Jodoh Tak Pernah Salah

BaraDila 10



BaraDila 10

2Semenjak Dila kabur, hubungan Defri dan Lusi juga ikut memburuk. Lusi bahkan berani melawan sang suami. Selama ini Lusi menjadi istri yang patuh dan tak berani melawan pada sang suami. Sejak Defri mengancam Dila, rasa hormat itu hilang. Lusi tak lagi menaruh hormat dan mengagungkan sang suami. Kecewa, karena sang suami telah menghancurkan rumah tangga si bungsu. Selama ini Lusi selalu bersandiwara di depan Defri maupun Iqbal. Memukul mental keduanya agar rasa bersalah itu kian besar.     

Makna keluarga telah hilang akibat ulah kedua pria itu. Keluarga yang seharusnya melindungi malah berbuat sebaliknya. Keluarga yang awalnya harmonis menjadi hambar dan tak ada kehangatan. Selama berumah tangga dengan Defri, baru kali ini Lusi marah besar pada sang suami. Defri selalu mengekang istri dan kedua anaknya. Mereka harus patuh dan tunduk pada perintahnya. Ucapannya adalah titah yang harus mereka jalankan. Sikap otoriter sudah melekat dalam sosok seorang Defri Sulaiman. Pria itu superior dalam keluarga. Sikap Iqbal juga meniru sikap sang ayah. Pria itu juga menjadi superior untuk kedua istri dan ketiga anaknya.     

Defri sudah mulai sakit-sakitan. Pria itu harus bolak-balik rumah sakit melakukan pengobatan. Defri mengalami diabetes. Badannya kian kurus dari hari ke hari. Bukan hanya fisiknya yang sakit tapi juga hatinya. Apa yang telah ia lakukan pada Dila telah merubah sikap Lusi. Wanita itu bukan jadi istri penurut lagi dan cenderung membangkan. Biasanya Lusi hanya diam ketika dimarahi, sekarang sudah berani melawannya. Defri kini takut pada Lusi. Takut di usia senja sang istri meninggalkannya. Defri tertekan sejak Iqbal bercerai dari Naura dan Ria. Iqbal tak hanya kehilangan istri tapi juga anak. Defri merasa bersalah namun gengsi meminta maaf. Seandainya bukan karena perintahnya mungkin Iqbal tak akan kehilangan keluarganya.     

"Bun. Dimana obat ayah?" Tanya Defri pada Lusi. Pria itu baru saja selesai makan siang.     

"Mbak ambilkan obat Bapak." Lusi malah memerintahkan salah satu ART untuk mengambilkan obat Defri. Lusi menjadi ketus dan sikapnya tak manis seperti dulu.     

ART mengambil obat Defri dan memberikannya pada pria itu. Defri memasukkan obat itu ke dalam mulutnya lalu meminum air. Mata Defri berkaca-kaca. Perubahan Lusi begitu drastis. Tak seperti dulu. Bukan lagi istri soleha, penurut dan patuh pada suami.     

"Bun, sampai kapan bersikap seperti ini?" Defri melunak. Tak berani lagi bicara keras dan mengintimidasi seperti dulu.     

"Maafkan tidak bisa jadi istri yang baik untuk ayah." Lusi bersikap masa bodoh.     

"Maafkan ayah bunda."     

"Bunda salah dengar?" Lusi menyindir sang suami. Momen langka kata 'maaf' terucap dari mulut Defri.     

"Bunda enggak salah dengar."     

"Ayah minta maaf karena bunda sudah berubah bukan? Sikap baik ayah tak akan mengubah apa yang kalian lakukan di masa lalu. Kalian membuat bunda kehilangan anak. Bunda harus kehilangan anak perempuan karena ulah ayah dan Iqbal. Selama ini Dila selalu patuh dengan perintah ayah. Sebagai seorang ayah anda terlalu egosi Pak Defri. Anda selalu memaksakan kehendak. Kami harus patuh dengan perintah anda." Lusi terlihat emosi, sudah tak bisa memendam perasaan dalam hati.     

"Dulu ayah tahu jika Dila dan Fatih saling mencintai. Ayah pisahkan mereka dan menjodohkannya dengan Bara. Ayah merasa tak selevel dengan keluarga Fatih karena orang tuanya mantan ART kita. Saat Dila sudah bisa menerima Bara dan menerima takdirnya. Ayah memisahkan mereka dengan alasan masa lalu Bara. Puas? Ayah tak hanya menghancurkan pernikahan putri ayah. Pernikahan Iqbal juga hancur karena perbuatan ayah. Sebagai orang tua kita harus support dan dukung anak. Iqbal dan Dila sudah dewasa. Kita tidak bisa mengatur dia seperti kemauan kita. Mereka sudah punya pilihan. Selagi mereka bahagia jangan diusik."     

"Bunda maafkan ayah. Ayah akan mencari Dila sampai dapat. Ayah akan meminta maaf pada Bara dan Dila. Ayah sudah membuat Bara celaka. Ayah sudah memberikan mimpi buruk untuk Dila. Ayah akan merestui mereka. Ayah sadar dengan kesalahan ayah. Ego ayah sudah menghancurkan keluarga kita. Bunda tidak semanis dulu. Ayah paham ini hukuman dari bunda."     

"Apa ayah sungguh-sungguh dengan ucapan tadi?" Lusi melunak dan mendekati sang suami. Ia genggam tangan suami yang tak pernah lagi ia genggam selama empat tahun ini. Lusi mati rasa sejak Defri melukai Dila.     

"Ayah janji bunda. Jika bertemu Dila maupun Bara. Ayah akan minta maaf." Defri menangis terisak-isak.     

"Kami datang." Bara, Dila dan triplets tiba-tiba muncul di meja makan.     

"Dila, Bara." Defri bangkit dari kursi. Pria tua itu mendekati mereka.     

"Ayah." Dila berlari mendekati sang ayah. Ia peluk dan cium tangan Defri. Pria itu cinta pertama dalam hidupnya. Seorang Dila tak bisa membenci pria yang telah membuatnya lahir ke dunia.     

"Maafkan ayah nak." Defri menangis haru lalu mengelus kepala putrinya.     

"Sudah ayah. Tak ada yang perlu dimaafkan lagi. Aku sudah memaafkan ayah. Aku ingin keluarga kita seperti dulu. Tidak berantakan lagi."     

"Terima kasih telah memaafkan ayah." Defri menatap Lusi yang menangis haru.     

"Aku tidak akan bisa membenci ayah." Dila menghapus air mata Defri. "Mereka cucu-cucu ayah." Dila menunjuk triple Abadi.     

"Jadi….." Defri tergagap.     

"Aku hamil ketika kabur."     

"Kenapa bisa tiga? Mereka kembar?" Dila mengangguk. "Kok bisa? Keturunan kita tidak ada yang kembar."     

"Program bayi tabung." Bara menjawab. Ia mendekati sang mertua. Bara mencium tangan sang mertua dan tetap menaruh rasa hormat. Tubuh Defri makin ringkih karena mengalami diabetes.     

"Alhamdulilah." Defri mengucap syukur.     

"Sini nak." Bara memanggil ketiga anaknya. "Salam sama Atuk."     

Triple Abadi bergantian bersalaman dengan Defri. Pria itu mencium cucu-cucunya bergantian.     

"Kalian lucu sekali nak." Defri terharu.     

"Kemana saja kamu selama ini?" Defri menatap Dila.     

"Di KL ayah."     

"Jangan bilang tempat Lala?"     

"Benar." Dila malah tersenyum.     

Defri menatap tajam pada Lusi. Ia yakin jika Lusi sudah tahu keberadaan Dila selama ini. Sikap ketus sang istri untuk memberinya pelajaran.     

"Bunda sengaja melakukannya agar ayah sadar dengan kesalahan ayah." Lusi tak menampik kecurigaan Defri. Meski Defri tak bertanya secara langsung, namun tatapan pria itu sudah dipahami Lusi.     

"Bun. Ayah tidak marah. Jika bunda tak bersikap begitu mana mungkin ayah akan sadar." Defri tersenyum menatap istrinya.     

"Sayang nenek sini." Lusi merentangkan tangan minta dipeluk ketiga cucunya.     

Ketiganya berhamburan ke dalam pelukan Lusi. Bahagia menyelimuti keluarga mereka. Pada akhirnya kata maaf mencairkan hati yang telah beku. Maaf membuat dunia terasa damai dan tentram. Memaafkan sejatinya berdamai dengan diri sendiri. Menerima semua yang sudah terjadi dan mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Memaafkan sejatinya membebaskan diri sendiri. Membebaskan dari 'jebakan' rasa jengkel dan luka yang seringkali orang yang berhubungan dengan peristiwa tersebut sudah lupa. Memaafkan sejatinya mengijinkan diri sendiri untuk menjadi lebih baik dan fokus menatap masa depan dengan kemungkinan yang jauh lebih baik.     

*****     

Baca kisah Rere dan Dino di novel "TERJERAT PESONA DUDA TAMPAN". Dijamin diabetes dan senyum-senyum sendiri. Simpan Di Library Kalian ya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.