aku, kamu, and sex

Hampa



Hampa

1Ronald melihat ke arah toko bunga yang belakangan ini selalu ia datangi, ia mengerutkan dahi ketika melihat Rolling dor toko tertutup rapat, karena tak biasanya Rena menutup tokonya pada jam-jam seperti ini. Rena akan menutup tokonya ketika ia akan berangkat ke sekolah, dan ini hari sabtu yang artinya Rena tidak ada aktifitas belajar di sekolahnya, lalu kenapa jam segini ia sudah tutup, bahkan lampunya tak satupun yang menyala.     

Ronald keluar dari dalam mobil sportnya, dan membuka Rolling dor yang ternyata tak dikunci oleh Rena, walau hanya dengan pantulan cahaya lampu dari luar Ronald masih bisa berjalan ke arah saklar lampu berada, kemudian menyalakannya. Menutup kembali Rolling dor kemudian masuk ke dalam kamar Rena, mencari keberadaan gadis yang beberapa minggu ini mengisi hari-harinya.     

Kamar Rena kosong, lalu Ronald menyentuh ranjang Rena. Dingin. Itu artinya Rena tak menggunakan ranjang itu untuk waktu yang sedikit lama. Melangkah ke dapur dan kekamar mandi, semua masih sama seperti terakhir kali ia datang ke rumah ini.     

"Kemana kamu, Rena?" Ucap Ronald sendiri.     

Ronald melangkah pelan menuju toko bunga yang ada di ruangan paling depan rumah itu, dan duduk ditempat yang sama dimana Rena dan dirinya sering bercanda dan saling menanti satu sama lain.     

Ronald menyalakan rokok untuk menghilangkan kesunyian yang tiba-tiba menyeruak didalam hatinya, matanya menatap ke seluruh ruangan yang berisi dengan berbagai macam bunga, dan berhenti pada foto yang berada didalam rak.     

Ronald bangkit dari duduknya dan mendekat kearah rak yang berisi berbagai macam vas bunga dan foto Rena.     

Ronald menarik selembar kertas yang tertancap pada bingkai foto, kemudian membukanya.     

Ronald mendesah nafas berat, kembali menyesap rokok yang berada dalam jepitan jemarinya.     

"Tapi kamu pergi kemana, Ren. Kenapa ga bilang, kenapa ga menelponku." Ucap Ronald sendirian.     

Kemudian ia merogoh saku celananya dan mendial nomor Rena, namun apa yang baru saja ia dengar dari dalam kamar Rena, dengan langkah cepat Ronald masuk ke kamar Rena dan menemukan ponselnya teronggok di atas meja belajarnya.     

Lagi, Ronald hanya mampu menarik nafas panjang. Kemudian berdesis, "Masih saja ceroboh."     

Ronald mematikan rokoknya, dan meletakkan begitu saja sisa rokoknya diatas meja belajar Rena.     

Melepas sepatunya dan merebahkan tubuhnya pada kasur milik Rena, dengan posisi menelungkup, matanya melihat guling yang sering dipakai Rena, kemudian ia memeluknya erat seolah itu adalah Rena. Gadis kecil yang membuatnya selalu tertawa karena kepolosan dan kelucuannya. Perlahan Ronald mengatupkan matanya, dan hidungnya mencium bau harum sampo yang menempel di bantal yang ia gunakan.     

Rindu. Rasa itu tiba-tiba saja datang menghampiri hatinya yang mendadak terasa hampa.     

"Besok pasti dia akan kembali." Gumamnya lirih.     

Ronald tertidur hingga keesokan paginya, mengucek kedua matanya perlahan, dan segera terbangun ketika teringat Rena. Apa gadis itu telah kembali? Ronald segera bangkit dari tempat tidur dan melangkah cepat ke dapur, kamar mandi, tempat cuci baju lalu berlari ke depan ke toko bunga, namun tak Ia temukan sosok yang ia cari.     

Rena belum kembali, Renanya belum kembali. Ronald masih berpikir bahwa mungkin nanti siang atau sore Rena akan kembali ke rumah, dengan langkah gontai Ronald kembali masuk ke dalam dapur dan membuat sarapan serta kopi untuknya.     

Lagi-lagi bayangan Rena yang sedang menemaninya sarapan, bahkan sering mengejek jika makanan yang ia buat tidaklah enak, semua kenangan bersama Rena terbayang di pelupuk mata. Baru saja satu hari Ia tak bertemu Rena, tak melihat wajah imutnya, kenapa hatinya begitu rapuh? Kenapa hatinya begitu merindukannya? Ronald bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa dia mulai jatuh cinta pada gadis kecil itu? Benarkah? Lalu perasaan apa yang ia rasakan pada Jelita? Cintakah? Kagumkah? Atau apa?     

Ronald lekas menghabiskan kopinya, kemudian mencuci gelas bekas ia menyeduh kopi.     

Kembali ke kamar Rena dan melihat isi lemari Rena, sebagian bajunya tak ada di tempatnya, tas ranselnya pun tak ada disana.     

"Sebenarnya kamu pergi kemana, Ren?"     

Ronald mendesah, dan menatap ponselnya yang ia taruh di atas kasur Rena, melihat foto Rena dan dirinya yang sedang tersenyum bahagia diantara bunga-bunga, entah sudah berapa lama foto itu terpampang di layar ponselnya.     

Ronald merasa nyaman dan bahagia bersama gadis kecil itu, gadis yang lebih pas menjadi keponakannya dari pada kekasihnya, namun perasaan tak pernah bisa di bohongi dengan dalih apapun, cinta tetaplah cinta.     

Ronald membuka ponselnya, melihat ke aplikasi penyimpanan foto, mengesernya satu persatu foto demi foto, kemudian Ronald tersenyum melihat foto Rena yang sedang tidur telungkup di atas meja belajar hanya dengan memakai handuk saja.     

Wajahnya yang tertutup rambut panjang itu membuat Ronald selalu rindu untuk membelainya, menguncir rambutnya yang panjang adalah hobinya setelah mengenal Rena.     

Ya, Ronald seringkali memanjakan Rena, dengan menyisir rambutnya yang berantakan kemudian menguncirnya ke atas sesuai seleranya. Kemudian Menyelipkan bunga diantara kunciran rambut Rena. Hal-hal yang tak pernah ia bayangkan bisa ia lakukan. Dan yang tak terbayangkan lagi, hal itu dapat ia lakukan pada seorang gadis imut yang lucu bahkan usianya baru bisa di katakana dewasa beberapa bulan yang lalu.     

Ronald kembali merebahkan tubuhnya di kasur milik Rena, sambil matanya masih menatap wajah Rena di layar ponselnya.     

"Rena, kenapa kau bisa membuat aku seperti ini?"     

"Apa yang kau lakukan padaku sebenarnya?"     

"Jika kau tak pulang juga hari ini, aku akan tetap menunggumu, dan menantimu disini, seperti yang kau katakan, akau akan kembali."     

"Awas saja jika kau mengingkari janjimu, aku akan mencarimu, dan menghukummu karena berhasil membuatku resah dan merindukanmu setengah mati."     

"Rena, apa kah benar aku jatuh cinta padamu?"     

"Apa Rindu ini berarti aku mencintaimu?"     

"Kau harus menjawab pertanyaanku setelah kau pulang nanti."     

"Rena, aku merindukanmu, kau tahu? Aku selalu sebal jika kau memanggilku om, tapi kenapa justru saat ini aku merindukan suaramu memanggilku om?"     

"Rena, apa jatuh cinta padamu harus segila ini?"     

"Oh, Ya Allah . . . pergi kemana sebenarnya kau Ren?"     

Ronald kembali memeluk guling dan mencium harum yang tertinggal dibantal milik Rena. Bau Harum yang meneduhkan hatinya, yang mampu menaruh harapannya bahwa Rena akan kembali. Walau entah berapa lama ia akan menunggu Rena, Renanya, gadis kecil yang sudah di klaim menjadi miliknya.     

Ronald memeluk lebih erat guling milik Rena, dan tak lama Ia tertidur pulas tanpa perduli dengan perutnya yang terasa lapar dan minta untuk diisi.     

Cinta memang aneh, tak perduli umur, tak perduli bagaiman wajah atau rupa, tak perduli dari mana asalnya, jika cinta sudah bicara, kita mau bilang apa?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.