Jodoh Tak Pernah Salah

Part 53 ~ Bertemu Clara



Part 53 ~ Bertemu Clara

1Egi tersadar dari amarahnya. Ia melihat kondisi kamar bak kapal pecah. Barang-barang berserakan, ada ceceran darah di lantai rumah. Ia melihat Musba tergolek pingsan. Egi merutuki dirinya kenapa tak bisa mengendalikan emosi.     

Ia harus membawa Musba ke rumah sakit sebelum tantenya pulang. Keadaan akan genting jika Ira melihat suaminya dalam keadaan babak belur dan Ira akan mempertanyakan kenapa suami bisa dihajar sampai babak belur.     

Dengan susah payah Egi menggendong Musba masuk mobil. Egi tancap gas menuju rumah sakit terdekat. Ia membawa Musba ke UGD agar segera ditangani.     

Perawat dengan telaten membantu Egi mengangkat Musba ke atas brankar. Perawat mendorong brankar dan membawa Musba ke ruang perawatan untuk mendapatkan penanganan dari dokter.     

"Lakukan pendaftaran dulu Mas," kata perawat.     

Egi segera mengurus pendaftaran Musba agar segera bisa ditangani. Setelah mengurus pendaftaran Egi duduk di kursi tunggu depan UGD.     

Egi mengusap kasar wajahnya. Apakah akan memberi tahu Ira atau tidak tentang keadaan Musba. Disatu sisi Egi enggan memberi tahu karena takut Musba buka mulut tentang orientasi seksualnya. Disatu sisi ingin memberi tahu agar Ira tak khawatir dengan kondisi sang suami.     

Egi bak makan buah simalakama. Melakukan keduanya , tapi sama-sama memiliki resiko. Egi jadi menyesal, terbakar amarah hingga melukai Musba hingga tak berdaya dan menyulitkan posisinya.     

Pikiran Egi menerawang mengingat masa lalu. Andai waktu kecil Musba tidak pernah melecehkannya mungkin ia akan menjadi lelaki normal, menyukai wanita. Selama ini Egi merahasiakan jati diri sebagai gay. Merindukan seorang pria namun sebatas khayalannya saja.     

Ketika bertemu Bara di sebuah club, ia baru berani terbuka dan menjalin hubungan dengan pria.     

Bara cinta pertama untuk Egi, Bara juga kekasih pertama untuknya. Egi selama ini bermain bersih. Hanya dengan Bara ia pernah berhubungan. Ia banyak didekati para gay , namun ia menutup diri karena dibutakan cinta Bara.     

Egi lelaki yang perfeksionis dan bersih. Ia sadar jika menjadi seorang gay resiko terpapar penyakit kelamin sangat besar. Maka oleh sebab itu ia hanya mau berhubungan dengan Bara dan memastikan Bara hanya menjalin hubungan dengannya sehingga kebersihan mereka terjamin. Resiko terpapar penyakit kelamin juga kecil.     

"Keluarga Bapak Musba," seorang perawat memanggil dan mencari sosok Egi.     

Egi masih sibuk melamun dan tak mendengar panggilan perawat.     

"Keluarga Bapak Musba," panggil perawat sekali lagi.     

Egi tersadar dari lamunannya dan menghampiri perawat.     

"Iya sus. Kenapa?"     

"Pak Musba harus dirawat. Silakan Mas urus administrasi dan booking kamar."     

Kening Egi berkerut, Musba dirawat mau tidak mau Egi harus memberi tahu Ira.     

Amshiong mikirin alasan kenapa Musba babak belur!     

"Harus dirawat ya sus? Enggak bisa rawat jalan aja?"     

"Dokter bilang harus rawat."     

Egi melangkah gontai menuju administrasi. Ia mengeluarkan kartu ATM dan menggeseknya di mesin EDC. Egi harus membayar uang jaminan agar Musba bisa dipindahkan ke ruang rawat inap.     

Setelah administrasi diurus, perawat membawa Musba ke ruang rawat inap. Mau tidak mau Egi harus mengabari Ira.     

Egi meraih iPhone dalam saku celana. Ia langsung menghubungi Ira.     

"Halo Egi," sapa Ira merdu.     

"Halo juga tante. Gimana kabarnya tante?"     

"Baik Gi. Kamu gimana?"     

"Baik juga tante. Tante udah jalan ke Jakarta?"     

" Udah Gi. Kamu kangen sama tante?"     

"Pastilah aku kangen tante. Tante udah seperti mama untukku. Tante..."     

"Iya Gi. Ada apa?"     

"Om dirawat di rumah sakit. Om dipukul orang tak dikenal," kata Egi sekenanya.     

"Apa? Kok bisa?"     

"Iya tante. Panjang ceritanya. Nanti pas ketemu aku ceritain. Maaf baru kabarin tante, soalnya aku sibuk mengurus administrasi perawatan om. Aku share lokasi rumah sakit via WA ya tante."     

"Iya Egi."     

Tutttsss...Telpon terputus.     

Egi menatap Musba yang tergolek lemah di ranjang. Lelaki paruh baya itu masih pingsan. Jika membunuh bukan perbuatan kriminal mungkin Egi sudah melakukannya dari dulu.     

Musba mimpi buruk untuknya. Masa kecilnya dirampas Musba. Egi tak hanya kehilangan orang tua, tapi juga kehilangan masa depan. Egi sangat menyayangi Ira. Ia tak mau sang tante sedih dan terluka mengetahui fakta tentang suaminya. Egi tutup mulut demi kebahagiaan Ira karena ia tak mau sang tante menderita. Ia korbankan dirinya demi sang tante yang sangat menyayanginya.     

Egi keluar dari ruang perawatan. Ia ingin menghirup udara segar. Melihat wajah Musba membuatnya muak. Ada sekitar tiga puluh menit melamun memikirkan nasibnya, Ira dan hubungannya dengan Bara.     

Apakah Bara merindukannya seperti ia merindukan Bara?     

Apakah Bara sudah memaafkan kesalahannya karena mencoba membunuh Dila?     

Walau dihukum sangat berat, rasa cinta dan sayangnya tak pernah pudar untuk Bara. Egi mengambil pelajaran dari kejadian yang menimpanya. Lain kali ia tak boleh melanggar perintah Bara.     

Bara menyukai orang yang patuh dan tidak banyak tingkah.     

Ketika Egi masuk ruang perawatan, pintu diganjal kaki seorang wanita cantik.     

"Long time no see Egi," sapa sang wanita genit.     

"Enggak nyangka kita berjodoh ketemu disini."     

Egi menghela napas dengan kasar. Apa dosanya bertemu dengah salah satu perempuan yang memperkosanya? Masih kurang sial apa coba? Bertengkar dengan Musba lalu bertemu Clara?     

"Siapa yang sakit Egi? Apa Bara?"     

"Bukan urusan lo," balas Egi ketus.     

Tanpa permisi Clara memasuki kamar rawat inap Musba. Ia menatap Musba tergolek lemah.     

"Siapa dia?"     

"Bukan urusan lo!"     

Clara mencubit dagu Egi dengan genit.     

"Jangan galak-galak sayang. Bukankah kita sudah menghabiskan malam yang indah?"     

Egi membuang muka, tak sudi menatap Clara.     

"Indah buat lo bukan buat gue."     

"Malam itu lo enggak pakai pengaman Gi. Bisa jadi benih lo sedang tumbuh di rahim gue."     

"Jangan mimpi mengandung anak gue. Paling anak laki-laki lain."     

Clara mengabaikan hinaan Egi. Kemarahan di wajah Egi membuatnya senang.     

Clara mendorong tubuh Egi hingga membentur dinding kamar. Tanpa permisi ia mengecup bibir Egi. Entah kenapa melihat bibir seksi Egi membuat Clara bergairah. Egi menghapus bekas ciuman Clara di bibirnya.     

" Jangan marah-marah Oppa ganteng. Nanti aku makin nafsu memperkosa kamu. Bagaimana kita coba bermain di kamar ini? Bukankah seru? Kita bereksperimen seperti film porno yang pernah gue tonton."     

"Pergi lo dari sini!" Usir Egi kasar menunjuk pintu.     

"Jangan marah-marah sayang. Nanti kamu stroke." Clara tak terpancing dengan sikap kasar Egi.     

Ketika Egi lengah, tangan Clara meremas kejantanan Egi.     

"Wanita sinting," maki Egi murka. Remasan Clara di kejantanannya tak disangka sama sekali, membuatnya shock.     

"Kalo om gue liat gimana?" Egi menunjuk Musba yang sedang terlelap.     

"Enggak bakal liat sayang. Om lo lagi tidur. Bagaimana rasanya berhubungan intim dengan wanita? Seru bukan daripada main pedang?"     

"Pergi enggak dari sini? Gue masih menahan diri Clara. Kalo lo masih nekat disini gue enggak segan buat mukul lo."     

" Aduh takut," ledek Clara.     

"Gue bukan cewek yang gampang digertak. Gue suka dan cinta sama lo. Tantangan buat gue bisa menaklukan hati lo. Gue ingin lo straight. Gue akan setia membantu kembali ke kodrat. Yuk kita nikah?"     

"Sampai mati pun gue enggak mau menikah sama lo. Jangan mimpi!     

"Kalo gue hamil anak lo gimana?"     

"Ga bakal."     

"Malam itu masa subur gue."     

"Gue enggak crot didalam ketika itu. Jadi jangan mimpi bakal hamil anak gue."     

Egi menarik tangan Clara dan membawanya keluar. Dengan kasar Egi menutup pintu kamar dan menguncinya. Clara mengetuk pintu dari luar, namun tak digubris Egi. Clara memutuskan pulang dan tak mau menjadi orang bodoh menunggu tanpa kepastian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.