Jodoh Tak Pernah Salah

Part 194 ~ Anak Kita Telah Pergi



Part 194 ~ Anak Kita Telah Pergi

1"Sayang," panggil Bara mengelus rambut Dila. Ia merapikan rambut Dila ke belakang telinga.     

"Jawab aku Bara. Anakku selamat kan?" Bulir air mata keluar dari mata Dila.     

Bara bungkam tak memberi jawaban. Ia pun tak kuasa mengatakannya.     

"Anak kita masih ada kan Bara?" Tanyanya lagi dengan emosional.     

"Dila, tenanglah."     

"Dia masih ada di perutku kan?" Dila mengusap-usap perutnya.     

Bara tersenyum ironi melihat keadaan sang istri. Ia memalingkan wajahnya tak mau Dila melihatnya menangis.     

Bara mendekati Dila dan memeluknya. Kepala Dila di tenggelamkan dalam dadanya. Keduanya menangis haru.     

"Dila kamu yang sabar ya sayang. Bayi kita telah diambil sang Pemilik Kehidupan. Tuhan belum mentakdirkan dia lahir ke dunia ini."     

Dila menggeleng dalam tangis seakan tak percaya dengan yang didengarnya barusan. Dila yakin bayi mereka masih hidup. Bara telah menyampaikan tugas beratnya pada Dila. Reaksi Dila sudah dapat di prediksi Bara sebelumnya, ia merasa miris dan ironi. Ya Tuhan seperti inikah sakitnya kehilangan anak yang sangat dinantikan kelahirannya.     

"Kamu bohong kan Bara? Dia masih ada disini bukan?" Dila belum bisa menerima kenyataan. Ia mengelus-elus perutnya berharap bayi itu masih ada ada disana.     

Air mata Bara tak terbendung kala melihat wajah Dila. Sang istri tak sanggup menerima kenyataan. Luka yang ia rasakan terlalu dalam, besar dan melebar menyerang batinnya.     

"Tidak mungkin! Dia masih ada di dalam perutku!"     

Bara mengusap air matanya. Berusaha tegar dan strong di depan sang istri. Jika ia terlihat lemah maka sang istri pasti akan lebih lemah dan tak berdaya.     

"Ibu macam apa aku? Aku tak menyadari kehadirannya. Bahkan aku tahu kehadirannya setelah ia pergi dariku." Dila memukul dadanya.     

"Hentikan Dila!" Bara menahan tangan Dila agar tak lagi memukul dadanya.     

"Kamu ibu yang baik. Dia masih terlalu kecil sehingga kamu tak menyadari kehadirannya. Bersabarlah Dila. Ini ujian buat kita berdua. Aku tahu ini tak mudah bagi kita, cuma kita tak boleh meratapi kepergiannya."     

Bara merasakan sakit yang lebih parah dari Dila. Sakit kehilangan anak dan sakit melihat sang istri yang sangat tertekan kehilangan anak mereka. Bagaimanapun ia harus tetap terlihat kuat demi sang istri.     

"Bara kota ini memberikan kenangan buruk untukku. Aku ingin pulang. Aku ingin pulang,", cebik Dila terisak tangis.     

Bara menenangkan sang istri. Ia memeluknya erat-erat.     

"Kita akan pulang setelah dokter memastikan keadaan kamu."     

Bara meminta dokter untuk mengecek keadaan Dila. Ia pun berterus terang tentang psikis sang istri. Mungkin Bara akan melanjutkan pengobatan Dila di Jakarta saja sebelum pulang ke Padang.     

Dokter memberikan rekomendasi untuk Dila dirawat di rumah sakit yang ada di Jakarta.Tuan dan Nyonya Smith datang ke rumah sakit menemui Dila. Mereka meminta maaf atas perbuatan Zyan. Akibat ulah anak mereka Dila harus kehilangan bayinya.     

Dila banyak melamun tak menanggapi permintaan maaf Tuan dan Nyonya Smith. Jiwanya entah pergi kemana sejak tahu bahwa ia keguguran.     

"Maafkan istri saya jika banyak diam," kata Bara pada Tuan dan Nyonya Smith.     

"Kami mengerti bagaimana keadaan Dila. Ia baru saja kehilangan dan wajar sikapnya seperti itu," kata Nyonya Smith memahami psikologis Dila.     

"Andai Zyan tidak....."     

"Cukup Tuan tidak usah dibahas." Bara tak mau mendengarkan kelanjutan ucapan Tuan Smith. Menyalahkan Zyan juga percuma, anak mereka tak akan kembali.     

"Jam berapa kalian kembali ke Jakarta? Biar asistenku mengurus izin terbang jet pribadiku."     

"Tidak perlu Tuan biar kami naik pesawat domestik saja."     

"Tidak Aldebaran. Kalian pulanglah dengan jet pribadiku. Aku merasa bersalah pada kalian."     

"Tidak perlu berlebihan Tuan."     

"Aku tidak mau di tolak Aldebaran," katanya tegas.     

"Baiklah Tuan," balas Bara setuju pulang menggunakan jet pribadi Tuan Smith.     

Bara mendorong kursi roda Dila. Karena keadaannya belum pulih maka Dila harus menggunakan kursi roda untuk berjalan-jalan. Mira dan keluarganya ikut mengantar ke bandara.     

"Dila yang sabar ya. Semoga lo cepat sembuh dan semoga kalian segera di karuniai anak lagi. Tetap semangat," kata Mira tersenyum ironi.     

"Terima kasih Mira. Maaf gue merepotkan lo selama ini."     

"Gue enggak repot kok malah senang lo datang kesini. Sering-sering kesini ya."     

"Insya Allah Mira."     

"Bara bisa kita bicara?" Mira membalikkan tubuh menghadap Bara.     

"Boleh." Bara mengangguk.     

Mereka berdua pergi menjauh dari Dila dan yang lainnya. Dian dan Dila saling berpandangan, penasaran apa yang akan dikatakan Mira pada Bara.     

"Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Bara to the point.     

"Gue tahu apa yang terjadi pada kalian berdua. Gue harap lo enggak menyakiti Dila lagi dengan kelakuan lo."     

"Kelakuan apa?" Bara mengangkat bahu tak mengerti arah pembicaraan Mira.     

"Dila sudah berdiskusi tentang lo sama gue. Dia menerima lo dan mau bantu lo kembali ke kodrat karena masukan gue. Gue harap lo sungguh-sungguh ingin bertaubat dan tidak bergaul lagi dengan komunitas lo itu. Ingat kata orang Bara. Cerminan sikap seseorang bisa dilihat dari siapa temannya. Orang saleh akan berteman dengan orang saleh. Bajingan akan berteman dengan bajingan. Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan karena pengaruh teman bergaul yang jelek. Jika lo ingin sembuh jauhi teman-teman LGBT lo. Jangan pergi ke club atau minum wine lagi."     

"Gue tahu bagaimana sifat Dila. Dia hanya akan memberikan lo satu kesempatan. Jika lo tidak memanfaatkan kesempatan yang dia berikan, siap-siap ditinggalkan. Dila orang yang memegang komitmen. Sekali tidak dia akan mengatakan tidak."     

"Aku mengerti. Terima kasih telah memberikan saran yang baik padanya untuk menerimaku."     

"Gue hanya ingin yang terbaik saja. Gue doakan semoga rumah tangga kalian diberkahi Allah. Satu lagi jika Dila mengatakan akan meninggalkan lo ketika Lo dah normal abaikan saja. Buat dia jatuh cinta sama lo hingga dia lupa dengan kesepakatan kalian."     

"Kenapa lo membantu gue?"     

"Gue melihat kesungguhan di mata ko untuk berubah. Pasti lo sudah tahu dengan Fatih."     

"Ada apa dengan Fatih?" Kening Bara berkerut.     

"Fatih telah kembali dari Mesir. Gue yakin tak mudah untuk lo mendapatkan cinta Dila. Mereka sudah bertemu di Jakarta tanpa sengaja."     

"Apa?"     

"Lo kaget bukan?"     

"Ya gue kaget."     

"Mulai dari sekarang perjuangkan Dila Jika tidak siap-siap kehilangannya, Bara. Gue tahu jika Dila dan Fatih saling mencintai tapi yang gue tahu cinta sejati adalah cinta yang hadir setelah akad nikah. Walau Fatih ada di hati Dila namun lo tetap pemenang, karena lo suami sah dari Dila. Mereka berdua tidak berjodoh. Mungkin Tuhan menjodohkan kalian berdua agar Dila membimbing lo kembali ke kodrat. Dila bersuamikan lo agar dia lebih bersabar untuk menghadapi suami macam lo dan jadi ladang ibadah untuknya."     

Bara manggut-manggut memahami maksud Mira.     

"Terima kasih telah mendukung gue."     

"Enggak perlu terima kasih, cukup bahagiakan Dila. Jika lo ingkar janji sama gue siap-siap gue lempar sama ikan busuk," kata Mira tertawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.