Penyesalan Richard
Penyesalan Richard
Richard menutup ruangan itu dan menguncinya dari dalam. Perhatiannya kembali pada surat yang teronggok diatas meja, kemudian ia meraihnya dan mendekap surat itu erat, surat dari seorang wanita yang sangat ia cintai. Laila.
"kak Frans, maafkan lah aku, maafkan aku yang egois dan tak pernah mau mndengar penjelasan darimu, hingga ketika kau tiada pun aku tak ada disisimu, maafkan aku kak. Maafkan aku."
"Danil adalah anakku, buah dari kesalahanku dengan Laila, tapi kau yang menangungnya, karena kau sangat menyayangiku."
"Kak Frans, tolong maafkan lah aku." Ratap Richard sambil menelungkupkan kepalanya ke atas meja.
Kemudian ia mengingat sesuatu, alamat yang dituliskan oleh Laila pada suratnya, ya, alamat yang akan membawanya bertemu dengan anak kandungnya, anak bersama istrinya yang pergi meninggalkannya 16 tahun yang lalu karena tak kuat menahan sikap kasar yang selalu diberikan olehnya.
"Aldo!!" Teriak Richard , dan orang yang dipanggilpun langsung datang menghadap tanpa banyak kata.
"Ya bos." Jawab Aldo.
"Siapkan helicopter, saya akan pergi keluar, dan kamu ikut dengan saya."
"Baik boss."
Tak butuh waktu lama, Richard dan Aldo sudah mengudara mengunakan helicopter pribadi miliknya.
"Aldo, jika kau ada pilihan untuk hidup normal seperti orang lain, menikah, punya anak dan mempunyai pekerjaan yang bagus, apa kau akan tetap bersamaku?"
"Tuan, anda yang mendidik dan membesarkan saya bahkan keluarga saya anda yang memberi mereka makan, sampai kapanpun saya akan tetap bersama tuan, entah itu dalam hal kebaikan atau keburukan."
Richard tersenyum, "Apa kau tidak menginginkan hidup dengan normal?"
"Setiap orang menginginkannya tuan, tidak terkecuali saya, namun takdir membawa saya kepada kenyataan ini, saya hanya menjalaninya saja tuan."
"Baiklah, jika urusanku sudah beres, kau rubah villa kita yang ada di pulau menjadi peternakan sapi, dan kalian semua yang selama ini hidup bersamaku dipulau, mulailah bekerja untuk sapi-sapi itu."
"Maksud anda apa Tuan?"
"Saya akan menyerahkan diri,setelah ini."
"Apa!!"
Richard menepuk pelan bahu Aldo lalu tersenyum, "hiduplah dengan baik, kalian tak perlu mempertaruhkan nayawa untuk melindungi bisnis haramku."
"Tapi tuan.."
"Turuti kemauanku, bombing kawan-kawanmu menjadi manusia yang lebih baik, dan simpan senjata kalian semua digudang bawah tanah, kuncilah dengan rapat dan jangan dibuka kembali."
"Baiklah Tuan, apa saya perlu menghubungi pengacara Tuan?"
"Ya, tentu saja."
"Baik nanti akan saya lakukan."
"kita sudah sampai, ayo kita turun."
"Silahkan Tuan."
Richard dan Aldo berjalan ke arah mobil yang telah menunggu mereka, kemudian tak menunggu lama, mobil itu meluncur ke jalanan menuju alamat yang diberikan oleh Laila padanya.
Pikiran Richard melayang, memikirkan segala sesuatu yang akan terjadi setelah ini, apa yang akan ia katakana pada mantan istrinya dan juga pada anaknya. Lalu bagaimana jika dia sudah menikah dan masih banyak lagi yang Richard pikirkan, hingga suara sopir pribadinya menginterupsi lamunannya.
"Kita sudah sampai di alamat yang kita tuju, Tuan." Ucap sang sopir penuh hormat.
Richard menatap ke sekeliling, jalanan yang ramai dan penuh bangunan di kanan dan kirinya, serta berderet warung dan rumah makan berada disana.
Dan pandangannya berhenti pada sebuah toko yang menyediakan beragam bunga yang cantik dan warna-warni, terlihat disana gadis muda berbadan kurus, dengan setelan celana pendek sebatas lutut dan kaos oblong warna putih, serta rambut panjang yang dikucir di atas kepalanya sedang asik melayani pelanggan yang datang ke toko itu.
"Apa kita akan turun disini, Tuan?" Tanya Aldo.
"Ya, ayo kita turun." Ajak Richard. Dan Aldo dengan sigap membukakan pintu untu Tuannya.
Dengan langkah pelan Richard berjalan menuju kearah toko bunga itu, kemudian melihat ke sekelilingnya, di atas pintu toko terdapat tulisan 'Sekar Arum Forist', Richard tersenyum mengingat nama Sekar, seorang wanita berdarah campuran yang ia nikahi untuk membuat Laila cemburu namun gagal, karena Laila tetap setia pada Frans hingga akhir hayatnya.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Ucap gadis berponi dengan ramah pada Richard.
Richard tertegun melihat wajah gadis itu, wajahnya mirip dengan wanita yang sering Ia sakiti, Sekar mantan istrinya.
"Oh, saya . . . saya . . . Sedang mencari seseorang." Jawab Richard gugup.
"Anda sedang mencari siapa?" Ucap Sang gadis dengan tersenyum ramah.
"Siapa namamu?"
"Apa?!" gadis itu tak mengerti mengapa laki-laki paruh baya itu menanyakan namanya.
"Siapa namamu?" Ulang Richard.
"Nama saya Rena__Rena zakariya."
"Zakariya?"
"Ya, itu nama ayah saya." Ucap Rena mulai curiga.
"Apa kau mengenal wanita ini? Katanya dia tinggal disini." Richard menyodorkan selembar foto pada Rena, setelah melihat foto itu Rena mengernyitkan dahi kemudian balik bertanya pada Richard.
"Ini foto ibu saya, kenapa ada pada anda?" Rena mulai waspada terhadap pria di depannya ini.
"Ibumu? Lalu dimana sekarang ibumu, bolehkah saya bertemu dengannya?" Tanya Richard dengan hati berdebar karena dia yakin bahwa yang ada di hadapannya saat ini adalah putrid kandungnya.
"Ibu saya sudah meninggal beberapa bulan yang lalu." Jawab Rena sambil menatap Richard dengan tatapan waspada namun penasaran, apa maksud laki-laki itu menanyakan ibunya.
"Bolehkan saya masuk."
"OH, maaf saya jadi lupa mempersilahkan anda masuk."
"Tidak apa."
"Silahkan Tuan, tapi maaf saya hanya punya tempat duduk seperti ini saja, karena sebagian rumah saya sudah saya jadikan toko."
Richard menatap kesekeliling ruangan yang di penuhi bunga-bunga cantik dan wangi dan juga rapi, dan di pojok rak ada foto wanita beserta seorang laki-laki dan seorang anak perempuan, yang Richard yakini itu adalah Rena.
"Dimana ayahmu?" Richard menatap Rena yang sedang memainkan jemarinya dan duduk di hadapannya.
"Ayah saya juga sudah meninggal."
Richard menatap gadis belia di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan.
'Malang sekali nasibmu, anakku. Kau hidup sendiri terlunta-lunta tanpa ada orang lain disisimu yang menjagamu, sungguh aku ayah yang tak berguna, kedua anakku menderita karena perbuatanku, ya Allah adakah pintu taubatmu masih terbuka untuk hambamu yang hina ini?' Gumam Richard dalam hati.
"Rena, saya tak tahu dari mana saya harus menyampaikan ini padamu, tapi jika kau membaca surat ini maka kau akan tahu siapa aku." Ronald tertunduk bingung tak tahu bagaimana seharusnya dia bersikap pada anak kandungnya karena kesalahan yang ia perbuat.
Rena mengambil surat yang ada di gengaman Richard kemudian membacanya. Air mata Rena menetes seiring dengan usainya ia membaca isi surat itu.
"Jadi kau ayahku? Ayah kandungku?" Rena menunduk dia bingung harus berbuat apa, namun beberapa detik kemudian Ia memeluk Richard dengan erat, dan memanggilnya "Ayah."
Richard tak mampu membendung air mata nya dan dengan erat pula ia kemudian membalas pelukan anak gadisnya.
"Rena anakku, anak ayah, maaf kan ayah sayang, maafkan ayah." Ronald bersyukur dalam hati karena Rena tak membencinya, dan dia percaya bahwa dia adalah anak kandung dari seorang Richard Mahendra.
"Kau tidak marah pada ayah? Kau tidak membenci ayah?" Tanya Richard setelah mengurai pelukannya dan mengusap air mata di pipi Rena.
Rena mengelang. "Sebelum Ibu meninggal, ibu sudah menceritakan padaku, bahwa aku bukan anak ayah Zakariya, dia adalah seorang pegawai dikantor ayah, yang iba akan nasib bunda, karena itu ayah Zakariya menolong bunda dengan menikahinya, dan mereka tak mempunyai anak lagi selain aku."
"Ya Allah, maafkan ayahmu, Nak."
"Tak perlu minta maaf ayah, Bunda dan Ayah Zakariya selalu mengatakan bahwa ayah orang yang baik. Ayah hanya sedang khilaf dan marah, itu saja."
"Bunda dan ayah tirimu membesarkan mu dan mendidikmu dengan baik sayang, kau juga baik seperti kakakmu."
"kakak?"