Jodoh Tak Pernah Salah

Part 109 ~ Ria Kena Batunya



Part 109 ~ Ria Kena Batunya

2Ria menangis sesenggukan. Ia tak menyangka akan berada di penjara. Harapan tak sesuai dengan kenyataan. Harapannya ketika Naura ketahuan berbohong akan terjadi perang dunia ketiga. Pertengkaran Naura dan Iqbal sangat menguntungkan dia. Andai mereka bertengkar hebat, maka Ria tinggal memercikan api. Keinginan Ria, Naura dan Iqbal bercerai dan ia akan jadi istri Iqbal satu-satunya. Jika itu terjadi makanya akan mudah menguasai harta Iqbal.     

Ria dan keluarganya akan bersenang-senang dan bebas berjudi. Mereka memiliki uang dan bebas menentukan jumlah taruhan. Harapan hanya tinggal harapan, semua tak sesuai dengan rencana. Naura datang ke kamar, memaki dan menamparnya. Ria kalap, memukuli Naura hingga mengalami luka-luka. Ia mengancam akan membunuh Naura dan membuang Allea.     

Ria tak menyangka semua ucapan dan perbuatannya pada Naura dilihat oleh Dila dan Iqbal. Sandiwaranya terbongkar. Iqbal sudah terlanjur mengetahui semua kedoknya. Dila juga memperkeruh suasana. Dila melaporkannya pada polisi. Beberapa orang polisi datang ke rumah menjemput Ria.     

Ia berteriak histeris tak mau ditangkap. Ria mengira masalah ini akan diselesaikan secara kekeluargaan, ternyata Dila melanjutkan masalah ini ke meja hijau. Ria sangat membenci Dila, ketahuan sekali Dila berada di pihak Naura.     

Ria bersumpah akan membalas dendam pada Dila karena telah menjebloskannya. Polisi menginterogasi Ria. Mencercanya dengan berbagai pertanyaan, setelah itu ia dimasukkan dalam penjara.     

Ria tak terima berada di penjara, ia berteriak histeris tak terima berada dalam ruangan yang sempit dan kumuh. Bagaimana seorang sosialita seperti dia diperlakukan seperti ini.     

"Lepaskan aku, aku tidak bersalah. Dia yang mulai duluan memukul aku," teriak Ria frustasi memegang terali besi. Jika memiliki kekuatan super ia akan menghancurkan teralis besi dan kabur.     

Ria tak berhenti menangis hingga maskaranya luntur dan kantong matanya menghitam. Pudar sudah kecantikannya karena menangis dan frustasi. Seorang polwan datang mendekatinya, membuka teralis besi.     

"Apakah aku bebas?" tanyanya riang.     

"Tidak. Anda belum bebas."     

"Lalu ini apa?"     

"Ada keluarga yang datang menengok anda," kata sang polwan menuntun Ria ke depan.     

Ria berjalan mengikuti polwan, terlihat kedua orang tua dan Soni. Mereka memandang Ria dengan tatapan marah dan emosi.     

" Mama," kata Ria berlari memeluk Wita. Bukan pelukan yang ia dapatkan malah sebuah tamparan.     

"Kenapa mama menampar aku?" Ria kebingungan seraya memegang pipinya. Sudah dua kali ia mendapatkan tamparan hari ini. Pertama Naura dan kedua mamanya.     

"Kau bodoh!"Kata Wita memaki sang anak.     

"Karena ulah kamu nasib keluarga kita berada di ujung tanduk. Kau membuat kami malu. Ibu mertua kamu menghubungi kami dan menceritakan semuanya. Kau bodoh dan memalukan Ria. Aku benci semua ini."     

"Kenapa mama menyalahkan aku? Seharusnya mama membantu aku bebas dari sini. Kenapa mama malah menampar aku? Kalian tidak ingat jika bukan karena aku darimana kalian dapat uang selama ini?"     

"Jadi kamu tidak ikhlas membantu kami selama ini?"Sigit, papa Ria angkat bicara.     

"Ingat Ria. Hutang yang tak bisa kamu bayar seumur hidup kamu adalah hutang kami membesarkan kamu. Berapa banyak pun uang yang kamu berikan tidak akan bisa melunasi hutang pada kami. Sekarang kamu mulai menyebut uang yang kamu berikan pada kami?"     

"Sadar diri juga kakak. Itu uang Iqbal bukan kakak."     

"Soni. Kau," umpat Ria kesal karena sang adik ikut membela kedua orang tua mereka.     

"Aku bukan membela mama dan papa kakak, tapi kali mereka benar. Kakak bergerak tanpa sepengetahuan kami. Sekarang jadi boomerang buat kakak. Harusnya kakak tidak bertindak sendiri. Kakak harus tahan diri, tidak gegabah seperti ini. Sekarang mereka sudah tahu siapa kakak. Kemungkinan uda Iqbal akan menceraikan kakak karena berusaha membunuh istri pertamanya."     

"Menceraikan aku?" Ria kelihatan bingung.     

" Iqbal tidak mungkin menceraikan aku. Aku ibu dari anak-anaknya. Dia tidak akan menceraikan aku, dia hanya akan menghukum aku."     

"Jangan percaya diri Ria. Anak- anak bisa diurus Naura, lagian Naura mencintai anak-anak kamu seperti dia mencintai Allea."     

"Mama kenapa bicara seperti ini? Bukankah mama harusnya membela aku?"     

"Mertua kamu datang ke rumah. Dia mengatakan Iqbal akan menceraikan kamu," jawab Sigit dengan wajah murung.     

"Kita kehilangan tambang emas karena kebodohan kamu," lanjut Wita menjambak rambut Ria.     

" Mama sakit," teriak Ria mengaduh kesakitan. Teriakannya mengundang perhatian pengunjung lain.     

"Mama jaga sikap," kata Sigit memperingatkan.     

"Mama kesal sama anak bodoh ini papa. Dia telah menghancurkan rencana kita. Mama enggak mau miskin lagi. Udah senang jadi istri kedua Iqbal dia malah serakah ingin menjadi istri Iqbla satu satunya. Malah dia bertindak tanpa sepengetahuan kita. Bara saja belum bisa dia dekati, tapi dia malah menghancurkan hubungannya dengan Iqbal."     

"Mama apa benar aku akan diceraikan oleh Iqbal?" Ria bertanya sekali lagi untuk menyakinkan diri.     

"Aku mendengarnya sendiri kak. Ibu mertua kamu mengatakan Iqbal akan menceraikan kamu," lanjut Soni.     

"Tidak!!!" Ria berteriak memegangi telinganya.     

"Aku tidak mau diceraikan Iqbal. Aku tidak ingin bercerai."     

"Kamu benar-benar menyedihkan. Kamu akan di penjara dan akan diceraikan. Satu kesalahan kecil merubah segalanya Ria." Sigit menggelengkan kepala menyayangkan sikap ceroboh sang putri.     

Ria bersujud di depan Wita dan Sigit.     

"Mama, papa tolong aku. Lepaskan aku dari sini. Aku tidak mau di penjara." Tangis Ria pecah. Tak ada kesombongan dan keangkuhan di wajahnya. Biasanya Ria tak menaruh hormat pada orang tuanya dan cenderung otoriter karena merasa menafkahi keluarganya. Jika tak ada uang darinya bagaimana keluarganya bisa makan dan berjudi.     

"Kami tidak bisa menolong kakak," kata Soni menimpali.     

"Jika kakak ingin bebas kita harus memberikan jaminan, sementara kami tak punya uang jaminan. Uang kami telah habis untuk berjudi kakak. Kami kalah."     

"Bagaimana pun kalian harus membebaskan aku dari sini. Aku tidak boleh berada dalam penjara. Aku akan menyelesaikan semuanya. Akan aku bereskan semuanya. Keluarga kita tidak akan jatuh miskin, aku berjanji pada kalian. Jika kalian membebaskan aku dari sini, aku berjanji akan memberi kalian uang lebih besar dari sebelumnya."     

Soni bersedekap seraya menaikkan sebelah alisnya,"Kakak yakin sekali? Harapan kakak untuk kembali ke Iqbal sangat tipis. Mereka sudah mengetahui kedok kita. Peluangnya sedikit kakak."     

"Aku tidak akan menyerah. Aku akan memperjuangkannya. Tidak aku biarkan anak-anak diambil Iqbal dan keluarganya." Ria bersikukuh dengan pendiriannya.     

"Uang darimana Ria? Kau tidak punya uang untuk membesarkan Attar dan Aina. Sudah benar mereka di keluarga Iqbal. Kau saja tidak bekerja."Sigit mencibir seraya merendah Ria.     

"Ayah macam apa papa? Harusnya kalian membantu aku ketika aku memgalami kesusahan. Bukan memojokkan aku seperti ini."     

"Sadar diri juga siapa kamu? Kamu sudah tidak bisa diharapkan. Kamu bodoh. Mungkin ke depan Soni yang bisa diandalkan," balas Sigit kejam.     

"Kami permisi dulu, hawa penjara tidak enak," kata Wita mengibaskan tangannya.     

"Maaf kami tidak bisa membantu. Papa, Soni ayuk kita pulang," ajak Wita tanpa perasaan.     

"Jangan tinggalkan aku," kata Ria terisak tangis. Ia merasakan sakit teramat dalam. Ketika ia mengalami kesusahan keluarganya malah meninggalkannya bukan membantu.     

"Kalian jahat,"pekik Ria melihat kepergian keluarganya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.