Jodoh Tak Pernah Salah

Part 87 ~ Sandiwara Dila



Part 87 ~ Sandiwara Dila

2Bara balik ke kamar dalam keadaan kesal. Bisa-bisanya Iqbal membahas soal anak di depannya. Entah apa yang mereka bisikkan tentangnya. Bara tidak subur, Bara tidak tokcer, kejantanan Bara belum terbukti karena belum ada hasilnya. Bara marah besar karena pembahasan anak. Tipe masyarakat Indonesia selalu menanyakan pertanyaan sensitif yang membuat yang ditanya marah.     

Pertanyaan pertama, Kapan Menikah. Terdengar sepele, namun, pertanyaan kapan menikah bagi sebagian orang terdengar begitu memojokkan atau bahkan menyakitkan. Terutama bagi anggota keluarga yang memang masuk dalam kategori usia terlambat menikah atau punya sifat pemalu sehingga sulit untuk mengenal lawan jenis.     

Pertanyaan kedua, Kapan Punya Anak. Menanggap pertanyaan ini seperti dorongan mereka untuk lebih bersemangat untuk berusaha memiliki anak, tapi, siapa tahu jika mereka ternyata sudah mengalami kegagalan terlalu sering sehingga menimbulkan kekecewaan dalam hati.     

Dila bersiap dengan sandiwaranya setelah Naura memberi tahu Bara marah besar ketika Iqbal membahas masalah anak. Dila bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Bara membuka pintu kamar yang sengaja tak di kunci. Dila pura-pura sibuk menonton drama Korea padahal matanya melirik Bara yang kelihatan kesal.     

" Tumben cepat aja ngobrolnya?" Tanya Dila berbasa-basi.     

" Lagi males," jawab Bara ketus.     

" Kok abang tiba-tiba marah gitu?" Pancing Dila.     

Bara hanya diam tak menanggapi. Wajahnya berkerut menahan kesal. Ia masih teringat kata-kata Iqbal. Kenapa Dila belum isi?     

" Sudah makan belum? Kalo belum aku ambilkan ke bawah."     

" Tidak perlu. Aku sudah makan di rumah mama."     

" Jam berapa sampai Padang?"     

" Jam lima sore sudah di rumah mama."     

"Kenapa enggak kabari aku? Kalo tidak kita bisa makan malam bersama."     

"Lebih baik tidak."     

"Sepertinya ada yang menyinggung perasaan abang. Kenapa marah- marah seperti itu?"     

" Aku mandi dulu," balas Bara menghindar. Ia mengambil handuk dan bergegas menuju kamar mandi.     

Dila mengambil ponsel dan berkirim pesan dengan Naura.     

Dila : Sepertinya dia marah sekali.     

Naura : Tentu saja dia marah. Uda kamu menyinggung kenapa kamu belum hamil padahal kalian sudah tiga bulan menikah.     

Dila : Aku harus berterima kasih sama uda. Kita punya ide untuk menjebaknya.     

Naura : Berhati-hati Dila. Kalo dia terpancing dan dia meniduri kamu akan berbahaya. Kita belum mengecek apakah dia bersih atau tidak.     

Dila : Aku akan berhati-hati.     

Saat sibuk chat dengan Naura, tiba-tiba ada pesan WA dari Iqbal. Dila segera membaca pesan dari Iqbal.     

Iqbal : Dila. Uda minta maaf sama Bara. Uda enggak maksud menyinggung dia menanyakan sampai sekarang kenapa kamu belum hamil. Uda hanya bercanda, ternyata pertanyaan itu sangat sensitif buat Bara. Tolong sampaikan maaf uda sama Bara. Besok- besok uda tidak akan bercanda lagi soal anak.     

Dila : Pantes saja suamiku marah dan ngambek uda. Nanti akan aku sampaikan. Jangan khawatir.     

Iqbal : Terima kasih Dila.     

Dila menghapus percakapannya dengan Naura. Bisa bahaya jika Bara membaca chatnya. Bara sudah selesai mandi. Seperti biasa ia hanya menggunakan celana boxer pendek.     

"Sudah selesai mandinya?"     

Bara mengeringkan rambutnya menggunakan handuk," Sudah."     

"Kenapa tidak keringkan rambutnya pakai hair dryer?"     

"Malas," jawab Bara sekenanya.     

Dila bangkit dari ranjang dan menarik Bara duduk di meja rias. Walau jijik menyentuh Bara karena tahu fakta suaminya gay, ia tetap kuat bersentuhan dengan Bara. Dila menghidupkan hair dryer dan mengeringkan rambut Bara. Bak pegawai salon Dila mengeringkan rambut sang suami. Bara tertegun melihat sikap agresif istrinya. Tak biasanya Dila bersikap seperti ini, biasanya Dila paling sungkan besentuhan fisik dengannya. Setelah mengeringkan rambut Bara, Dila bahkan mengeluskan body lotion di punggung Bara. Walau gemetar, Dila tetap mengoleskan body lotion ke tubuh Bara dan memberikan sedikit pijatan.     

"Aneh sekali sikapmu hari ini. Tak biasanya kamu berani menyentuhku?" Bara mengomentari Dila yang sedang memijit bahunya. Ternyata Dila sangat pintar memijat sehingga ia sedikit relax.     

"Apanya yang aneh? Salah jika aku menyentuh tubuh abang? Aku istrimu bukan? Aku bahkan boleh melakukan lebih terhadap tubuhmu," kata Dila pura-pura menyentuh kejantanan Bara.     

Bara reflek bangkit dari kursi. Tak menyangka Dila akan menyentuh kejantanannya. Untung saja ia cepat tanggap. Ini bukan seperti Dila yang ia kenal. Kenapa Dila agresif seperti ini.     

" Kenapa abang berdiri?"     

"Kenapa kamu ingin menyentuhku?" Tanya Bara tak senang.     

Dila merapatkan tubuhnya pada Bara. Dengan nakal ia membuka jubah tidurnya dan hanya meninggalkan lingerie seksi nan tembus pandang. Bara semakin gregetan karena Dila semakin berani padanya. Jantung Bara berdebar-debar. Ia tak siap dengan kondisi ini. Jika ia menolak dan tak terangsang dengan apa yang dilakukan Dila, bisa jadi ia ketahuan. Kejantanannya tak akan pernah bangun jika dirangsang oleh wanita.     

Dila mendekatkan wajahnya pada Bara. Jarak mereka hanya beberapa centi. Dila mengelus dada Bara yang berbulu.     

"Aku tahu kenapa abang marah-marah. Tadi uda Iqbal sudah chat aku. Dia minta maaf masalah yang tadi. Menanyakan aku kenapa aku belum hamil sampai saat ini."     

Bara menjauhkan tubuhnya dari tubuh Dila. Tenggorokannya kering dan tak mampu bicara.     

" Bagaimana kita mau punya anak jika kita tidak pernah berhubungan intim? Sampai kapan kita seperti ini."     

"Aku tidak bisa Dila."     

"Apa yang tidak bisa? Tidak bisa punya anak dariku atau kamu tidak bisa menyentuhku?"     

"Jika kamu ingin kembali pada Fatih, lebih baik dalam keadaan suci," jawab Bara beralibi.     

" Awalnya aku memang menganggap pernikahan kita sebuah bencana karena aku tidak mencintai kamu, tapi seiring berjalannya waktu, aku sadar jika kamu jodoh yang diberikan Tuhan padaku. Aku berdamai dengan masa lalu dan mencoba menerima kamu sebagai pasangan hidupku. Sampai kapan hubungan kita seperti ini? Aku sudah lelah menjawab pertanyaan orang lain sudah isi apa belum? Bukankah tujuan pernikahan itu menghasilkan keturunan?"     

" Benar, tapi aku belum bisa."     

"Kenapa belum bisa? Apakah trauma masa lalu membuat kamu membenci wanita dan tak terangsang dengan sentuhanku?" Tanya Dila lagi mencoba menyentuh tubuh Bara.     

Dila mengelus tubuh Bara perlahan-lahan dari wajah hingga perut, namun sang empu tak menunjukkan reaksi apa- apa. Dila sudah menduga sesuatu di bawah sana tidak akan bangun karena suaminya gay. Dila perang dengan dirinya sendiri melakukan semua ini, tapi demi membuktikan jati diri suaminya.     

" Kenapa kamu tidak terangsang?" Tanya Dila pura-pura kaget. " Lelaki normal jika mendapatkan sentuhan seperti ini akan terangsang sementara kamu tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Apa yang terjadi padamu. Jangan...…."     

" Jangan....jangan apa?" potong Bara gelisah.     

" Abang kamu tidak impoten bukan?" Tanya Dila mengguncang dunia Bara.     

" Aku tidak impoten," balas Bara sengit.     

"Lantas ini apa? Kenapa kamu tidak bereaksi dengan sentuhanku?"     

Bara mengusap wajahnya kasar dan duduk di tepi ranjang. Ia sedang memikirkan alasan untuk membohongi Dila.     

" Inilah sebabnya aku tidak mau menikah," balas Bara terisak tangis.     

"Kenapa? Cerita padaku," kata Dila berusaha bijaksana. Ia duduk disamping Bara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.