aku, kamu, and sex

Tak terduga 1



Tak terduga 1

1"Kamu tidak ikut pulang, Han?"Tanya nyonya Handoko saat berpamitan dengan sahabatnya di bandara.     

"Tidak, aku akan disini menemani Jelita dan Danil, titip anak-anak dan menantuku." Ucap Handoko.     

"Mereka juga menantu kami." Ucap Sanjaya sambil memeluk sahabatnya.     

"Kalian hati-hati, kabari kami kalau kalian sudah sampai dirumah."     

"Baiklah Han, kami berangkat."     

"Richard, kami semua akan mendukungmu." Ucap Handoko sambil memeluk Richard yang juga ikut pulang ke negaranya karena harus melanjutkan proses hukumannya.     

"Titip Danil dan Jelita." Ucap Richard sambil memegang lengan besannya itu.     

Handoko melambai saat pesawat mulai bergerak naik, lalu ia kembali ke mobil dimana sopirnya telah membukakan pintu mobil untuknya. Namun baru saja ia akan masuk ada seseorang yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam mobilnya, dengan nafas terengah dan wajah panik.     

Tak lama kemudian Handoko melihat segerombolan pemuda dengan tubuh tinggi kekar sedang celinag-celinguk seolah sedang mencari sesuatu, Handoko langsung paham situasi dan ikut masuk kedalam mobil, lalu sang sopir menancap gas meninggalkan bandara.     

Handoko melirik perempuan yang duduk disampingnya dengan menyandarkan tubuhnya ke jendela. Merasa diperhatikan, perempuan itu menoleh dan bersitatap dengan Handoko yang mempunyai tatapan tajam dan dingin.     

"Trimakasih Tuan, anda telah menyelamatkan saya." Ucap Perempuan itu sambil menegakkan tubuhnya, dan jemari dipangkuannya saling beradu karena gugup.     

"Mereka mengejarmu?" Tanya Handoko dengan tatapan tajam.     

"Iya Tuan."     

Handoko menatap lekat perempuan di sampingnya, rambut pirang sebahu, kulit putih, dan memiliki mata biru yang indah, tubuh tingginya tertutup jaket kulit dan celana panjang levis yang telah sobek di bagian lututnya. Dahi Handoko mengernyit kala melihat lutut yang berdarah dan tangan perempuan itu bergetar hebat.     

"Kamu terluka." Ucap Handoko dingin, dan tatapannya tajam menatap perempuan asing itu.     

"Ini hanya luka kecil Tuan, tidak apa-apa nanti akan saya obati."     

"Chris, ambil kotak obat." Perintah Handoko pada sopirnya.     

Tanpa menjawab sang sopir membuka dashboard lalu mengeluarkan kotak kecil yang langsung ia serahkan pada Tuannya. Untung saat itu mereka sedang berhenti dilampu merah jadi chris leluasa mengambilkan keperluan tuannya.     

"Ini Tuan."     

"Hm. Trimakasih."     

Handoko membuka kotak obat itu, dan memberikannya pada perempuan asing itu. "Obati lukamu."     

"Trimakasih Tuan."     

"Hm."     

"Maaf Tuan, apa boleh tahu ini daerah mana?"     

Handoko mengernyitkan dahinya "Kamu bukan dari daerah ini?"     

Perempuan itu menatap Handoko dengan mata birunya kemudian menggeleng lalu melanjutkan membersihkan lukanya.     

"Auu!" Jerit perempuan itu saat ia membersihkan lututnya yang terluka.     

"Biar saya bantu."Ucap Handoko, Perempuan itu lagi menoleh pada Handoko.     

"Tidak perlu Tuan." Jawab perempuan itu sungkan.     

"Tidak apa-apa, kemarikan kakimu." Handoko menepuk pahanya, Bukan bermaksud kurang ajar tapi ukuran mobil sedan ini tak cukup untuk menyelonjorkan kaki jenjang perempuan itu, dan cara satu-satunya dengan si perempuan duduk menyamping lalu kakinya berselonjor di atas paha Handoko.     

"Siapa namamu?" Tanya Handoko sambil membersihkan luka di lutut perempuan asing itu.     

"Selena, Selena Rodrigues." Handoko berhenti sebentar mendengar perempuan itu menyebutkan nama selene, lalu ia melanjutkan mengoleskan obat pada luka Selena kemudian membalutnya.     

"Hm." Ucap Handoko.     

"Dari namamu, sepertinya kau berasal dari negara C?" Tanya Handoko melirik Selena sekilas lalu melanjutkan melilitkan perban pada lutut selena.     

"Saya memang berasal dari sana, Tuan." Jawab Selena dengan nada pelan dan sedikit ragu, Selena tidak tahu apa kah orang yang menolongnya ini adalah orang baik atau lebih buruk dari para penculiknya.     

"Bagaimana kau bisa berada dinegara ini, dan berhubungan dengan bandit-bandit seperti mereka yang mengejarmu tadi."     

Selena menunduk sambil membetulkan posisi duduknya, karena Handoko telah selesai membalut lukanya.     

"Mereka musuh orang tua saya." Selena melirik pria paruh baya yang juga sedang meliriknya.     

"Orang tuamu?"     

"Benar."     

Hadoko tak melanjutkan ucapannya, dia hanya diam dimobil sampai akhirnya mobil mereka sampai di rumah Danil dan Jelita.     

Jelita berdiri di ambang pintu menyambut sang ayah dengan senyum manisnya, tapi tiba-tiba auranya berubah kala pandangannya menangkap sosok perempuan bermata biru yang keluar dari mobil sang ayah.     

"Assalamualikum, sayang." Sapa Handoko yang sudah berdiri tepat didepan wajah Jelita dengan senyuman hangat.     

Selena hanya diam tak berani mendekat, dan hanya menatap wajah Jelita yang mengenakan hijab panjang, apa lagi bahasa yang di pakai Handoko dan Jelita sama sekali tak dapat ia pahami.     

"Waalaikumsalam, ayah." Jawab Jelita sambil mecium pungung tangan ayahnya, namun pandangannya beralih pada sosok Selena yang hanya diam mematung.     

"Selena kemarilah." Perintah Handoko, Selena mendekat ke arahnya dengan langkah yang agak ragu, hidupnya yang selalu terancam bahayamembuat dia selalu waspada terhadap orang yang belum ia kenal.     

"Jangan takut! Kami tak akan menyakitimu." Lanjut Handoko, akhirnya Selena mempercepat langkahnya kea rah Handoko.     

"Jelita, kenalkan dia Selena." Jelita mengulurkan tangannya pada Selena dengan tatapan hangat.     

"Hai." Sapa Jelita.     

Selena membalas jabat tangan jelita dengan Senyum cangung.     

"Selena, ini Jelita, putriku." Handoko mengenalkan Selena pada Jelita.     

"Ha_Hallo jelita."     

"jangan takut, kami bukan orang jahat." Ucap Jelita yang membuat Selena tersenyum lega.     

"Mari masuk," Ajak Handoko pada Jelita dan Selena.     

"Dimana suamimu?" Tanya Handoko pada Jelita.     

"Dia ada di ruang kerjanya ayah, biar Jelita panggilkan." Ucap jelita yang langsung berjalan anggun ke lantai atas dimana Danil sedang membaca laporan yang dikirimkan oleh Yogi sang asisten.     

Sedangkan Handoko menyuruh Selena duduk di ruang tamu, tak lama seorang asisten rumah tangganya membawakan minuman hangat serta kudapan untuk mereka.     

"Silahkan diminum Selena, jangan sungkan. Saya mau berganti pakaian dulu, sebentar lagi jelita akan datang bersama suaminya dan kamu jangan takut mereka orang baik." Handoko tersenyum hangat pada Selena yang hanya duduk diam dan menatap Handoko dengan tatapan cangung. Setelah Selena mengangguk, handoko langsung meninggalkan Selena yang sedang menatapnya pergi ke sebuah ruangan yang Selena yakini itu adalah kamar Tuan Handoko.     

Selang beberapa menit, Jelita datang dengan mengandeng tangan Danil, Selena berdiri kala melihat Jelita dan suaminya datang.     

"Duduk saja Selena." Ucap Jelita.     

Selena mengangguk cangung, lalu ikut duduk di sofa yang tak jauh dari Danil dan Jelita.     

"Mas Danil, ini Selena." Jelita mengenalkan Danil pada Selena.     

"Senang berkenalan denganmu Selena." Ucap Danil sambil duduk merangkul pundak Jelita.     

"Trimakasih, Tuan Danil."     

"Panggil Danil saja, ini Jelita istriku." Ucap Danil lembut.     

"Dimana ayahku?" Tanya Jelita pada Selena.     

"Tadi dia bilang mau berganti pakaian, mungkin di kamarnya." Jawab Selena dengan cangung.     

"Oh, begitu. Silahkan diminum Selena, agar badanmu hangat, aku lihat wajahmu sangat pucat, apa kau belum makan." Tanya Jelita pada Selena yang hanya menatap Jelita dengan tatapan cangung bercampur ragu untuk menjawab.     

"Jangan takut, kami tak akan menyakitimu." Lagi-lagi Jelita menyakinkan Selena kalau mereka tidak akan menyakitinya, Jelita yakin telah terjadi sesuatu yang buruk pada Selena hingga Selena seolah takut dan ragu pada mereka.     

"Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi padamu." Tebak Danil yang sontak membuat Selena langsung menatapnya.     

"Kita makan dulu saja, baru setelah itu kau boleh cerita pada kami, jika kamu ingin bercerita, jika tidak pun kami tidak akan memaksa." Ucap Jelita yang langsung menarik Danil untuk menuju meja makan, tak lupa Jelita mengajak Selena untuk mengikutinya.     

"Jelita, kamu ajak Selena ke ruang makan, biar aku yang memanggil ayah." Ucap Danil, yang sebenarnya ingin bertanya dari mana ayahnya menemukan Selena dan mengapa ia membawa ke rumah mereka.     

Danil tahu, ada yang tidak beres dengan Selena, dan dia harus tahu, karena tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada keluarganya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.