Part 96 ~ Kasihani Aku Bara
Part 96 ~ Kasihani Aku Bara
"Jalankan kewajibanmu!"
Bara puas mendominasi, Dila tak berkutik dibawah kungkungannya.
"Relax sayang, mari kita nikmati surga dunia."
"Bara jangan lakukan ini. Kasihani aku...Hiks....Hiks.... Aku berjanji akan tutup mulut dan akan menuruti permintaanmu."
"Ssssssttttt," telunjuk Bara mendarat di bibir Dila.
"Jangan banyak bicara, mari kita mulai. Malaikat akan mengutuk kamu sampai pagi jika tidak melayani suamimu di ranjang."
"Bara, please....bermurah hatilah. Aku tidak akan melupakan jasa kamu seumur hidup jika melepaskan aku."
"Sesuatu yang sudah terjaga, harus ditidurkan Dila. Dia tidak bisa tidur begitu saja jika tidak ada pelepasan," ujar Bara melihat selangkangannya yang mengacung tinggi.
"Ajaib, dia bangun karena kemarahanmu, tugasmu menidurkannya."
Bara kembali membenamkan mulutnya ke mulut Dila.
Dila hanya bisa meronta-ronta tanpa bisa melawan atau melepaskan diri. Bara menjilat telinganya, semakin membuat Dila menangis pilu.
Tuhan, kenapa ini terjadi padaku? Kirimkan aku malaikat penolong. Aku ingin lepas dari monster ini.
Sreg... Bra dan celana dalam Dila dilepas dan di buang entah kemana.
Mereka berdua sama-sama telanjang. Bara memperhatikan tubuh polos Dila dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bara mengecup leher Dila, jijik menyergap Dila. Bulu romanya merinding. Ia merasakan hawa panas di telinganya ketika lidah Bara menyapu telinganya.
Bara mengecup leher sang istri. Aroma tubuh sang istri membuatnya kecanduan.
"Tubuhmu harum sekali sayang."
"Bara.....lepaskan aku...hiks..hikssss," rintih Dila pilu. Sekuat apa pun ia memberontak Bara semakin beringas mengunci tubuhnya.
"Sayang, mari kita rengkuh kenikmatan malam ini," kata Bara menjepit kedua pipi Dila.
Dengan gemas ia menggigit leher sang istri, turun ke bawah menggigit dada dan menyusu layaknya bayi.
"Bara... jangan!" pekik Dila dibungkam sumpalan selendang sarinya. Tangis dan pekiknya tertahan sumpalan selendang di mulutnya. Pertahanan Dila runtuh dan ia terkukung tak berdaya.
Dila membuang muka ketika Bara menciumnya. Jijik ia jijik ketika tangan Bara dengan bebas menjelajahi setiap jengkal tubuhnya. Hanya ada perasaan kotor, jijik, terhina ketika sentuhan demi sentuhan tangan Bara mendarat di kulitnya.
"Tooooooolooooong. Lepaskan aku," upaya terakhir Dila memohon belas kasihan suaminya.
Berulang kali Dila meronta, menendang Bara,tapi sia-sia. Tubuh Bara menghimpit kakinya hingga tak bisa digerakkan. Dila tak menyerah, ia berusaha melorotkan tubuhnya dari tubuh Bara, namun upayanya nihil. Bara semakin kuat menindihnya.
Dila benar-benar frustasi, menyerah dalam ketidak berdayaan. Bara benar-benar setan, memaksakan kehendak.
"Bara...please...." Rintih Dila menyayat hati. Siapa pun yang mendengar rintihannya pasti menaruh rasa iba. Hanya Bara manusia yang tak punya hati, tak menggubris permohonannya.
Bara menatap manik mata sang istri. Melihat ketidak berdayaan sang istri membuatnya semakin bergairah. Birahi Bara terpancing acapkali Dila merintih, memohon dan memekik. Mata Bara yakin untuk mengisi Dila.
"Bismilah," ucap Bara sebelum melanjutkan aksinya.
Dila tertegun mendengar Bara mengucapkan bismillah. Walau Bara berhak dan halal untuknya, ia tak sudi disentuh pria kotor seperti Bara. Bayang-bayang tertular penyakit kelamin menghantuinya.
Tanpa aba-aba Bara menyatukan tubuh mereka.
"Tolong... ampun.....Sakit. Hiksss...hiksssss..," teriak Dila pilu merasakan sakit di kewanitaannya. Bara memaksa masuk dalam keadaan tak siap.
Pekik, tangis dan permohonannya Dila tak memunculkan rasa iba di hati Bara. Rintihan sang istri malah membuatnya semakin beringas dan brutal. Ia memaksa masuk ke tubuh Dila.
Dila mencakar-cakar punggung Bara melampiaskan rasa sakit yang mendera. Bara merasa kesulitan ketika memasuki Dila, jepitan kuat membuatnya semakin tertantang. Bara mengerahkan seluruh tenaganya.
Plok... Kejantanannya masuk seluruhnya ke tubuh Dila. Jangan tanya bagaimana sakit yang ia rasakan. Tubuh bagian bawahnya perih dan ngilu. Ingin rasanya malaikat maut mencabut nyawanya agar penderitaannya segera berakhir.
Bara menatap wajah Dila. Mereka berpandangan. Satu berpandangan puas, satunya lagi memandang penuh kebencian. Dila menyerah, tak bergerak bak patung. Ia seperti mayat hidup, hanya air mata yang terus mengalir memperlihatkan ia masih hidup.
Rasa sakit, perih, benci, kotor, hina menyergapi Dila. Kesuciannya telah dirampas oleh sang suami. Bara memberi pelajaran lewat pemerkosaan. Dila memejamkan mata tak mau melihat wajah Bara. Usahanya sedari tadi tak berhasil melepas diri. Bara mendapatkan apa yang ia inginkan.
Bara memacu tubuhnya di atas tubuh Dila, ternyata jepitan wanita lebih nikmat daripada jepitan lelaki. Ia semakin meracau, menikmati jepitan yang mendera kejantanannya.
Air mata Dila sudah kering, tak ada lagi sisa. Perlawanannya sudah berakhir. Bara mendapatkan kegadisannya. Ia sudah tak perawan lagi. Ia sudah robek dan berdarah-darah.
Bara terus melancarkan serangannya memacu tubuh Dila. Ia menggigit, meremas dada Dila. Ia bak musafir yang baru saja melepaskan dahaga setelah perjalanan jauh dari padang pasir.
Bara meracau, menikmati, tak menghiraukan rintihan dan jeritan Dila menahan sakit di kewanitaannya. Darah segar yang mengalir dari selangkangan sang istri tak menyurutkan niatnya menggagahi dan menikmati tubuh Dila. Sprei putih menjadi saksi darah keperawanan Dila merembes bak air keran.
Dila tak berkutik lagi, ia frustasi dan pasrah. Mungkin ini takdir yang Tuhan berikan untuknya. Melawan tak ada gunanya, percuma menghabiskan energi. Hartanya yang paling berharga sudah dirampas paksa.
Melawan sudah tak ada tenaga lagi, Bara semakin bergairah ketika ia melawan. Wajah Dila pahit, getir menyadari bahwa ia telah kehilangan kehormatan. Seluruh tubuhnya sakit dan nyeri yang tak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.
Tubuh Bara telah menyatu dengan tubuhnya. Erangan, rintihan nikmat Bara memenuhi ruangan. Dila memekik tertahan karena mulut tersumpal selendang, sementara Bara mendesis nikmat merasakan kenikmatan di liang surgawi sang istri.
Bara memacu tubuhnya dengan cepat, menyongsong gelombang kenikmatan. Ia membalikan tubuh Dila dan memasukinya dari belakang. Ia mengunci tangan dan pinggang Dila.
Tubuhnya serasa dicabik-cabik. Ia semakin kesakitan ketika Bara memacu tubuhnya dari belakang. Bara memukul pantat Dila hingga memerah. Semakin keras pukulannya semakin nikmat Bara rasakan.
Darah mengalir keras dari kewanitaan Dila. Banyaknya darah yang mengalir tidak menghentikan kegilaan Bara. Ia terus menerus memasuki Dila. Memacu tubuhnya dengan kasar cenderung brutal. Dila tak Memiliki kekuatan untuk berteriak dan menangis. Tubuh hancur lebur. Sudah satu jam lebih sang suami belum juga mendapatkan pelepasan.
Bara menjambak rambut Dila, meremas dadanya, erangan Bara semakin keras dan dalam satu sentakan kuat ia mendapatkan pelepasan dan melepaskan cairannya dalam rahim Dila. Berharap langsung membuahi sel telur Dila sehingga Dila tak bisa lari karena mengandung anaknya.
Bara melepaskan Dila dan tersenyum puas. Ia berbaring disebelah Dila, ia kehabisan tenaga. Bara tak mempedulikan Dila setelah ia memperkosanya.
Sebelum tidur Bara menghubungi Iqbal. Ia mengirim pesan bahwa ia dan Dila honeymoon beberapa hari ke sebuah resort. Mereka akan kembali saat akad nikah Hari dan Maya. Bara tersenyum simpul, lalu tidur.
Dila menatap Bara dengan penuh kebencian dan dendam membara. Ia bersumpah akan membalas semua perbuatan Bara padanya. Ia merasa bak seonggok sampah. Selesai dipakai diabaikan begitu saja. Bara tidur ngorok setelah mendapatkan kepuasan dan kenikmatan.
Kotor.....kotor....kotor....
Dila merasa kotor. Walau Bara suaminya, tapi tak layak untuk mendapatkan kegadisannya, apalagi mereka melakukan tanpa cinta. Melakukan dengan marah dengan tujuan memberi pelajaran.