cinta dalam jas putih

Perpisahan



Perpisahan

3Axel mengambil tas miliknya berencana untuk pergi sekarang juga, dan tidak lupa dia pun membawa amplop yang tadi isinya baru saja selesai dia baca.     

Dia menunggu ellen yang masih berada di dalam salon ketika axel telah lebih dulu sampai.     

"Maaf, lama! " suara ellen yang membuka pintu mobil membuat axel terkejut dan menoleh ke arah ellen yang telah duduk di sampingnya.     

Axel tertegun melihat penampilan baru ellen saat ini, dia memotong rambutnya sebahu membuatnya terlihat semakin segar dan pakaian yang dia pakai pun tidak seperti dulu ketika masih menjadi model yang selalu mengenakan pakaian seksi.     

"Kamu baik-baik saja? " axel bertanya pada ellen karena takut ada sesuatu hal yang membuatnya tiba-tiba berubah menjadi seperti sekarang ini.     

"Tentu saja baik " ellen menjawabnya dengan tawa kecil, "sekarang antar aku membeli baju baru yang bisa aku pakai untuk kuliah nanti "     

Axel semakin tidak percaya dengan apa yang telah di dengar olehnya. Dia lalu menyimpan satu telapak tangannya di kening ellen untuk memastikan bahwa sahabatnya itu baik-baik saja.     

Ellen terdiam ketika axel menyimpan telapak tangan di keningnya, dan lalu tersenyum ke arah axel.     

"Kenapa? " lalu dia  bertanya pada axel, "apa karena aku aneh? "     

"Tidak " axel menggelengkan kepalanya, dia terus menatapi ellen.     

"Justru kamu terlihat sangat cantik " pujinya, "dengan rambut pendek seperti itu dan pakaian yang tertutup membuat kamu terlihat sangat cantik "     

Wajah ellen seketika memerah ketika axel memujinya, "atau jangan-jangan kamu yang sedang sakit? " ellen lalu menyimpan telapak tangannya di kening axel.     

Dan mereka berdua lalu tertawa, menertawakan tingkah lucu masing-masing yang secara alami muncul begitu saja tanpa mereka rencanakan lebih dulu.     

Ketika tawa mereka terhenti, keduanya saling memandangi.      

"Aku senang sekali hari ini " ucap ellen, "karena bisa melihat kamu sebelum nanti aku harus pergi "     

Axel mengerutkan dahinya, "pergi? "     

"Kamu mau pergi kemana? " axel kembali bertanya pada ellen.     

Ellen tersenyum tipis sebelum menjawabnya, "aku mau meneruskan kuliahku, dan ayah sudah mengatur fakultas kedokteran yang dia pilihkan "     

"Kamu tahu kan, selama ini aku merasa bersalah pada ayah " ellen lalu tertunduk, "jadi, aku putuskan untuk memberikannya kebahagiaan. Sebagai bentuk minta maafku "     

"Tetapi lebih baik kamu menjalaninya tidak dengan keterpaksaan " axel memberikannya nasehat, "kalau kamu mempunyai cita-cita lain katakan saja pada ayahmu, dia pasti akan mengerti "     

Ellen tersenyum lebar, "tapi aku memang sudah memikirkannya berkali-kali, aku memang terpanggil untuk melanjutkan kuliah kedokteran "     

Axel tersenyum dan memegang satu tangan ellen, " kalau keputusanmu sudah benar-benar mantap, aku mendukung dan mendoakanmu diberi kemudahan di setiap kegiatan yang kamu lakukan "     

"Terima kasih " ucap ellen, "apa kamu juga akan memikirkan kemungkinan kita bisa berpacaran kalau aku sudah satu profesi? "     

"Apa? " axel menanyakan kembali ucapan ellen yang sedikit samar dia dengar, karena ellen mengucapkannya dengan pelan dan cepat.     

"Tidak, lupakan saja " jawab ellen dengan tawanya, "sekarang antar aku membeli pakaian! "     

"Pakaianmu masih banyak dan bagus, sekarang masih mau beli baju lagi? " axel menanggapi keinginan ellen.     

"Laki-laki dilarang protes! " ellen tesenyum lebar ke arah axel.     

Sebenarnya dia tidak hanya ingin membeli pakaian saja, ellen ingin menggunakan waktu yang terakhir baginya bertemu dengan axel. Laki-laki yang selalu menjadi nomor satu di pikiran dan hatinya, walaupun axel tidak membalasnya tapi hanya dengan berada bersamanya dan tertawa dia akan sangat senang sekali.     

Axel pun sama seperti itu, dia sesekali melirik ke arah sosok ellen yang sedang memilih pakaian.     

"Ingat harus berbahan kain " axel mengingatkan ellen, "disana nanti kamu tidak boleh memakai kaos atau celana jeans! "     

"Kalau tidak kemeja dengan celana katun " sambung axel mengingat masa kuliahnya, "kalau perempuan kebanyakan pakai rok "     

Ellen menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia tidak bisa berpenampilan yang hanya terkesan biasa saja setelah begitu lama hidup dalam naungan fashion ternama.     

Tapi karena axel memberitahukannya peraturan yang harus di pakai ketika kuliah, mau tidak mau ellen harus membeli kemeja dan beberapa rok.     

"Kamu yakin dengan keputusanmu? " axel kembali bertanya ketika mereka telah selesai berbelanja dan kali ini sedang membantu ellen mengemas barang.     

Ellen tersenyum tipis dengan anggukkan kepalanya, dia masih memasukkan semua pakaian baru yang dia beli ke dalam koper.     

"Kalau kamu sudah yakin, aku hanya bisa mengatakan jagalah dirimu baik-baik " ucap axel, dia membantu ellen mengemas barang-barang lain.     

"Dan,,, " sambung axel lalu berhenti bicara, dia memandang ke arah ellen yang masih sibuk merapikan bajunya.     

"Jangan pernah berpikir untuk macam-macam dengan mendekati konsulen! " cetus axel.     

Membuat ellen seketika berhenti dan muncul tawanya.     

"Tidak apa-apa aku ganggu mereka " ucap ellen, "aku kan jomblo! "     

Axel membulatkan kedua matanya, dia lalu menghampiri ellen dan menarik rambut ellen dengan pelan yang diikat satu itu.     

"Sakit axel! " ellen mencucutkan bibirnya, dia menyipitkan kedua matanya ke arah axel yang malah tertawa.     

Dia lalu mengusap rambut ellen dan kedua alisnya naik turun di perlihatkan padanya.     

"Bukannya tadi kamu minta aku jadi pacar kamu! " ucap axel, "jadi jangan coba-coba genit, merasa paling cantik mendekati konsulen supaya dapat nilai bagus! "     

"Apa?? " ellen mendengar dengan jelas axel yang mengatakan bahwa dia akan menjadi pacarnya sekarang ini.     

"Axel, beneran kamu jadi pacar aku sekarang? " wajah ellen seketika berubah menjadi berbinar-binar, dia seperti mendengar namanya yang di sebut di ajang kontes kecantikan dan ellen pemenangnya.     

"Ayo katakan lagi " ellen merengek meminta axel mengatakannya lagi.     

"Tidak bisa " wajah axel memerah, dia terlihat tingkah terlebih ellen yang terus memandanginya.     

"Cukup aku bilang sekali saja " axel menyimpan telapak tangannya di pipi ellen dan menjauhkan wajah ellen dari hadapannya.     

Sikapnya masih belum bisa berubah pada ellen karena mereka sudah begitu lama berteman.     

"Mana ada nembak perempuan sedingin itu " ucap ellen pelan menanggapi sikap tidak romantis axel padanya, "cuma sekali juga bilangnya! "     

"Tapi kamu dengarkan? " axel berkilah.     

"Iya,  aku dengar " jawab ellen, "aku kan punya telinga! "     

Axel tertawa mendengar ellen yang bicara dengan nada tinggi. Dia kesal melihat axel yang justru menertawakan kekesalannya.     

"Masa hari pertama kita pacaran, kamu marah seperti ini " axel mencoba merayu ellen, dia mengusap rambut ellen dengan harapan kekesalannya akan hilang.     

Ellen lalu tersenyum ke arah axel, "kalau begitu beri aku ciuman perpisahan "     

"Apa " axel terkejut mendengar permintaan ellen yang membuatnya tertawa dengan gelengan kepala.     

"Ayo cium aku! " ellen menarik kerah kemeja axel untuk mendekat ke arahnya.     

Dia ingin axel belajar menciumnya karena kali ini dia bukan lagi sahabatnya tetapi adalah kekasih barunya.     

Ellen tidak peduli jika axel hanya ingin membuatnya bahagia sekarang ini saja, karena baginya itu sudah sangat membuatnya bahagia.     

"Kalau kamu berani lakukan saja! " ellen menantang axel, mendekatkan wajahnya ke arah axel.     

Dan membiarkan laki-laki dihadapannya itu memandangi wajah cantiknya dan menerima tantangannya.     

Axel tertawa kecil, dia menyimpan satu tangannya di leher ellen dan lebih mendekat ke arahnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.