Part 90 ~ Jangan Tinggalkan Anakku
Part 90 ~ Jangan Tinggalkan Anakku
"Papa mohon padamu," Herman menangis pilu meminta Dila tak meninggalkan Bara.
"Maaf sebagai orang tua papa bersikap egois. Sekali ini saja. Bantu papa Dila. Setidaknya kamu coba dulu membimbing Bara kembali ke kodrat. Jika segala usaha telah kamu lakukan, tapi Bara tak juga berubah papa tidak akan melarang kamu untuk meninggalkan dia. Silakan tinggalkan dia. Untuk saat ini cobalah dulu perbaiki sikap dia. Papa malu sebagai orang tua tidak bisa mendidik anak sehingga dia menjadi seperti itu. Dia salah pergaulan dan juga korban seksual ketika remaja. Papa tidak tahu jika peristiwa itu berdampak padanya dan membuatnya gay. Jika papa tahu, mungkin papa akan terapi dia agar sembuh dari masa lalunya."
"Peristiwa apa papa?"
"Itu terjadi lima belas tahun yang lalu." Herman menatap lurus ke depan. Mau tak mau ia harus menceritakan masa lalu Bara pada Dila. Herman tak bisa juga sepenuhnya menyalahkan Bara karena Bara sekarang imbas kejadian masa lalu.
"Ada apa lima belas tahun yang lalu?" Dila penasaran dengan kisah Bara.
"Ini peristiwa buruk yang terjadi pada keluarga kami." Herman menerawang dan tak sanggup menceritakan peristiwa buruk ini pada Dila.
"Lima belas tahun yang lalu kami tinggal di Bandung. Papa seorang pebisnis sukses. Saking suksesnya bisnis papa, banyak saingan bisnis papa yang berusaha menjatuhkan papa. Suatu hari mereka menculik Bara dan Dian karena kalah tender dalam bisnis."
"Dian?" Tanya Dila.
"Dian, anak dari ART kami. Mereka tinggal di paviliun belakang rumah kami. Dian dan Bara bersahabat. Kami tak pernah membedakan mereka, papa sudah menganggap Dian seperti anak kami sendiri."
"Begitu." Dila tak berkomentar banyak.
"Lalu apa yang terjadi papa?"
"Mereka menculik Bara. Dian menyaksikan mereka menculik Bara. Dian ikut diculik karena menjadi saksi penculikan. Mereka disekap selama tiga hari waktu itu," tangis Herman pecah tak sanggup melanjutkan ceritanya. Ia malah menangis, menceritakan semua ini seolah mengorek luka lama di hatinya. Peristiwa pahit itu telah ia lupakan, tapi ia harus kembali menceritakannya.
"Lalu apa yang terjadi ketika mereka diculik?"
"Mereka menodai Bara dan Dian. Mereka menghancurkan kami berkeping-keping."
"Menodai bagaimana pa? Aku tidak mengerti," papar Dila serius.
"Si brengsek itu memperkosa Dian secara brutal Dila. Dia memperkosa Dian di depan Bara. Gadis lima belas tahun harus diperkosa lelaki dewasa. Dia digagahi berkali-kali hingga pendarahan. Ia tak menghiraukan jeritan dan teriakan Dian. Bara berusaha menolong, tapi mereka bak binatang tak punya perasaan. Semakin Dian menangis, dia semakin brutal memperkosa Dian. Gadis itu tak berdaya. Pria itu memperkosanya berkali-kali."
Dila menutup mulutnya karena kaget mendengar cerita Herman. Pantas saja Dian mengerikan dan kejam, ternyata masa lalunya sangat pahit.
"Bagaimana dengan Bara?"
Herman ingusan karena banyak menangis. Ia mengambil tisu dan membersihkan hidungnya.
"Bara tak lebih baik dari Dian. Si brengsek itu memiliki kelainan. Setelah memperkosa Dian, dia juga memperkosa Bara. Dia menyodomi Bara hingga kemaluannya mengalami infeksi," papar Herman dengan dada sesak.
Seperti bom atom yang mengguncang kota Nagasaki Jepang cerita Herman menggetarkan hati Dila. Tak menyangka Bara dan Dian mengalami kejadian mengerikan seperti ini. Dada Dila ikut sesak mengetahui kenyataan ini. Dila mengambil kesimpulan, jika peristiwa pemerkosaan itu membuat orientasi Bara berubah. Dian dan Bara berada di titik ini karena trauma masa lalu.
"Kami berhasil menyelamatkan Dian dan Bara, tapi mereka sudah hancur berkeping-keping. Masa muda mereka telah direnggut si brengsek itu. Si brengsek itu juga bebas dari jeratan hukum karena dia mengorbankan anak buahnya sebagai pelaku pemerkosaan dan penculikan mereka. Sulit bagi kami Dila, kami meminta keadilan untuk Bara dan Dila tapi bajingan itu bebas karena memiliki backing kuat di pemerintahan. Peristiwa itu merusak mental dan psikologis Bara dan Dian. Mereka bahkan harus dirawat berbulan-bulan untuk memulihkan mental mereka. Dian bahkan berulang kali mencoba bunuh diri."
Lagi….Lagi....Kenyataan itu sangat pahit...
"Beberapa bulan setelah kejadian itu, Bara sembuh. Ia lebih dulu sembuh daripada Dian. Bara memutuskan melanjutkan kembali kuliahnya di Inggris. Dia menitipkan Dian pada kami dan meminta kami menjaganya. Bara merasa bersalah pada Dian. Andai Dian tak berusaha menyelamatkannya saat itu mungkin yang akan menderita hanya Bara. Namun peristiwa naas kembali menimpa Bara. Dia mengalami pemerkosaan pria homo disana. Bara direcoki minuman yang sudah dicampur obat tidur, ketika ia tidur lelaki bule itu memperkosanya persis kejadian Reynhard Sinaga yang viral beberapa waktu yang lalu."
Tenggorokan Dila semakin tercekik mengetahui fakta demi fakta tentang suaminya. Semuanya memiliki sebab akibat. Bara gay karena peristiwa kelam masa lalu. Antara trauma masa lalu atau ingin berdamai dengan keadaan.
"Jika Bara seperti ini berarti pengobatan yang selama ini kami berikan padanya belum berhasil. Bara masih terkukung masa lalu, papa benar-benar tidak tahu jika dia gay. Andai si brengsek itu tidak menyodominya dulu, mungkin dia tak akan seperti ini. Dila bantu papa kembalikan dia ke kodrat."
Herman dan Dila saling menguatkan. Mereka menyeka air mata.
"Sebelumnya terima kasih telah bijaksana tidak membawa mama dalam masalah ini. Ranti mengalami sakit jantung sejak peristiwa penculikan itu. Mohon rahasiakan dari Ranti. Papa akan berusaha mencari cara agar dia bisa kembali ke kodrat. Papa tidak akan membiarkan kamu sendirian. Jika ditanya bagaimana perasaan papa, hancur Dil. Hati ini sudah tak ada bentuknya lagi karena sudah hancur. Bara anak papa satu- satunya, pewaris tunggal dari keluarga kami, tapi ia menyimpang. Dia salah satu pengikut kaum Sodom. Papa tidak mau Bara berakhir menyedihkan. Memiliki penyakit HIV/AIDS. Kembalikan dia Dila. Hanya kamu satu-satunya harapan papa."
"Apakah aku bisa papa?" ujar Dila tak yakin dengan dirinya sendiri. Bara bukanlah gay yang baru terjangkit, tapi sudah lama. Penyembuhannya juga sulit, jika tak ada keinginan dari Bara sendiri.
"Papa yakin. Tuhan tak akan sia-sia memberikan Bara jodoh sebaik kamu. Semua pasti ada alasannya. Tuhan ingin kamu membimbing Bara kembali ke kodrat. Tuhan memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Bisa jadi Tuhan menjodohkan kalian untuk saling mengisi dan melengkapi. Bantulah Bara kembali ke kodrat Dila," pinta Herman kembali berlutut pada Dila. Menurunkan egonya dan harga dirinya agar sang putra kembali ke kodrat.
"Papa jangan begini," kata Dila tak enak hati melihat sikap Herman yang merendahkan dirinya.
Lutut Dila lemas mendengar permintaan mertuanya. Satu sisi ia prihatin dengan Bara dan Dian. Satu sisi ia sangat jijik melihat kelakuan Bara, apalagi ia pernah bertemu dengan kekasih gay suaminya. Satu sisi ia juga memikirkan masa depannya. Haruskah kali ini ia mengalah dan berjihad menyembuhkan Bara walau kemungkinannya sangat kecil?