Jodoh Tak Pernah Salah

Part 88 ~ Medical Check Up



Part 88 ~ Medical Check Up

0" Aku trauma dengan masa lalu, kisah cintaku dengan kekasihku dulu. Perselingkuhannya membuat aku sangat membenci wanita. Kebencianku pada wanita membuat aku menjadi tak tertarik dan terangsang dengan wanita. Aku menjadi impoten. Tapi Dila aku mohon padamu jangan ceritakan ini pada keluarga aku mohon. Jika orang tahu aku impoten, harga diriku serasa dicabik-cabik," kata Bara bersimpuh di kaki Dila. Bara pura-pura menangis untuk menarik perhatian Dila.     

KAU MEMANG PEMBOHONG ULUNG! UMPAT DILA DALAM HATI. Dila mengikuti permainan sang suami. Dila lebih suka Bara mengakui dirinya gay bukan pria impoten. Kali ini Dila dituntut untuk berakting dengan baik.     

"Sejak kapan abang mengalami kondisi ini?" Dila mengelus rambut Bara.     

" Sudah beberapa tahun yang lalu. Sejak pengkhianatan itu aku tak memiliki selera dengan wanita."     

"Apakah abang mau sembuh?"     

"Tentu saja aku mau sembuh," balas Bara manggut-manggut.     

"Jika abang melakukan terapi akan ada kesembuhan untuk abang. Aku akan membantu."     

"Bagaimana caranya?"     

"Aku kenal beberapa dokter. Kita bisa konsultasi ke dokter."     

"Aku tidak mau," tolak Bara keras.     

" Kenapa?".     

"Jika aku ke dokter akan ada orang yang tahu soal penyakitku. Ini memalukan. Aku sekarang jadi sorotan media. Aku tak ingin lawan politikku memiliki celah untuk menjatuhkan aku. Apa kata dunia jika orang-orang tahu Aldebaran impoten. Ini sangat memalukan. Aku bisa membunuh orang jika mereka berusaha mengungkap aibku," kata Bara keceplosan.     

" Apa kata abang? Membunuh orang?" Kening Dila berkerut. Bukannya tak mungkin Bara melakukannya, tapi Dila tak menyangka Bara akan membahasnya.     

"Lupakan saja. Aku salah bicara."     

"Jangan asal bicara membunuh orang. Seperti nyawa manusia tidak ada artinya bagi abang. Membunuh perbuatan terkutuk dan dibenci oleh Tuhan. Tolong jangan ucapkan kata-kata mengerikan itu di depanku. Aku seperti menikahi mafia."     

" Maafkan aku, tak sengaja hanya emosi sesaat. Bukan maksudku bicara seperti ini. Soal ke rumah sakit aku masih tidak setuju. Bagaimana jika dokternya saja yang kita minta datang ke kantorku?"     

"Tidak bisa abang. Peralatannya bagaimana? Dengarkan aku kali ini. Abang harus sembuh. Kita berdua akan melakukan medical check up. Aku juga akan memastikan kesehatanku, biar tidak ada yang curiga. Jika ada yang tanya, aku akan jawab kita akan melakukan program bayi tabung."     

"Kamu sungguh ingin punya anak dariku?"     

"Bukan itu," kata Dila terbata-bata. Mana mungkin ia sudi memiliki anak dengan Bara, berdekatan seperti ini sudah membuatnya jijik. Mungkin setelah ini Dila akan mensucikan diri sebanyak tujuh kali agar ia kembali suci.     

"Lalu apa?"     

"Jujur, aku juga punya beban. Dulu orang sibuk menanyakan kapan aku menikah karena usiaku sudah cukup matang untuk membina rumah tangga. Sekarang setelah aku menikah mereka bertanya apakah aku sudah hamil apa belum. Sumpah aku kesal jika ditanya seperti itu. Orang seakan tak habisnya mengomentari hidup kita. Itu baru uda Iqbal yang bertanya soal kehamilanku, belum anggota keluarga yang lain. Pusing ditanya soal momongan."     

"Bagaimana jika kita punya anak dengan program bayi tabung tanpa kita memiliki beban untuk berhubungan intim. Untuk saat ini aku jujur tak bisa menyentuh kamu karena penyakitku dan aku belum mencintaimu."     

Dila bersorak dalam hati karena Bara termakan jebakannya.     

" Tidak usah abang. Aku tak mau anakku sedih karena kedua orang tuanya tak saling mencintai. Kita fokus saja dengan kesehatanmu. Aku akan atur jadwal untukmu melakukan medical check up. Kali ini dengarkan aku. Aku tidak ingin ada bantahan."     

"Kenapa kamu bersikeras membawaku medical check up."     

"Aku melakukannya karena aku istrimu. Aku akan memastikan keadaan kamu baik-baik saja. Mungkin sekarang kita belum mencintai, tapi ke depannya kita tidak pernah tahu. Tuhan Maha pembolak balik hati manusia."     

" Uni Naura dokter di rumah sakit Harmoni. Kita bisa minta bantuannya."     

"Baiklah," kata Bara melunak. Ia tak berdaya kali ini. Jika ia tak mengikuti keinginan Dila takutnya Dila salah paham.     

" Bukankah kamu besok kerja?"     

" Aku kepala capem, jadi waktuku longgar tidak seperti frontliner."     

" Sombong sekali."     

"Tidak ada salahnya aku sombong pada ketua DPRD."     

*****     

Sesuai dengan rencana Dila dan Bara melakukan medical check up. Sebagai anggota dewan ia mendapatkan akses khusus dari direktur rumah sakit. Naura sudah memfasilitasi mereka agar semuanya berjalan dengan lancar dan cepat.     

Naura sudah mewanti-wanti temannya di labor saat pemeriksaan darah. Semua pemeriksaan di buat normal sehingga tak menimbulkan kecurigaan Bara.     

Dila pun melakukan medical check up seperti Bara. Mereka berpisah setelah pemeriksaan selesai dilakukan.     

Naura mengajak Dila untuk berbincang di ruangannya. Kebetulan hari ini pasien Naura sepi.     

"Kapan hasil pemeriksaannya keluar uni?"     

"Aku usahakan hasilnya cepat keluar. Semalam bagaimana hasil investigasinya?"     

"Aku terpaksa mensucikan diri sebanyak tujuh kali setelah bersentuhan dengan dia. Aku jijik melihatnya."     

Naura tertawa seraya mencubit hidung Dila.     

"Kamu terlalu berlebihan. Seperti Bara najis saja."     

"Entahlah uni. Aku capek berakting semalam. Apalagi harus buka jubah tidur di depan dia memperlihatkan tubuhku. Kalo saja dia pria normal aku tak akan sudi melakukannya."     

"Karena dia tidak normal makanya kamu harus buka baju di depan dia. Apakah ada reaksi dari kejantanannya?"     

"Dia benar-benar gay. Kejantanan tidak bereaksi, tapi si brengsek itu pandai bersandiwara. Dia mengatakan padaku kalo dia impoten."     

Mata Naura membulat dan tak percaya jika Bara akan mengaku impoten. Menurutnya lebih baik Bara mengaku sebagai gay.     

"Benar-benar bermuka dua. Dia layak mendapat Oscar. Aktingnya luar biasa. Investigasi dari Yosef akan diberi tahu dalam waktu dua Minggu. Yosef sedang sibuk menyelidiki kasus pembunuhan."     

"Tidak apa-apa uni. Setidaknya semua harus cepat aku akhiri."     

"Bagaimana dengan tahajudmu Dila?"     

"Aku akan membicarakan semua ini dengan mertuaku. Aku akan menemui papa Herman."     

"Apa kamu yakin menemui mertua kamu?"     

"Aku yakin uni. Papa harus tahu kondisi anaknya. Aku tersiksa harus bersandiwara seolah tidak tahu apa-apa. Aku ingin lepas dari Bara dan memulai hidup baru."     

"Apakah bersama Fatih?"     

"Jangan pernah bahas Fatih lagi. Ketika uni menyebut namanya, hatiku sakit. Mengingat kasih yang tak sampai. Fokus kita sekarang tentang Bara. Keputusanku nanti tergantung pembicaraan dengan papa."     

Naura menggenggam tangan Dila memberi kekuatan.     

"Semoga semuanya baik-baik saja. Uni tak menyangka kamu akan menghadapi masalah seberat ini. Ini lebih berat daripada suami poligami."     

"Uni wanita terkuat yang pernah aku kenal. Bisa membagi cinta. Aku tidak kuat jika berada di posisi uni, menerima kehadiran wanita lain dalam rumah tangga kita, apalagi punya madu menyebalkan seperti Ria."     

"Uni tak sekuat yang kamu kira."     

"Uni kuat dan aku belajar pada uni. Bicara soal Bara yang mengaku impoten. Bagaimana kita memeriksanya? Kita tahu dia bukannya impoten tapi pecinta pisang."     

"Tenang saja. Aku akan mengatur semuanya. Kalo bisa Bara jujur ke kamu dan dia menentukan pilihan, kembali ke kodrat atau dia tetap dengan orientasinya."     

"Melihat gelagatnya tak ada keinginan dari diri Bara untuk sembuh. Aku pesimis dia akan sembuh."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.