Bab 215 \"AKU TIDAK PEDULI DI RESTUI ATAU TIDAK
Bab 215 \"AKU TIDAK PEDULI DI RESTUI ATAU TIDAK
SAYANG…. BANGET SAMA KALIAN
HAPPY READING…
Sudah hampir empat bulan Flora dan Janu menjalin hubungan. Sampai detik ini pula Flora sama sekali belum memberi tahukan pada ke dua orang tuanya mengenai hubungannya dengan Janu. Ia masih belum siap, jika nantinya Janu menjauhi dirinya. Ia sudah nyaman dengan kehadiran Janu sebagai kakak kandungnya, walau sampai detik ini Janu masih belum mengetahui jika ia adalah adik kandungnya.
Hari ini, Flora mengajak Janu mampir setelah mengantarkannya pulang. Tadi Flora sehabis dari panti asuhan dan Flora yang datang bersama Sabana ke panti di tinggal sendiri di panti. Janu ikut makan siang bersama keluarganya. Ke dua orang tuanya dan kedua adiknya pun senang dengan kehadiran Janu di tengah-tengah keluarga mereka. Tidak ada pembicaraan di antara mereka ketika mereka sedang makan bersama. Selesai makan, mereka berkumpul di ruang keluarga. "Senengnya ada kak Janu di sini, coba aja kak Janu kakak kita," ucap adik Flora yang nomor dua.
"Bener banget, kak," ucap si bungsu menyetujui.
"Hush! Kalian ini! Udah sana belajar!" ucap sang Mama memerintahkan mereka berdua.
Tanpa membantah, mereka berdua pun masuk ke dalam kamar. Setelah ke dua adiknya itu masuk ke kamar, Flora menghirup napasnyanya dalam-dalam membuat semua orang yanga da di ruang keluarga itu menoleh ke arah Flora. "Kenapa kamu?" tanya Papanya seraya mengernyitkan dahinya.
"Pa, Ma," panggil Flora seraya menatap bergantian papa dan mamanya.
"Ada apa?" tanya mamanya.
"Flora mau ngomong sesuatu sama Mama dan Papa. Dan kali ini, Flora enggak akan mengikuti apa mau Papa dan Mama lagi. Karena usia Flora yang udah enggak muda lagi," ucap Flora dengan nada suara lembutnya.
"Apa maksud kamu?" tanya Mamanya tidak suka.
"Selama ini Mama selalu mengatur kehidupan Flora sehingga sampai detik ini Flora belum juga menikah. Jadi, kali ini Flora enggak akan peduli lagi. Terserah mama kalau mama mau sebut Flora anak durhaka atau apapun itu. Flora Cuma mau menikah."
"Mama enggak pernah enggak ngijinin kamu menikah. Kamunya saja yang enggak pernah nyari pasangan yang pantas untuk kamu."
"Bukan enggak pantas untuk Flora, tetapi enggak pantas menurut mama!" kesal Flora.
"Flora!" tegas papanya mengingat Flora agar tidak meninggikan suaranya.
"Flora cuma mau ngasih tahu saja, kalau sekarang Flrora dan kaka Janu resmi pacaran. Dan secepatnya kita berdua akan me—"
"Enggak!" tegas papanya dengan nada suara begitu meninggi seray berdiri dari duduknya.
Flora langsung menatap papanya begitu pun dengan Janu yang langsung terdiam seraya menatap Herman—papa Flora. Janu tidak menyangka, hubungannya yang dekat dengan keluarga ini akan tertolak untuk menjadi menantu mereka. Padahal ia pikir, hanya izin orang tuanya saja pasti akan mendapatkan izin karena kedekatan mereka. Namun, semua hanya sebuah mimpi jika mereka akan menerimanya begitu saja. Sebuah hubungan dekat, belum tentu akan mendapatkan restu keluarga dengan cepat.
Flora tersenyum mengejek, "Flora udah bilang kan, pa. Kalau Flora enggak akan peduli dengan penolakan Papa dan Mama!" tegas Flora.
"Flora! Kamu enggak bisa menikah dengan Janu!" tegas Papanya dengan mata marahnya.
"Karena kak Janu hanya seorang supervisor dan pendidikannya hanya SMA? Flora engggak peduli Pa. Dan Flora enggak mau menunda-nunda lagi pernikahan dengan kak Janu!" tegas Flora kemudian ia mengeluarkan sebuah kertas undangan. Disana tertulis nama Flora dan juga January. Papa membelalakan matanya begitu pun dengan Mama dan juga Janu yang tidak tahu apa-apa dnegan undangannya.
Loresia segera berdiri dan satu tamparan kuat mendarat di pipinya. Flora memegangi pipinya yang terasa panas seraya menatap tajam mamanya. "Apa kamu sudah gila hah!" marah Lorensia.
"Dan kamu Janu, saya sudah baik sama kamu, tapi bisa-bisanya kamu tidak meminta izin pada saya dan Papanya Flora. Apa karena pendidikanmu hanya SMA jadi kamu tidak punya adat menikahi seorang wanita tanpa meminta izin terlebih dahulu dengan kedua orang tuanya?" tanya Lorensia dengan wajah marahnya. Herman terdiam dengan perkataan istrinya, begitu pun dengan Lorensia yang tidak menyangka mamanya itu akan mengatakan hal kasar seperti itu. Apa mamanya tidak memiliki hati hingga kata-katanya begitu menyakitkan untuk di dengar.
Herman tidak mampu berkata-kata apapun pada istrinya. Ia bukannya tidak tegas dengan istrinya hanya saja istrinya sudah melepaskan seluruh kemewahan dari orang tuanya hanya demi mempertahankan kehamilannya dan menikah dengan Herman. Ia merasa bertanggung jawab pada Lorensia karena Lorensia tidak memiliki siapapun selain dirinya. Ia pun juga meninggalkan keluarganya tetapi ia seorang suami, jadi memiliki tanggung jawab untuk mencintai dan memberikan perhatian pada istrinya.
Flora kini menatap Janu yang hanya bisa menundukkan kepalanya, ia yang tidak bisa meliha hal ini terjadi pada Janu dengan segera ia meraih pergelangan tangan Janu membuat Janu kini menatap Flora. "Kita pergi dari sini, kak," ucapnya dengan tatapan mata yang sulit untuk di jelaskan. Ada perasaan marah, sedih dan kecewa. Bahkan papanya yang seorang pria pun tidak bisa bersikap tegas.
Janu yang merasa bersalah pun akhirnya berdiri dari duduknya. Lorensia langsung melepaskan tangan Flora di pergelangan tangan Janu. Kemudian ia langsung memegang pergelangan tangan Flora dan menarik Flora dari sana. "Kamu akan mama hukum karena bertindak gila!" marah Lorensia.
Flora dengan kuat langsung melepaskan tangan mamanya dari pergelangan tangannya. Ia mentapa marah mamanya. "Sudah Flora katakan jika Flora enggak peduli kalau mama dan papa tidak setuju!"
"Hentikan semua ini! Kalian enggak bisa menikah kare—"
"A!" panggil Flora menghentikan ucapan Herman.
"Papa enggak perlu berkata, Flora tahu jika kalian enggak setuju karena latar belakang kak Janu bukan? Flora benar-benar enggak peduli, karena Flora mau bahagia juga. Dan orang yang bisa membuat Flora bahagia itu kak Janu!" tegas Flora menatap marah pada Papanya .
Ia kemudian membalikkan badannya dan menarik pergelangan tangan Janu untuk segera pergi dari sana. "Flora kembali kamu sekarang!" tegas Lorensia yang masih begitu egois mempertahanlan semuanya di tempat yang sempurna.
Flora sudah bertekad dan semua hal yang terjadi sudah di atur oleh dirinya dan juga Sabana yang ikut membantunya. Bahkan hal yang mengusulkan ide gila untuk membuat cetakan undangan itu pun adalah Sabana. Jika ingin mengungkapkan sesuatu yang besar-besar jangan tanggung untuk actingnya, Itu sebabnya, Sabana mengusulkan hal gila itu, karena menurutnya hal gila itu bisa membuat mama dan papa Flora akan bergerak cepat menghentikan semunya.
Flora terus berjalan dengan langkah cepat tidak mempedulikan teriakan mamanya yang terus memanggiilnya. Flora tidak takut sama sekali jika hal ini akan membuata mama dan papanya murka dan akan mencoretnya dari kartu keluarga.
TBC…
YO YO YO… GIMANA GUYS INI.. JARANG NONGOL KISAH FLORA DAN JANU, LAH TIBA-TIBA UDAH SEPERTI INI. HAYO LOH…. KOMENT DAN POWER STONENYA BANYAKIN YA GUYS….