Lala-Jhon
Lala-Jhon
"Ingat janji kamu, untuk menungguku, karena aku tak akan pernah menghubungimu selama aku berjuang untuk hidup kita, untung bekalku menghalalkanmu. Entah itu berapa lama aku tak tahu." Kata Jhonatan menatap wajah yang tertunduk di depannya.
Sedangkan Bu Ranti yang menemani mereka berdua hanya tersenyum melihat sikap tegas Jhonatan pada sang anak, Bu Ranti sangat yakin jika Jhonatan akan menjadi suami yang baik untuk anaknya kelak. Yang harus dia lakukan hanya mengingatkan Lala untuk selalu menjaga hatinya dan membimbing anaknya agar bisa menjadi perempuan yang baik untuk Jhonatan.
"Aku akan ingat itu Jhon."
"Bagus, jangan pernah pindah dari rumah ini, tanpa sepengetahuanku." Tegas Jhonatan lagi pada Lala.
Lala mengangguk pelan, "Kamu hati-hati, dan selamat berjuang, aku juga akan berjuang untuk membahagiakan keluargaku, sebelum waktunya kau membahagiakan aku, kita sama-sama saling mendoakan agar perjuangan kita membuahkan hasil seperti yang kita inginkan."
"Amiin, jaga diri kamu baik-baik, selamat berjuang." Ujar Jhonatan sambil tersenyum lebar. Begitu juga Lala dan Bu Ranti.
"Ternyata ibu salah menilai kalian berdua." Ujar Bu Ranti sambil menatap wajah Jhonatan dan Lala secara bergantian.
"Kenapa buk?"
"Karena ternyata kalian sangat dewasa, aku kira kalian masih anak-anak yang berpikiran dangkal dan labil, ternyata ibu salah."
"Doakan kami ya buk." Kata Jhonatan pada Bu Ranti yang sedang tersenyum padanya.
"Iya, tentu ibu doakan yang terbaik untuk kalian, semoga kalian bisa berjuang bersama dan menuai kebaikan dari perjuanagan kalian."
"Amiin buk."
"kalau begitu, Jhonatan pulang dulu ya bu."
"Kenapa buru-buru?"
"Saya belum selesai menyiapkan perlengkapan yang akan saya bawa ke pesantren." Kata Jhonatan.
"Aku boleh ikut ke rumah kamu, Jhon?" Tanya Lala dengan wajah bersemu merah.
"Serius?"
"Boleh kan bu?" Tanya Lala pada Ibunya.
Bu Ranti tersenyum lalu mengangguk. "Pergilah, jaga kesopanan di sana."
"Iya bu."
"Saya pamit, BU. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, jangan ngebut naik sepedanya."
"Iya bu." Jawab Jhonatan dan Lala secara bergantian.
Bu Ranti menatap bahagia pada anaknya, tempo hari Danil dan Jelita datang menemui dirinya beserta sang suami saat Lala pergi bersama Jhonatan dan kawan-kawannya untuk melihat pengumuman di sekolah mereka.
Bu Ranti sangat bersyukur ternyata keluarga Jhonatan tidak seperti yang Ia dan suaminya pikirkan, Danil dan Jelita sangat bersahaja, tidak memandang orang lain dari segi harta mereka. Awalnya Pak Wijaya dan Bu Ranti sangat khawatir dengan keseriusan Jhonatan yang mungkin tak akan di restui oleh kedua orang tua Jhonatan, tapi semua praduga mereka luruh setelah Danil dan Jelita datang mengunjungi mereka, dan justru meminta Lala untuk menjadi istri Jhonatan kelak.
Bukan tanpa alasan Danil dan Jelita melakukan hal itu, melainkan karena mereka tahu betul bagaimana watak Jhonatan. Dia akan memegang janjinya sampai kapanpun.
"Apa Jhonatan sudah pulang?" Kata Pak Wijaya pada istrinya yang baru saja masuk ke dalam rumah sambil membawa gelas bekas minum Lala dan Jhonatan.
"Sudah pak, baru saja."
"Lalanya mana?"
"Lala ikut sama Jhonatan, kerumahnya."
"Naik sepeda?"
"Iya dia bawa sepeda sendiri."
Pak wijaya mendesah nafas berat, "Sekarang situasinya terbalik ya bu?"
"Terbalik Bagaimana Pak?"
""Sekarang kita yang dititipi Lala."
"Kok bisa Pak? Lala kan anak kita."
"Iya anak kita tapi sudah diminta sama keluarga Pak Danil tempo hari."
Bu Ranti duduk di samping suaminya, "Benar juga ya pak."
"Ya,. Semoga mereka bisa sama-sama menjalani hubungan jarak jauh ini, dan tidak membuat hal ini sebagai beban."
"Semoga saja, tapi ibu rasa mereka berdua sangat dewasa, dan Jhonatan juga sangat menghargai Lala, dan menjaga Lala dengan baik."
Pak Wijaya menganggukkan kepala, " Ibu Benar. Bapak Ga menyangka jika Jhonatan sangat dewasa, Pak Danil dan Bu Jelita sangat luar biasa dalam mendidik kedua anaknya, Yola juga sangat sopan, walau rumah ini adalah milik keluarganya, tapi dia tak mau sembarangan masuk ke dalam ruangan walau hanya ke mushola."
"Bu Jelita memang sangat luar biasa, cantik, bersahaja, dan kelihatan kalau kehidupan rumah tangga mereka sangat harmonis."
"Ya, keluarga mereka kaya raya bahkan tak akan habis sampai tujuh turunan tapi mereka mau berbesan sama orang seperti kita, ditambah lagi memeberikan pekerjaan yang baik untuk Bapak, sebagai wakil kepala sekolah, sungguh bapak ga mengira akan mendapatkan itu semua."
"Alhamdulilah Pak, paling tidak kita sangat bersyukur bahwa Lala diterima dikeluarga Pak Danil."
"Iya Bu, itu sudah sangat cukup. Apa lagi yang kita inginkan kalau bukan kebahagiaan anak-anak kita?"
"Ya, Pak."
Jhonatan mengoes sepedanya di samping Lala, dengan senyuman yang tersunging di wajah tampannya. Begitu juga dengan Lala, yang mengoes sepedanya disebelah kiri dan Jhonatan di sebelah kanan.
"Jhon, kalau dipesantren ada cewek yang lebih cantik dan lebih baik dari pada aku gimana?" Tanya Lala sambil menoleh pada Jhonatan sekilas, lalu kembali melihat ke jalanan komplek di depannya.
"Ya pasti ada, bukan pasti ada sih, tapi banyak. Namun satu hal yang harus kamu tahu, calon istri aku hanya kamu, La."
"Kita masih kecil, Jhon."
"Tapi saat aku keluar dari pesantren ini, usia kita pasti sudah dewasa, karena aku akan melanjutkan kuliah disana juga."
"Begitukah?"
"Iya, malah aku yang takut kamu ga sanggup menungguku."
"Mungkin, kalau ada pangeran dari negeri dongeng yang tiba-tiba turun ke bumi, mungkin aku akan berpaling darimu, dan memilih pangeran dari negeri dongeng itu yang pasti lebih tampan dari kamu." Lala tersenyum lebar, melihat aura Jhonatan yang tiba-tiba berubah kesal.
"Itu Cuma ada dalam hayalanmu, La."
Lala tertawa, lalu menoleh pada Jhonatan, dan tak terasa mereka telah sampai di rumah Jhonatan.
"Masuk, La." Kata Jhonatan saat mereka melintasi pagar rumah Jhonatan.
Lala mengikuti Jhonatan yang langsung masuk ke dalam garasi menaruh sepeda mereka disana, lalu masuk kedalam rumah bersama Jhonatan yang disambut senyuman Jelita dan Yolanda yang sedang bersama-sama duduk disofa depan televise.
"Assalamualaikum." Sapa Jhonatan dan Lala bersamaan lalu secara bergantian mencium tangan Jelita.
"Ciyeee… calon mantu." Goda Yola sambil nyengir pada Lala dan Jhonatan.
"Kenapa? Kamu ngiri?" Tanya Jhonatan sambil mencubit kedua pipi Yola.
"Aduh!! Sakit abang!!" Teriak Yola. Jhonatan hanya tersenyum lalu duduk di samping Yola, sedangkan Lala duduk di samping Jelita.
"Maklumin aja ya La, kalau disini kamu bakal kebrisikan sama ulah mereka berdua."
"Iya Tante, sudah biasa kok, mereka memang sering begitu disekolah juga."
"Abang kan suka iseng."
"Ih, kamu yang iseng duluan."
Jelita hanya geleng-geleng kepala melihat anaknya yang selalu bertengkar walau saling sayang.