Perjuangan 4
Perjuangan 4
"Kau harus membayar mahal kerja kerasku ini kak." Ucap Rey sambil tersenyum pada sang kakak.
"Tak masalah." Kata Ronald sambil menarik laptop milik Rey di atas meja.
"Luar biasa, kau benar-benar jenius, adik kecil."
"Aku bahkan sudah beristri, masih saja kau panggil aku adik kecil. Menyebalkan." Rey menyandarkan tubuhnya pada sofa di belakangnya, matanya terpejam sesaat sebelum ia membukanya kembali dan menoleh kearah kakaknya yang sedang memperhatikan tampilan di dalam laptop dengan seksama.
"kau bisa dengan mudah mengajukan kerja sama dengan mereka, kak." Kata Rey pada sang kakak.
"Mereka dengan mudah akan mengenaliku."
"pakailah perusahaanmu yang lain, jangan perusahaan yang ayah dirikan." Tandas Rey.
Ronald mengerutkan hidung, telingganya mendengar apa yang Rey katakana sedangkan matanya terus memperhatikan grafik di dalam laptop.
"Kamu benar, mereka sedang membutuhkan suntikan dana yang cukup besar, baiklah aku ikuti saranmu."
"kapan kakak berangkat?"
"Sekitar empat atau lima hari lagi, aku harus mengantarkan Rena pulang dulu ke tempat Danil, aku lebih tenang jika Rena bersama dengan Jelita dan Danil, seperti yang dikatakan Danil sebelum aku menikahinya."
"Aku rasa juga begitu, kakak tenang saja, aku akan tetap membantu kakak dari sini, aku akan berusaha mengurus perusahaan dengan baik."
"Jangan terlalu memforsir tenaga dan pikiranmu, Rey. Aku tak mau kamu sakit." Ucap Ronald sambil menepuk pundak Rey pelan.
"Kakak jangan khawatir, aku pasti baik-baik saja. Andai aku sakitpun, istriku itu dokter dia pasti merawatku dengan baik."
"Benar juga."
"Oya, Rey. Kemarin ayah telpon katanya pabrik yang di negara F sedang bermasalah, apa kau sudah tahu tentang itu?"
"Tentu saja, bahkan aku yang membobol semua laporan di computer yang dipakai para karyawan dan para direksi di pabrik ayah."
"Dasar gila kamu, lalu apa hasilnya?"
"Ada enam orang yang melakukan korupsi, mereka memanipulasi laporan yang selama ini di kirimkan ke ayah."
"Lalu?"
"Sepertinya mereka semua dipecat, aku akan melakukan hal yang sama dengan ayah jika berada diposisinya."
"Hm. Para pelaku korupsi itu tidak tahu bagaimana kita dengan susah payah mendirikan perusahaan, sampai bisa menggaji mereka." Ujar Ronald.
"kakak benar, banyak orang yang dengan tega melakukan korupsi diperusahaan untuk kepentingan pribidi mereka, padahal akibat yang ditimbulkan akan sangat fatal, bagaimana jika perusahaan itu sampai bangkrut maka tak ada lagi lapangan kerja untuk mereka, imbasnya pada kestabilan keamanan, banyak tindakan kejahatan karena kepepet tidak punya pekerjaan."
"Iya, kamu benar Rey."
"Kakak menginap disini kan, Sejak kalian menikah Rena belum diajak menginap disini. Lagipula sepertinya mereka sedang menyiapkan makan malam."
"Tentu kami menginap disini, aku sudah kangen masakan mama."
"Oya, bagaimana Om Richard?" Tanya Rey pada sang kakak.
"Beliau sudah menyerahkan diri, sekarang sedang proses penyelidikan, sepertinya pengacara Ayah mertuaku mengajukan penundaan penahanan hingga proses persidangan."
"Jika memang pengacara Om Richard mengajukan penundaan penahanan hingga proses siding di mulai, aku rasa akan dikabulkan, mengingat Om Richard sudah mau memenuhi janjinya untuk menyerahkan diri."
"Aku rasa juga begitu."
"Rey, kok papa belum pulang? Coba kamu telpon papa." Ucap sang mama menginterupsi perbincangan mereka.
"Oke ma." Sahut Rey lalu menekan ponselnya, namun ternyata Rey sudah mendengar suara deru mobil sang ayah di halaman.
Rey segera bangkit dan berjalan ke ruang tamu, untuk memastikan bahwa yang pulang adalah papanya.
"Assalamualaikum." Ucap sang papa dengan senyuman lembut kea rah Rey yang sudah menunggunya di teras.
"Waalaikumsalam, Pa. Baru saja Rey mau telpon papa, ternyata papa sudah sampai rumah, apa ada masalah di kantor sampai papa pulang jam segini?."
"Tidak, hanya saja ayah harus membantu sahabat sinting ayah, yang pabriknya sedang ada masalah."
"Ayah Handoko maksudnya?" Ujar Rey sambil terkekeh.
"Siapa lagi. Ayo masuk." Ajak sang papa lalu merangkul pundak Rey membimbingnya masuk ke dalam rumah.
"Jadi sekarang apa yang terjadi dengan pabrik teman papa yang sinting itu?" Tanya Rey yang membuat Tuan Sanjaya langsung berhenti melangkah dan menoleh menatap sang anak.
"Anak nakal, ayah sendiri kau bilang sinting." Ucap Tuan Sanjaya sambil menepuk pundak Rey, dan Rey hanya tertawa kecil menanggapi ucapan sang papa.
"Pabrik ayahmu akan baik-baik saja, dia begitu handal menangani permasalahan kantor, yang membuat dia sinting adalah, karena ayahmu membawa perempuan cantik berjilbab, masih muda, yang menjadi asistennya, selama menangani pabrik bermasalah itu." Kata Tuan Sanjaya, yang membuat Rey sedikit terkejut.
"Waw, bagus dong, Pa."
"Bagus apanya?"
"baguslah, sekarang ayah berani membuka hati pada seorang perempuan, kasian mama kan kalau kalian lagi kumpul, mama yang harus menyiapkan kopi dan makanan kalian berdua, jika ayah menikah lagi itu akan seru, aku akan punya ibu tiri, luar biasa." Ujar Rey, Tuan Handoko mengerutkan dahinya mendengar sang anak yang tak lagi bujang itu berbicara dengan tersenyum bahagia.
"Dia masih sangat muda." Ujar sang ayah.
"Kak Ronald juga menikahi Rena yang masih sangat muda."
"Tapi aku kasian sama siperempuannya."
"Kenapa begitu?"
"Karena harus merawat pria tua Bangka yang sinting kayak ayah kamu." UCap sang papa yang langsung meninggalkan Rey yang sedang tertawa.
"Ada apa Pa, bahagia banget kayaknya." Tanya Ronald yang menyusul mereka di ruang tamu karena mendengar suara tawa Rey.
"Ada apa Rey?"
"Ayah mau kawin lagi kak." Ucap Rey sambil tersenyum lalu meninggalkan sang kakak yang masih terbengong mendengar apa yang di katakana Rey baru saja.
Ronald tersenyum kecut, mengingat karena dirinyalah sang bunda mengakhiri hidupnya, lalu dia kembali mengingat para penculik itu, kedua tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.
'Aku akan menghancurkan kalian semua.' Batin Ronald.
Ronald melangkah menuju ke meja makan dimana ada Rey dan sang mama yang sedang merapikan makanan di atas meja.
"Mama masak rending ga?" Tanya Ronald sambil memeluk sang mama dari belakang.
"Masak dong sayang, kusus untuk anak-anak mama yang udah ga bujang." Jawab sang mama sambil tersenyum hangat, lalu menepuk tangan Ronald yang melingkar di pingangnya.
"Sana peluk istrimu saja." Ucap sang mama selanjutnya.
"Masih kangen sama mama." Jawab Ronald, sedangkan Rey hanya mengelengkan kepalanya pelan melihat kemanjaan sang kakak pada mamanya.
"Anak manja." Ucap sang mama.
"Biarin, yang penting mama tetap sayang."
"Mama akan tetap sayang sama kalian semua, cepat kalian kasih cucu saya mama." Ujar sang mama sambil tersenyum hangat pada kedua putranya.