Jodoh Tak Pernah Salah

Part 312 ~ Kita Akan Membalas Zico



Part 312 ~ Kita Akan Membalas Zico

0"Kita tidak akan membiarkan Zico begitu saja. Dia telah merusak masa depan kita berdua. Apa yang aku lakukan pada Sisil tak sebanding dengan apa yang dia lakukan pada kita. Kamu menjadi ibu di usiamu yang baru enam belas tahun. Aku mengalami trauma hingga aku menyukai pria. Kesalahan dia terlalu fatal. Aku yakin dia kembali ingin menyakiti kita lagi. Tidak akan aku biarkan dia menang untuk kali ini."     

"Sama bos. Dia telah membuat kita menderita. Kesalahan dia tidak mudah untuk kita maafkan. Aku bahkan ingin menyiksa dia sebelum dia mati bos. Dia menjadikan aku budak seks selama berhari-hari. Aku masih remaja kala itu namun dia tak berperasaan menggauliku berkali-kali. Gara-gara dia aku harus melahirkan Alvin di usia remaja dan membenci anak itu."     

"Benar Dian. Kita harus waspada dan tidak boleh gegabah. Kita harus melindungi keluarga kita dari dia. Andaikan dia benar pemilik rumah sakit Harapan yang baru, rencana kita harus terlaksana."     

"Baik bos."     

"Masalah G. Apa dia menyulitkan kita?"     

"Untuk saat ini tidak bos. Dia baik-baik saja. Aku ingin proyek ini cepat selesai dan dia bisa kembali ke Vietnam."     

"Aku rasa dia tidak akan kembali dalam waktu dekat. Kamu alasan dia untuk bertahan di kota ini."     

"Bos jangan mulai lagi."     

"Tadi kamu dapat kiriman bunga. Apakah itu dari G?"     

"Bos," cebik Dian kesal.     

"Kenapa kamu sedih sekali kalau aku membahas soal G?"     

"Gimana enggak sensitif bos masa orang jahat dan bajingan kayak dia yang naksir sama aku? Kapan sih orang baik-baik suka sama aku?"     

"Ngarep Fatih nggak mungkin. Kalau kamu mau sama Fatih, kamu harus memantaskan diri dulu. Fatih nggak mungkin suka sama cewek kayak kamu. Kamu harus berubah dulu baru bisa menjadi pendamping Fatih. Dia pasti mencari wanita yang setara sama dia. Wanita yang berhijab hingga menutupi dada. Sholehah, rajin sholat, lembut tutur bahasanya. Sementara itu semua nggak ada sama kamu Dian." Goda Bara mentertawai Dian.     

"Makin lama bos makin nyebelin. Emangnya aku ngarep sama Fatih apa. Aku sadar diri juga bos kalau aku bukanlah tipe wanita yang disukai Fatih."     

"Tumben seorang Dian Saraswati bisa menyerah. Jika begitu kamu sama G aja. Tadi bukannya dia kirim bunga sama kamu? Romantis juga si brengsek itu."     

"Bos makin lama makin menyebalkan. Mentang-mentang sekarang Dila udah mulai sayang dan belajar cinta sama bos. Dila udah mengakui perasaannya belum sama bos?"     

"Kenapa sih kamu pengen tahu banget?"     

"Ya pengen tau aja bos. Jangan-jangan cinta bos hanya bertepuk sebelah tangan. Hahahaha."     

"Walau Dila belum mengatakan cinta sama aku, tapi dari sikapnya aku bisa merasakan, kalau Dila juga mencintaiku."     

"PD banget bos jadi orang?" Dian mencibirkan bibirnya.     

"Harus PD dong. Sebagai laki-laki kita harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Sama kayak G mengejar cinta kamu padahal dia tahu kamu benci sama dia. Tetap aja dia ngejar-ngejar kamu. Kayaknya dia bucin akut sama kamu."     

"Bisa nggak sih kalo kita bicara tidak bahas G? Lelah aku tuh."     

"Dian," panggil Bara. Pria itu akan bicara serius.     

"Ada apa bos?"     

"Menurut perhitunganku. Jika benar Zico akan meresmikan rumah sakit dengan nama baru berarti dia akan mengundang pemerintah setempat termasuk anggota dewan. Bagaimana menurut kamu? Apa yang akan kamu lakukan jika melihat Zico?"     

"Aku akan culik dia dan siksa dia," jawab Dian tanpa ragu. "Bos besok aku mau izin mengurus kepindahan Alvin. Mungkin seminggu aku berada di Bandung."     

"Kok mendadak?"     

"Udah direncanakan bos. Aku udah bilang sama bos. Lupa ya?"     

"Kapan?" Bara mencoba mengingat.     

"Ya ampun masih tiga puluh lima tahun udah PDI aja."     

"Apa itu PDI?"     

"Penurunan Daya Ingat," jawab Dian tergelak tawa.     

"Kamu bisa aja. Mari kita susun rencana untuk menghancurkan Zico. Aku bahkan harus menjadi anggota DPRD agar bisa menghabisi dia. Berharap bisa maju ke Senayan. Jika kita bisa menghabisi dia tanpa aku harus ke Senayan tentu lebih baik. Lagian dunia politik tidak cocok untukku. Terlalu banyak kemunafikan dan kebohongan disana. Yang paling aku benci mereka menjual agama demi kepentingan politik mereka."     

"Benar sekali bos. Aku pun sudah bosan harus membungkam lawan politik bos satu persatu. Terlalu banyak dosa yang aku lakukan bos. Setelah membalaskan dendam pada Zico. Aku ingin mulai hidup baru dengan Alvin tanpa ada dendam. Aku ingin membayar waktu yang terbuang selama empat belas tahun ini dengan Alvin. Aku ingin menebus semua kesalahanku padanya. Aku ingin membahagiakan dia bos."     

"Apa kamu bermaksud akan berhenti menjadi asistenku Dian?" Bara merasa keberatan.     

"Menjadi asisten sekaligus sekretaris bos tidaklah mudah. Bahkan aku kekurangan waktu untuk istirahat dan me time. Aku ingin segera pensiun bos."     

"Jangan pernah berpikiran untuk resign Dian. Aku sangat mengandalkan kamu. Jangan pernah memikirkan untuk berhenti sedetik pun. Jika ingin istirahat katakan saja istirahat. Aku akan memberikan kamu izin."     

"Tumben bos baik hati." Dian malah mencemooh Bara.     

"Kamu ini gimana? Baik salah, kejam juga salah. Mau kamu apa sih?"     

"Maunya disayangi dan dicintai bos," ucap Dian bercanda.     

"Kalo itu yang kamu minta aku nyerah. Aku mengibarkan bendera putih. Cintaku hanya untuk istriku seorang."     

"Wow bos Bara berubah 180 derajat. The power of love. Seorang Bara bisa berubah baik dan lembut karena seorang wanita. Kelihatan banget bos cinta mati sama Dila."     

"Kelihatan ya?"     

"Kelihatan sekali bos. Tapi bersyukurlah bos akhirnya bos bisa straight. Entah jurus apa yang dipakai Dila hingga mampu menaklukkan bos. Bos bahkan mau berubah hanya demi dia. Aku saja yang menggoda bos dari dulu agar straight tidak pernah berhasil."     

"Berarti Tuhan memberikan aku hidayah melalui Dila bukan kamu. Terima kasih telah setia bersamaku Dian. Bagiku kamu bukan sekedar sekretaris dan asisten, tapi adik. Aku dan kamu adalah keluarga." Bara menyentuh puncak kepala Dian.     

"Aku juga sudah menganggap bos seperti kakakku sendiri."     

"Jika kita sudah balas dendam sama Zico tolong bahagiakan dirimu. Kamu layak untuk bahagia. Sudah saatnya kamu menikah dan berkeluarga."     

"Sepertinya sulit jika aku menikah. Pasti para pria akan mundur jika tahu aku memiliki anak."     

"Tidak boleh bicara kayak gitu. Kita tidak tahu bagaimana jalannya takdir. Bisa jadi kamu berjodoh dengan G atau Fatih."     

"Bos kenapa bahas G lagi sih?" Dian memprotes keras. "Tadinya aku udah terharu, tapi gara-gara bos bahas G aku jadi kesal."     

"Jangan terlalu membenci sesuatu nanti kamu malah menyukainya. Mau jilat air liur sendiri?"     

"Enggak mau ah bos. Jorok dan jijik."     

Setelah itu Dian dan Bara berdiskusi bagaimana membalas dendam pada Zico. Mereka mengatur strategi dan jebakan untuk G. Dian mencatat poin-poin penting dalam agenda. Dian sangat pelupa makanya dia selalu bikin notes di agenda dan di ponsel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.