WARNING!! JANGAN DI BUKA SEBELUM GANTI JUDUL
WARNING!! JANGAN DI BUKA SEBELUM GANTI JUDUL
MAAFKAN TYPO YANG BETEBARAN YAN GUYS…
HAPPY READING….
Qia terus berlari begitu saja tanpa tahu arah tujuannya kemana. Ia sudah keluar dari wilayah hotel dan Qia baru menghentikan larinya ketika ia sudah benar-benar merasa lelah. Di jalanan yang sepi karena bukan jalanan umum yang ia lewati itu Qia hanya melangkah pelan. Make-up yang ia pakai juga sudah luntur semua karena air mata yang membasahi wajahnya.
Saat ini, Qia hanya bisa menangis, menangis dan menangis untuk mengungkapkan isi hatinya yang terluka akan sikap Kenan. Apa yang sebenarnya Kenan mau dari dirinya. Jika Kenan cemburu dan mencintainya, kenapa ia menatap kea rah Chika seperti itu. Tatapan yang menurutnya adalah tatapan sedih. Kenan yang tidak pandai mengekspresinya kesedihannya, membuat Qia yakin tatapannya ke arah Chika adalah tatapan kesedihan.
Qia terus berjalan menyusuri jalan itu sampai akhirnya ia berada di jalanan ramai. Ia berjalan kea rah halte bis untuk pulang ke rumah. Tangisannya sudah berhenti dan kini ia hanya diam dengan pemikirannya yang kemana-mana. Sebuah bis berhenti di halte yang ia singgahi, tetapi Qia sama sekali tidak naik ke bi situ.Qia masih diam dengan segala pemikirannya, bahkan ada beberapa preman yang menghampirinya dan menggidanya Qia masih diam dengan tatapan kosongnya. Pemikirannya bergelut dengan hatinya yang meyakini kalau Kenan mencintainya dan tatapan ke arah panggung bukanlah untuk Chika. Ia hanya menatap panggung saja dan ketika acara akad Kenan hanya terpesona saja dengan kecantikan Chika.
Ia pun juga terpesona dengan kecantikan Chika, hal wajar jika suaminya juga terpesona dengan kecantikan Chika. Yang terpenting adalah cinta suaminya hanya untuk dirinya. Itu yang Chika yakini, "Aarrrgh!" teriak Qia kesal membuat preman yang tadi mencoba mendekati Qia karena Qia seperti orang mati itu langsung lari terbirit-birit karena takut jika Qia ternyata orang gila yang memakai gaun saja.
Qia menatap kesekelilingnya, ia kemudian melihat tanganya yang kosong tidak membawa apa-apa membuat dirinya kini menghela napasnya. Bagiaman caranya ia bisa pulang saat ini, jika ia tidak membawa apa-apa. Qia menghela napasnya kemudian berdiri dari duduknya. Ia ingin kembali ke hotel, tetapi rasanya tidak mungkin. Sepertinya ini sudah malam, jadi pesta juga sudah bubar. Kenan tidak menjemputnya sama sekali, sepertinya Kenan tidak peduli dengan dirinya. Qia menghela napasnya kembali, tidak ada tujuan yang ia tuju. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki.
Qia mulai pun mulai melanhkah menggunakan sepatu hillsnya. Ia berjalan menyusuri jalanan ibu kota itu dengan berjalan kaki untuk sampai ke appartement suaminya. Qia berjalan tanpa ada rasa takut sama sekali, riasannya sudah berantakan hingga maskaranya sudah membuat wajahnya hitam. Beberapa orang yang berpapasan dengannya menyebutnya dirinya gila karena berjalan menggunakan gaun dan make-upnya berantakan.
Tidak ada yang berani mendekat, bahkan beberapa preman yang menyapanya menjadi takut karena Qia yang tiba-tiba berteriak seperti orang yang sedang frustasi. Sebenarnya Qia sengaja melakukannya supaya orang-orang itu tidak menganggunya. Jika perjalana dengan motor bisa di tempuh dengan jarak sekitar 45- 50 menit, Qia menepuhnya sekitar tiga jam lebih karena ia melangkah pelan tiba dengan langkah lebar-lebar.
Sekitar pukul dua dini hari Qia sampai di appartement, tubuhnya sudah mengigil kedinginan karena kehujanan. Hujan di luar begitu deras, kilat dan Guntur saling bersahutan. Qia dengan berani terus melangkahkan kakinya berjalan menuju appartementnya. Dua orang satpam yang menjaga pintu gerbang tidak menyadarinya karena hujan mereka tertidur. Qia terus berjalan dengan tangan yang memeluk tubuhnya erat. Sampai di lobi, Qia terus berjalan dan kini ia sudah masuk ke lift.
Sampai di lantai unit tempatnya berada, Qia pun melangkahkan kakinya menuju unit appartementnya. Namun, Qia menatap ke pintu appartement. Ada perasaan ragu ketika ia akan masuk mengingat apa yang sudah ia lakukan pada Kenan dan seharusnya ia mengerti bagaiaman Kenan. Jika memang Kenan mencintai Chika, setidaknya sekarang Kenan sudah menjadi suaminya. Seharusnya ia bisa berpikir jernih, tetapi logikanya tidak berjalan dengan baik karena hatinya terlalu sakit. Selama kurang lebih menempuh 3 jam perjalanan ia terus berpikir dan berpikir logis. Ia seharusnya bisa menerima Kenan apa adanya karena ia sendiri sudah memutuskan untuk menerima Kenan. Jadi, tidak seharusnya bukan, ia bersikap seperti itu.
Qia akhirnya mendudukkan dirinya di depan pintu seraya bersandar di daun pintu dengan kedua tangannya memeluk lututnya yang tertekuk. Qia pun menumpukan keningnya ke atas lututnya yang tertekuk. Dengan tubuh yang basah dan mengigil, Qia mencoba memejamkan matanya.
Suara Guntur yang megelegar dan petir yang begitu terang bahkan suara aliran seperti listrik itu terdengar jelas ketika kilatan merah itu meledak di angkasa. Kenan terbangun hingga ia terduduk, kepalanya langsung berdenyut nyeri karena tiba-tiba terbangun. Namun, bukan karena ia yang tiba-tiba terbangun melainkan ia habis menghabiskan berbotol-botol wine yang ia simpan di lemari yang ada di dilam room closet-nya. Ada salah satu lemari kaca dimana ia meletakkan wine-wine mahalnya dan ia sangat jarang sekali meminumnya karena itu hanya sebagai koleksi saja. Namun, rasa kesalnya dengan pernikahan Raka di tambah sikap Qia yang benar-benar membuatnya kecewa. Qia tidak mengakui jika ia mengenal pria itu, bahkan pria itu menyebutkan nama Qia sedangkan Qia berkata ia tidak mengenal pria itu.
Marah, tentu saja Kenan marah karena Qia sudah berbohong. Kenan tidak mau menjadi pria yang mudah di bohongi seperti Papanya yang di bohongi Mamanya. Itu sebabnya Kenan sangat marah pada Qia. Bahkan Ia sendiri sempat adu jotos dengan pria itu, membuatnya mendapatkan lebam di sudut bibirnya. Kenan menatap kesekelilingnya, lampunya padam sama seperti ia masuk pertama kali ke appartement.
Ia berdiri dan berjalan dengan langkah sempoyongannya. Kenan menyandung beberapa botol yang wine yang sudah ia habiskan. Wine-wine yang ia beli setiap kali ia sedang pergi ke luar negri. Ada yang ia beli di beberapa tempat di negara yang sedang ia kunjungi karena menurutnya rasa winenya enak. Ia berjalan ke kamar untuk melihat apakah Qia sudah pulang atau belum. Suara guruh yang bersahutan itu terdengar jelas, bahkan dari jendeka kaca bisa melihat kilatan merah yang mengerikan itu dari langit.
Ketika ia membuka matanya, lampu kamar masih mati. Kenan kemudian menghidupkan lampunya dengan menekan saklar di sebelah kanannya ketika ia masuk ke kamar. Dengan matanya yang menyipit akibat pencahayaan yang menyilaukan matanya itu Kenan melihat ke seluruh kamar. Tidak ada jejak Qia sama sekali membuat Kenan membuka matanya lebar-lebar. Ia pun segera berjalan ke kamar mandi, mengecek apakah Qia ada di kamar mandi atau tidak.
Pemikiran buruk pun segera muncul ketika ingatannya di tarik paksa ke kejadian ketika ia melihat Qia dengan seorang pria. "Apa dia tidur dengan pria sialan itu?" tanya Kenan dengan nada suara penuh penekanan dan raut wajah penuh amarah.
Kemarahan Kenan membuat ia segera berjalan keluar kamar. Ia menghidupkan lampu utama di appartementna dan segera mengambil kunci mobilnya. Tidak peduli jika ia masih dalam keadaan setengah sadar dan membawa Qia menggunakan mobil. Ia tidak peduli jika nanti Qia bisa mengalami episode, tetapi ia tidak akan membiarkan Qia menyakitinya seperti yang Mamanya lakukan pada almarhum Papanya. Ia tidak akan mengulang sejarah dengan apa yang terjadi pada Papanya. Ia tidak mau menjadi pria bodoh seperti Papanya.
Kenan segera melangkah dengan langkah lebar-lebar. Ia hanya memakai sandal saja ketika keluar, langkahnya terhenti ketika seseorang jatuh saat ia membuka pintu. "Qia?" tanyanya seraya mengernyitkan dahinya. Qia langsung menatap Kenan yang menundukkan kepalanya untuk menatap Qia.
Qia segera bangun dan berdiri. Ia menatap Kenan dengan tatapan mata berkca-kacanya. "Kak, Ken!" ucap Qia yang langsung memeluk tubuh Kenan erat.
"Maafin Qia Kak," ucap Qia yang mulai menjatuhkan air matanya.
"Qia salah, seharusnya Qia enggak dekat dengan laki-laki itu. Qia minta maaf Kak," ucap Qia dengan suarah terisaknya yang membuat perkataannya tidak begitu jelas.
"Maafin Qia kak," ucap Qia kemudian membenamkan wajahnya di dada Kenan. Qia menangis di dalam pelukan Kenan. Hatinya yang kembali bermain karena pemikirannya tentang hubungan Kenan dan Chika. Ia menangisi hubungan itu walau mulutnya terus bergumam meminta maaf, nyatanya hatinya menangis untuk perasaan suaminya itu pada mantan calon tunangannya. Atau bahkan, mantan kekasihnya. Karena Qia sendiri tidak tahu apakah ucapan Kenan jika hanya dirinya wanita yang pernah menjadi kekasihnya benar atau tidak. Walau kakek pernah berkata bahwa baru dirinya yang di kenalkan pada Kakek, Qia pun tidak yakin.
Bisa saja bukan, jika Kakek mengarang cerita hanya supaya wanita yang sedang di iginkan cucunya luluh pada cucunya. Padahal cucunya sudah memiliki kekasih yang jauh lebih baik dari dirinya. Ia hanya mendukung saja siapa wanita yang ingin di nikahi cucunya tanpa pedulu jika cucunya memiliki seorang kekasih.
Kenan perlahan mendorong tubuh Qia yang masih basah itu agak kesusahan karena Qia terlalu kuat memeluknya. "Aku enggak bisa napas," ucap Kenan berpura-pura agar Qia mau melepaskan pelukannya.
Qia pun segera melepaskan pelukannya dan memberi jarak pada Kenan. "Maaf, kak," ucap Qia dengan kepalnya yang tertunduk dalam.
Kenan memperhatikan tubuh Qia yang bawah kuyup, model pakaian Qia yang agak tipis dan menerawang itu memperlihatkan lekukan dalam tubuh Qia yang terekspos di depan Kenan. "Kenapa tubuhmu basah?" tanya Kenan seraya menatap tubuh Qia dari atas sampai bawah yang basah kuyup.
"Qia kehujanan," jawab Qia yang masih menundukkan kepalanya.
"Apa pria sialan itu tidak mengantarmu?" tanya Kenan dengan nada kesal.
"Pria sialan apa kak?" tanya Qia yang kini mendongakkan kepalanya. Ia pun kini menatap Kenan dengan tatapan marah. Lagi-lagi ia tersulut emosi karena Kenan sepertinya akan kembali menuduhnya berselingkuh dengan pria di taman tadi. "Apa maksud kakak pria yang ada di taman tadi?" tanyanya memastikan.