aku, kamu, and sex

Pertemuan Richard dan Danil



Pertemuan Richard dan Danil

0Hampir lima belas jam Rena dan Richard Mahendra terbang dengan menggunakan pesawat pribadi miliknya menuju ke negara A dimana Danil dan Jelita tinggal. Kini mereka berada di dalam sebuah mobil yang akan membawa mereka ke kediaman Danil dan Jelita.     

"Ayah, akankah kak Danil akan menerimaku?" Tanya Rena sambil mengengam telapak tangan sang ayah yang terasa begitu besar baginya.     

"Tentu saja, Danil adalah orang yang baik, kamu jangan khawatir ya." Ucap Richard menepuk pungung tangan anaknya pelan, kemudian mengecupnya.     

"Ya ayah. Ayah orang baik pasti kak Danil juga orang yang baik juga seperti ayah."     

"Kita sampai, Tuan." Ucap sang sopir. Aldo yang ikut bersama mereka langsung dengan sigap membuka pintu mobil untuk Richard sedang kan sang sopir membuka pintu mobil untuk Rena.     

Rena dan Richard sama-sama menatap rumah yang berukuran cukup besar dan ada anak tangga serta teras di depan rumahnya, tak lama pintu rumah itu terbuka menampilkan Danil dan Jelita yang bergandengan tangan keluar dari rumah untuk menyambut kedatangan Richard dan Rena.     

"Assalamualaikum, Danil." Ucap Richard lirih namun masih terdengar dengan jelas di telingga Danil dan Jelita, Danil tersenyum kemudia mendekat dan memeluk Richard dengan erat.     

"Waalaikumsalam, ayah." Richard tercekat, kala mendengar Danil menyebutnya 'ayah'' dan tanpa sadar air matanya menetes dan tangannya memeluk Danil erat.     

"Maafkan aku ayahmu ini Danil, maafkan ayah yang tak mengenali anaknya sendiri, maafkan ayah yang mencelakakan anaknya sendiri." Ucap Richard dengan bahu bergetar karena tangisannya.     

"Tidak apa ayah, maafkan Danil karena baru memberikan surat dari ibu sekarang, mungkin jika sejak lama Danil memberikannya, ayah tidak akan seperti ini."     

"tidak apa-apa Danil, ayah paham, kau pun butuh waktu untuk menerima semua kenyataan ini."     

Richard mengurai pelukannya ketika tangan lembut menyentuh pungungnya. Lalu Richard menoleh ke belakangnya, ada Rena yang tersenyum lembut, kemudian menghapus air mata di kedua pipi Richard dengan kedua tangannya.     

"Sayang, ini kakakmu, Danil."     

"Danil, ini Rena adikmu, walau kalian lahir dari rahim yang berbeda namun kalian berdua adalah anak ayah, anak kandung ayah." Ucap Richard sambil menatap Rena dan Danil bergantian.     

Danil membuka kedua tangannya lebar dan Rena paham akan maksud dari kakaknya, dia segera menghambur ke pelukan Danil dan menangis sesengukan karena bahagia, ternyata ia mempunyai kakak yang tampan dan mau menerimanya. Sementara Danil dan Rena berpelukan, Richard menghampiri jelita yang sedari tadi menjadi penonton setia mereka sambil tersenyum bahagia.     

"Apa kabar Jelita?"     

"Alhamdulilah, Jelita baik ayah." Ucap Jelita dengan tersenyum dan Richard segera memberikan pelukan hangatnya untuk menantunya itu.     

"Maafkan ayah Jelita, maafkan ayah."     

"Sudah lah ayah kita lupakan saja, mas Danil sudah menceritakan semuanya, dan jelita mengerti. Kita buka lembaran baru ya ayah."     

Richard melepas pelukannya dan mengangguk pelan.     

"Mari masuk ayah, ayah handoko telah menunggu kita." Ucap Jelita sambil membimbing ayah mertuanya untuk masuk ke dalam rumah.     

"Tuan Handoko pemilik pabrik manufacture terbesar itu maksudmu?" Tanya Richard pada Jelita.     

"Ya, dia ayahnya Ronald sahabat Danil juga."     

Richard mengangguk dan mengikuti langkah menantunya itu, sementara Rena yang berjalan di belakang Jelita dan ayahnya, tiba-tiba hatinya berdebar kala mendengar nama Ronald disebut, namun ia berpikir bahwa nama Ronald siapapun bisa memilikinya.     

Mereka masuk kedalam rumah dan di sambut hangat oleh Tuan Handoko yang telah mengenal lama dengan Richard karena pernah terlibat kerjasama bisnis dengannya.     

"Apa kabarmu Tuan Richard?"     

"Alhamdulilah saya baik-baik saja Tuan Handoko, saya sungguh tak mengira akan bertemu dengan orang hebat di rumah anak saya."     

"Danil dan jelita adalah anak saya, bahkan aku mengakui mereka lebih dulu sebelum anda."     

"Benar juga yang anda katakana."     

"Saya hanya bercanda tolong jangan di masukkan ke dalam hati." Ucap Handoko.     

Richard terkekeh. "Saya tidak akan sakit hati, Tuan karena memang itulah kenyataannya."     

"Kita buka lembaran baru sebagai keluarga, Tuan Richard, kita ini sudah tua, mau apa lagi kalau bukan untuk bahagia bersama anak-anak kita." Ucap Tuan Handoko pada Richard.     

"Anda benar, saya juga akan memulai lembaran baru bersama anak-anak dan cucu saya."     

Tuan Handoko, Danil dan Richard sedang asik mengobrol, sedangkan Jelita mengajak Rena ke kamar yang sudah ia siapkan untuknya.     

"Kamu pasti lelah, istirahatlah." Ucap Jelita disertai senyum lembut pada Rena.     

"Ya memang capek, kak. Tapi capeknya hilang, saat bertemu dengan kakak dan kak Danil, tadinya aku takut kak Danil ga akan menerima aku sebagai adiknya, tapi nyatanya aku salah, kak Danil dan kak Jelita menerimaku dengan baik."     

"Kak Danil sudah tahu kalau dia punya adik, hanya saja waktu tak memihak pada mas Danil untuk mencari keberadaanmu, Karena kesibukan mas Danil dan juga karena kesehatan mas Danil tak memungkinkan untuk memikirkan beban yang lebih berat."     

"Iya kak, taka pa, yang penting sekarang Rena tahu bahwa Rena tak hidup sendiri, masih ada ayah dan kakak yang menemani Rena."     

Jelita tersenyum, kemudian membelai rambut panjang Rena. "Mulai sekarang kamu tinggal bersama kakak disini ya."     

"Tapi bagaimana dengan ayah?"     

"Ayah masih harus menyelesaikan banyak urusannya di tanah air, mungkin setelah operasi pencangkokan sum-sum tulang, ayah akan kembali lagi ke sana,"     

Rena mendesah nafas berat, bagaimana dia bisa member kabar pada Ronald akan keberadaannya, apa kah Ronald masih setia menantinya? Hati Rena mulai resah dan gelisah memikirkan Ronald.     

"Hei, kamu melamun?"     

"maaf kak, aku sedang memikirkan sekolahku." Elak Rena.     

"Sekolahmu akan berlanjut disini, Kakak yakin ayah telah menyiapkan segalanya untukmu." Ujar jelita yang duduk di bibir ranjang bersama Rena.     

"Oya, kata ayah kak Jelita sedang hamil ya?" Tanya Rena dengan senyum lebar, menutupi senyumnya yang sedang gundah.     

Jelita tersenyum dan melihat kea rah perutnya yang masih rata. Kemudian mengangguk pelan.     

"berarti aku akan jadi tante dong." Ujar Rena dengan mata berbinar bahagia.     

"Ya, apa kau bahagia?"     

"Tentu saja kak, Rena sangat menyukai anak kecil, apa lagi ini keponakan Rena, pastinya Rena lebih menyayanginya."     

Jelita tersenyum dan kembali membelai rambut Rena dengan sayang, jelita paham dengan jalan hidupnya yang tak mudah, semua sudah di ceritakan oleh ayah mertuanya di telpon sebelum kedatangannya.     

Hidup memang penuh misteri, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya, namun satu hal yang perlu kita lakukan adalah untuk percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita adalah kehendak dan rencana yang indah dari Allah untuk para hamba-hambanya, agar mereka taat dan hanya berpasrah pada –Nya.     

"Sekarang tidurlah, nanti kita ngobrol lagi, Oke?" Ucap jelita pad arena, yang dijawab anggukan oleh sang adik ipar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.