sedih atau terluka dengan apa yang sudah aku lakukan. Aku menganggap Mas Danish dan Ayraa adalah teman dan juga saudaraku. Bukankah memang seperti itu Ayah? seperti Ayah dan Bunda Nicky." ucap Chello dengan tersenyum menggoda Ayahnya.
Wajah Raka memerah dengan ucapan Chello. Segera Raka meninju pelan bahu Chello.
"Kamu, kenapa kamu malah bercanda tentang Ayah dan Bunda kamu Nicky." ucap Raka dengan tersenyum.
"Aku tidak bercanda Ayah, aku mengatakan yang sebenarnya. Pada kenyataannya, Ayah bisa bertahan tetap bersahabat dan bersaudara dengan Bunda Nicky dan Ayah Bagas. Benarkan apa yang aku katakan Ayah?" tanya Chello seolah-olah mengikut jejak Ayahnya.
"Kamu benar Chell, rasa sayang yang tulus akan menjadikan suatu hubungan yang tidak akan pernah putus." ucap Raka seraya menepuk pipi Chello.
"Sekarang, ayo kita masuk ke rumah. Dan tetap seperti yang Ayah katakan, kamu harus istirahat total hari ini. Biar Ayah dan Dokter Evan yang mengurus semuanya." ucap Raka menatap penuh wajah Chello kemudian keluar dari mobil dan mengambil koper Chello dari bagasi mobil.
Dengan senyum terkulum Chello membawa tas ranselnya mengikuti Ayahnya masuk ke dalam rumah.
"Chello, mungkin Ayah jarang tidur di sini. Karena Ayah akan lebih banyak bersama Dokter Evan." ucap Raka menjelaskan pada Chello di mana dia akan lebih banyak tinggal.
"Ya Ayah... tidak apa-apa, yang penting Ayah juga menjaga kesehatan Ayah." ucap Chello meletakkan tas ranselnya setelah berada di kamarnya.
"Baiklah Chello, Ayah akan pergi sekarang. Dan kamu jangan kuatir, Ayah kemarin sudah belanja banyak untuk makanan kalian. Semua sudah Ayah masukkan ke dalam kulkas." ucap Raka dengan tersenyum sebelum keluar kamar.
"Terima kasih Ayah." ucap Chello merasa dirinya masih usia belasan tahun karena perhatian Ayahnya tidak berkurang sama sekali.
Raka menganggukkan kepalanya dan tersenyum kemudian menutup pintu kamar Chello dan pergi secepatnya untuk menemui Dokter Evan yang sudah menunggunya di rumah sakit.
Setelah Ayahnya pergi, Chello menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk, melepas semua rasa lelahnya.
Kedua matanya terpejam, merasakan rasa sesak di dadanya. Semua rasa menghimpit kuat perasaannya. Tak terasa di kedua sudut matanya menetes airmata kesedihannya. Namun dengan cepat Chello mengusapnya dengan kasar.
"Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat dengan semua ini." ucap Chello dalam hati menenangkan hatinya agar tidak terbawa oleh perasaanya.
"Drrrt...Drrrt... Drrtt"
Chello melihat ke arah ponselnya yang tergeletak di sampingnya.
Sambil menekan kepalanya yang masih pusing, Chello menerima panggilan dari Jessi.
"Chello!! apa kamu sudah sampai di Singapura?" tanya Jessi yang sudah berada di Singapura bersama Armand.
"Sudah Jess, barusan sampai. Bagaimana keadaan Armand?" tanya Chello masih dalam posisi tiduran.
"Sudah cukup baik, mungkin dalam dua Minggu mendatang baru akan operasi pemasangan kaki palsu." ucap Jessi berniat ingin menemui Chello dan Cahaya.
"Syukurlah kalau Armand baik-baik saja." ucap Chello merasa tenang.
"Chello...aku mau ke rumahmu, aku sangat rindu Cahaya." ucap Jessi dengan perasaan gembira.
Chello terdiam sesaat mendengar ucapan Jessi.