Jodoh Tak Pernah Salah

Part 113 ~ Kegalauan Iqbal



Part 113 ~ Kegalauan Iqbal

1Entah apa yang ada dalam pikiran Iqbal saat ini. Sudah hari ketiga Ria berada dalam penjara, tapi ia belum menengok sekali pun. Ia tak tahu harus berbuat apa. Iqbal bingung harus bagaimana. Iqbal marah dan kecewa. Ia ditipu mentah-mentah, tak menyangka Ria bermain di belakangnya. Selama ini Ria tak mencintainya dengan tulus.     

Ria menikah dengannya karena ingin harta dan menumpang hidup, menjadikannya mesin uang. Lebih memalukan lagi mertua dan adik iparnya digerebek sedang bermain judi di rumah. Betapa malunya Iqbal mertuanya disorot dan diberitakan di media cetak mau pun elektronik. Narasi beritanya pun sangat merugikan Iqbal dan ikut mencoreng nama baik keluarga besar Defri.     

Selama ini Iqbal menganggap dirinya pria brengsek yang menginginkan dua wanita dalam hidupnya. Tak mau berpisah dari Naura dan Ria. Keegoisannya tak bisa memilih, menjadikan kedua wanita itu terperangkap dalam pernikahan. Terlihat bahagia diluarnya, tetapi kedua istrinya tak pernah akur. Mereka terlihat akur hanya di depannnya. Dibelakang mereka malah bermusuhan.     

Satu hal yang disesali Iqbal, Ria ternyata tak menganggap Allea sebagai anaknya. Ucapan Ria akan membuang Allea jika Naura meninggal turut memantik emosinya. Beraninya Ria melakukan semua itu. Dila sudah diminta mencabut laporannya, tapi Dila tak mau mencabutnya karena ingin memberikan Ria pelajaran. Sudah saatnya Iqbal tahu siapa istri kedua dan keluarganya. Keluarga Ria parasit menggerogoti keluarga mereka.     

Ketukan pintu kamar menyadarkan Iqbal dari lamunannya.     

"Masuk," teriak Iqbal dari dalam.     

"Uda," panggil Dila terlihat iba dengan sang kakak. Kantong mata Iqbal menghitam karena kurang tidur.     

"Ya."     

"Uda banyak pikiran. Akhir-akhir ini makan uda sedikit. Aku melihat agak kurusan. Jangan abaikan kesehatan jika kita punya masalah. Dua kali kena. Lahir dan batin jadi sakit."     

Iqbal tergelak tawa mendengar celotehan Dila.     

"Uda harus bagaimana Dila?"     

"Bagaimana apanya?"     

"Ria."     

"Ada apa dengan Ria?"     

��Aina dan Attar menangis memanggil maminya. Mereka kangen katanya. Untung saja Naura bisa membujuk mereka berdua. Uda harus bagaimana?"     

"Masalah rumah tangga uda dengan Ria itu tergantung uda. Yang akan menjalani uda, dia pilihan uda. Aku tidak mau menjadi kompor. Uda kepala keluarga. Uda yang putuskan. Saran aku jangan ambil keputusan saat emosi yang ujung-ujungnya membuat uda menyesal dan jangan gegabah. Pikirkan baik dan buruknya. Aku dengar uda akan menceraikan Ria. Apa itu benar?"     

"Perceraian memang langkah terbaik yang harus uda lakukan. Uda terlanjur kecewa. Dan lebih tidak terima dia selama ini memiliki akhlak yang buruk. Uda tertipu. Lebih memalukan dia seorang penjudi dan keluarganya juga penjudi bahkan mereka diciduk polisi. Selama ini kedua orang tua dan adik Ria sering meminta uang kepada uda. Selalu uda berikan karena menganggap mereka seperti orang tua dan adik sendiri. Ternyata uda dimanfaatkan. Apa arti pernikahan ini? Uda telah berdosa menzalimi Naura. Dia menahan luka di hatinya bertahun-tahun. Ternyata seorang pengusaha sukses seperti uda menyerah dengan rumah tangga. Bingung memiliki dua istri. Ternyata tidak gampang berpoligami."     

"Siapa bilang poligami itu gampang uda. Tidak mudah uda. Adil dalam arti sesungguhnya tak akan ada yang bisa. Hanya Rasulullah yang bisa mempraktikkan poligami yang benar tanpa menyakiti para istri. Kita hanya manusia biasa yang memiliki kekurangan."     

"Berikan uda masukan Dila. Hanya kamu tempat uda mencurahkan isi hati ini."     

Dila menggenggam tangan Iqbal dan memeluk sang kakak.     

"Uda sholat tahajud dan minta sama Allah petunjuk. Daun yang gugur tak luput dari takdir Allah begitu juga rumah tangga uda. Dila takut memberikan saran yang ujung-ujungnya akan membuat uda menyesal di kemudian hari. Walau bagaimana pun Ria adalah pilihan uda, uda yang membawa dia dalam kehidupan uda dan ingat dia ibu dari kedua anak-anak uda. Pikirkan Attar dan Aina. Mereka masih kecil dan butuh kasih sayang ibunya. Walau uni Naura sangat menyayangi mereka, tapi Ria ibu kandung mereka. Tak ada istilah mantan ibu atau mantan anak. Mereka darah daging Ria dan uda. Pikirkan semua dengan kepala dingin."     

"Naura dimana?"     

"Uni pergi ke rumah sakit. Ada pasien HIV yang kritis. Ia ingin bertemu uni untuk terakhir kalinya."     

"Laki-laki atau perempuan?"     

"Kenapa uda tanya begitu?"     

"Takutnya dia naksir Naura. Kenapa dia meminta Naura menemuinya di akhir hayatnya."     

"Apa uda cemburu?"     

"Tentu saja aku cemburu kalo pasiennya laki-laki. Dia istriku."     

"Tenang saja. Pasiennya wanita. Begitulah yang uni Naura rasakan ketika uda menikah dengan Ria dan kalian tinggal satu atap."     

Deg...Iqbal tertohok mendengar ucapan Dila. Satu lagi fakta yang ia sadari, Naura banyak menahan perasaan. Ia saja baru mendengar ada pasien Naura yang ingin bertemu di akhir hayatnya saja sudah terbakar api cemburu, apalagi Naura harus menahan perasaan ia menikah dengan Ria dan memiliki dua orang anak. Selama ini Iqbal sangat tercurah perhatian dan kasih sayang pada Ria karena telah memberikannya dua orang anak. Laki-laki dan perempuan.     

"Kenapa diam?"     

"Uda semakin bersalah pada Naura."     

"Jangan terus-terusan merasa bersalah. Tidak baik untuk kesehatan. Perbaikilah sikap uda pada uni Naura. Uda beruntung memiliki istri seperti uni. Dia baik dan penyabar. Tak akan uda temui istri sebaik dan sesabar dia. Aku saja tak sanggup jika berada di posisi dia. Bisa jadi aku akan kabur dan meninggalkan uda."     

"Jika Bara menduakan kamu. Kamu akan meninggalkan dia?"     

"Langsung aku tendang sampai langit ke tujuh, Sudahlah jangan bahas dia. Aku marah padanya. Sampai sekarang aku masih sakit hati."     

Iqbal tertawa cekikikan tak bisa menahan tawa. Dila sakit hati karena Bara merobeknya di malam pertama hingga pendarahan.     

"Kenapa uda ketawa? Ada yang lucu?"     

"Kamu lucu sekali Dila. Ngomong-ngomong kemana dia? Sejak pesta sangeet Hari ia tak muncul di rumah? Kalian masih bertengkar?"     

Dila bersedekap, memalingkan wajahnya. Ia paling malas membahas Bara.     

"Jangan bahas dia uda."     

"Masih marah padanya karena membuat kamu pendarahan? Berapa jahitan?" kelakar Iqbal menjahili sang adik.     

Muka Dila memerah karena malu. Apes banget Iqbal tahu masalah pribadinya, tapi jika ia tak cerita malah Naura dan Iqbal bertengkar hebat. Tak apalah aibnya menyelamatkan pernikahan sang kakak.     

"Uda….." Dila memasang wajah mode galak.     

"Berapa jahitan? Penasaran. Kalo Bara pulang bilang padanya berguru pada uda biar dia tidak menyakiti kamu lagi."     

"Uda. Sudah jangan bahas dia. Aku masih marah padanya."     

"Tidak baik bertengkar berhari-hari dengan suami. Dia begitu karena mungkin baru pertama kali baginya."     

"Ya….ya….ya…"     

"Langsung mengalihkan pembicaraan. Kenapa kamu datang ke kamar uda?"     

"Ini gara-gara uda curhat aku jadi lupa. Ayah memanggil uda untuk membahas masalah Ria dan keluarganya. Mereka ditangkap karena berjudi di rumah mereka. Ayah sangat malu karena rekan bisnisnya menanyakan masalah Ria dan keluarganya."     

Iqbal menepuk jidatnya,"Mati aku. Ayah pasti menyuruh uda ambil keputusan tentang Ria. Uda saja belum tahu mau bagaimana dengan Ria."     

"Yang penting temui saja ayah dan bunda. Apa yang dibahas nanti kita pikirkan. Nanti aku akan membela uda."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.