aku, kamu, and sex

Kerinduan Rena



Kerinduan Rena

1Rena menatap bunga-bunga dihadapannya, kemudian mengambil gunting tanaman yang tadi ia bawa, memotong tangkai dan daun yang telah layu atau kering, kemudian menyiram tanaman itu agar kembali tumbuh subur.     

Rena berjongkok diantara bunga-bunga yang sedang mekar, rasa rindu pada sosok pria yang ia sebut sebagai 'Om' sangat menganggunya, ingin dia berlari pulang ke rumahnya atau menemui pria itu di kantornya agar rasa rindu yang membelengunya hilang dari hatinya, namun ia tak mampu melakukan itu.     

"Sayang." Richard menunduk dan memegang pundak sang anak tercinta.     

"Ada apa, hm..?" Tanya Richard dengan lembut.     

"Ayah, apa ayah pernah merindukan seseorang?" Tanya Rena pada sang ayah sambil mendongak mempertemukan dua mata yang saling menatap.     

"Apa yang ingin kau katakan sebenarnya." Richard tak mengerti arah pembicaraan Rena, apa dia sedang menguji rasa cintanya pada mendiang sang ibu atau memang benar hanya sekedar bertanya.     

"Apa ayah pernah merindukan seseorang? Rasanya ingin terbang untuk menemui orang itu dengan segera." Ucap Rena sambil beranjak berdiri, diikuti Richard yang juga menegakkan tubuhnya.     

"Kau sedang merindukan seseorang?" Tanya Richard sambil mengandeng tangan Rena untuk keluar dari area tanaman bunga yang mengelilinginya dan duduk di gazebo taman.     

"Apa anak ayah sedang jatuh cinta?" Richard terkekeh melihat ekspresi wajah yang mengemaskan putrinya.     

"Memangnya jatuh cinta itu seperti apa, Yah?" Tanya Rena dengan polosnya yang malah membuat sang ayah tertawa karenanya.     

"Seperti itu." Jawab Richard sambil menunjuk bunga yang sedang mekar.     

Dahi Rena mengernyit, "Rena ga ngerti, Yah. Apa hubungannya bunga dengan jatuh cinta? Apa karena setiap cowok yang mau nembak ceweknya selalu kasih bunga?"     

Richard tertawa kemudian menuangkan the chamomile untuk Rena dan dirinya. Richard menarik nafas panjang kemudian menatap Rena yang menatapnya dengan wajah yang penuh Tanya dan keingin tahuan. Pasalnya ia ingin meyakinkan rasa yang ada untuk Ronald.     

"Bunga adalah tanaman yang berasal dari alam, yang bisa tumbuh dimana saja dan kapan saja tak perduli musim atau waktu pukul berapa, sama halnya cinta yang bisa tumbuh kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa saja. Bunga yang sudah tumbuh karena sifat alami akan lebih indah jika kita rawat dan pelihara, kita jaga agar bunganya tak layu sebelum waktunya ia gugur, begitu juga dengan cinta, kita harus menjaganya agar selalu rindang dan hidup subur dihati kita, agar keindahan dan rasa bahagia itu tetap ada dan terus terjaga." Ucap Richard sambil menatap ke berbagai hamparan bunga di hadapannya.     

"Aku pernah menyuruh seseorang untuk menungguku, entah kenapa Rena mengatakan hal itu padanya, Rena seolah takut ia pergi dari hidup Rena." Ucap Rena dengan menunduk dan menautkan jari-jari tangannya.     

"Apa itu orang yang sama dengan yang memberimu handphone?"     

Rena mengangguk.     

"Kau menyukainya?"     

"Rena selalu nyaman didekatnya, Yah. Rena selalu merasa aman jika disisinya. Walau dia juga menyebalkan. Kadang sifatnya yang sok jadi bos gitu bikin Rena males."     

"Apa dia memang seorang bos?"     

Rena mengeleng, "Rena ga tahu, tapi uangnya banyak, dia aja bisa bantu Rena membayar hutang Rena pada rentenir, langsung kasih uang ke Rena kes sepuluh juta, Yah. Tapi Rena menganggap itu sebagai hutang dan dia tak keberatan, harusnya akhir bulan ini aku mencicil hutangku padanya." Wajah Rena berubah sendu.     

"Ayah rasa dia orang yang baik, nyatanya dia tak berbuat macam-macam padamu, walau dia sering menginap di rumahmu."     

"Ya, mungkin juga karena dia tak tertarik padaku, dan hanya menganggapku sebagai adiknya atau siapanya gitu, bisa jadi kan, yah."     

Richard menarik nafas panjang, "Aku tunggu kau mengenalkannya pada ayah, sekarang kau harus bersiap-siap kita akan berangkat ke tempat kakakmu sebentar lagi."     

"Naik pesawat lagi?"     

"Ya, tapi kamu tenang saja, ada ayah, kita akan pakai pesawat pribadi milik kita, jadi tak perlu kau khawatirkan."     

Rena mengangguk kemudian meminum teh yang tadi di berikan oleh ayahnya, dan meminta ijin pada sang ayah untuk ke kamarnya.     

Richard sangat memanjakan putrinya selama satu minggu berada bersamanya, bahkan bunga-bunga di taman itu sengaja ia buatkan untuk Rena agar tidak merasa bosan harus terkurung di pulau pribadi miliknya. Entah berapa banyak waktu lagi yang ia punya untuk bisa menemani putrinya dan juga mendekap Danil sebagai putra kandungnya bukan lagi sebagai keponakannya.     

"Ayah datang, Nak." Richard bergumam, kemudian melangkah masuk ke dalam rumah besarnya untuk bersiap-siap mengunjungi Danil dan Jelita.     

Di negara A, Jelita tersenyum bahagia kala mendapat kabar dari Rey jika Richard akan datang dan mendonorkan sum-sum tulangnya untuk Danil.     

"Mas Danil!" Jelita berteriak memanggil nama suaminya yang sedang berada di ruang kerjanya, dan tak lama Danil membuka pintu ruangannya, Jelita tersenyum lebar dan segera memeluk suaminya dengan erat, walaupun Danil tak mengerti dengan sikap Jelita yang terlihat begitu bahagia, namun Danil membalas pelukan istri tercintanya dengan hangat dan tak kalah erat.     

"Ada apa, sayang?" Tanya Danil sambil mengusap kepala istrinya yang tertutup jilbab.     

"Rey baru saja mengirim kabar, jika paman Richard akan segera datang kemari, dan beliau juga bersedia mendonorkan sum-sum tulang belakangnya untukmu, mas." Ucap Jelita dengan tersenyum lebar.     

Danil sudah menebak hal ini akan terjadi setelah Richard membaca surat dari ibundanya.     

Danil tersenyum bahagia, "Alhamdulilah, semoga ini jalan menuju kesembuhanku, Jelita. Aku ingin lebih banyak menghabiskan waktuku bersamamu dan anak-anak kita."     

"Amiin, iya mas."     

"Ada apa, kelihatannya kalian bahagia sekali." Tegur Tuan Handoko yang baru saja membuatkan pancake untuk Jelita.     

"Wah, pancakenya sudah jadi? Jelita benar-benar tak menyangka jika apa yang di ceritakan papa tempo hari itu benar, ayah pandai membuat pancake." Ujar Jelita sambil tangannya mengambil satu buah pancake yang di bawa oleh Tuan Handoko.     

"Ayo duduk, kita makan pancakenya bersama-sama." Ajak Tuan Handoko pada Danil dan jelita.     

"Tadi kalian belum menjawab pertanyaan ayah, kenapa kalian terlihat begitu bahagia sekali? Hm..?" Tanya Tuan Handoko setelah mereka duduk di ruang keluarga.     

"Paman Richard bersedia mendonorkan sum-sum tulang belakangnya untuk mas Danil, yah."     

"Alhamdulilah, baguslah kalau begitu, segera hubungi papa dan mamamu tentang hal ini pasti mereka juga sangat bahagia mendengarnya."     

"Jelita kira, mereka sudah tahu yah, karena yang menyampaikan hal ini pada jelita itu si Rey, jadi pasti Rey sudah menceritakan pada mama dan papa." Tandas jelita.     

Dua hari yang lalu, papa dan mama beserta Ramond sudah kembali ke negara asalnya untuk membantu Rey dalam menyiapkan pernikahannya, sedangkan Tuan Handoko akan datang nanti satu hari sebelum acara pernikahan terlaksana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.