Part 117 ~ Malunya Dila
Part 117 ~ Malunya Dila
Dila membuka mata, menahan rasa malu.Ia menutupi tubuh telanjangnya menggunakan selimut. Untuk kedua kalinya ia kalah lagi. Dila berusaha bersikap biasa saja. Keangkuhannya kembali muncul. Ia tak boleh terlihat lemah. Serangan tak terduga Dila lancarkan. Ia mencabut bulu dada Bara.
"Aww...sakit," pekik Bara menahan perih, Dila merontokkan bulu dadanya.
Bara merasakan sakit sekaligus ngilu. Dila bangkit dengan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kau pikir hanya kau yang bisa mempermainkan aku?" Dila mencibir Bara dan kabur ke kamar mandi dan mengunci pintu. Ia sudah orgasme, mau tidak mau ia harus mandi wajib untuk menyucikan diri, jika tidak ia tak bisa sholat.
"Kau mau kemana?" teriak Bara tak terima Dila pergi ke kamar mandi. Harusnya ia yang mandi duluan karena gerah, namun malah di dahului.
"Dila buka pintunya," kata Bara mengetuk pintu dari luar.
"Tidak mau," balas Dila.
Dila melepaskan selimut yang menutup tubuhnya. Ia bercermin. Dila bergidik ngeri Bara meninggalkan tanda kepemilikan di tubuhnya. Tubuhnya dipenuhi kiss mark, bahkan lehernya tak luput mendapatkan tanda kepemilikan. Dila merutuki Bara, secara tak langsung Bara ingin mempermalukan dirinya. Tanda kepemilikan di lehernya dapat dilihat oleh orang lain. Ia harus memutar otak menutupi lehernya. Tidak mungkin ia memakai syal, apalagi cuaca kota Padang panas. Pasti akan menimbulkan kecurigaan jika memakai syal.
Dila mengambil wudhu, menyucikan diri. Tak lupa membaca doa mandi junub. Ia membasahi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Dila buka pintunya, aku mau pipis," teriak Bara mengetuk pintu dari luar. Ia belingsatan karena kebelet pipis.
"Jika tidak buka, aku akan mendobrak pintunya," ancam Bara lagi.
Dila menghentikan mandinya. Ia mematikan shower, mengambil handuk untuk membalut tubuhnya, namun ia lupa tak membawa handuk. Dila merutuki kebodohannya. Kenapa ia sampai lupa membawa handuk? Terpaksa Dila membukakan pintu kamar mandi daripada didobrak.
"Mau mencoba suasana baru, dibawah guyuran air?" ledek Bara melihat tubuh polos Dila.
"Suasana baru dari Hongkong," ketus Dila menendang tulang kering Bara.
"Dila, kau benar-benar barbar," pekik Bara melonjak kesakitan.
Bara berlari masuk ke kamar mandi, tak lupa mentowel dada Dila memberi pelajaran.
"Bara kau?" gerutu Dila kesal, keusilan Bara semakin menjadi- jadi.
Bara menyunggingkan senyum melihat kemarahan Dila. Ketika sang istri marah dan naik darah membuatnya sangat bahagia. Bara seolah dapat mainan baru. Dila, sang istri mainan baru yang membuatnya candu.
Dengan bertelanjang Dila masuk ke kamar mengambil handuk. Ia belum selesai mandi. Tubuhnya masih lengket karena berkeringat. Bara tak kunjung keluar dari kamar mandi. Dila mengetuk pintu kamar mandi yang ternyata tak dikunci. Ia melihat Bara dibawah guyuran shower.
"Masuk saja," kata Bara tahu Dila mengintip.
"Jika menunggu aku akan sangat lama Dila. Kamu mandi saja di bath up. Bukankah diwajibkan suami istri mandi berdua? Tidak usah malu-malu. Kita sudah saling melihat tubuh masing-masing bukan? Kamu sudah melihat aku telanjang dan merasakan Jojo dan aku pun sudah melihat tubuh telanjang kamu, bahkan aku sudah hafal tubuhmu secara mendetail. Tadi saat mencumbumu aku memetakan tubuhmu di tanganku."
"Bara. Sekali lagi kau bicara vulgar aku tendang kejantananmu," ancam Dila dengan bibir bergemeletuk.
Bara merasa ngilu jika membayangkan Dila menendang selangkangannya. Ia kapok mengingat Naura menendang selangkangannya. Ngilu dan perih. Ia trauma tak mau barang pusaka yang limited edition rusak.
Terpaksa Dila masuk ke kamar mandi. Ia tidak mungkin mandi tengah malam jika tak ingin masuk angin. Dila mandi di bath up. Ia memasang tirai agar Bara tak bisa mengintipnya mandi. Dila berendam dalam bath up, merilekskan tubuhnya. Ia menutup mata. Tanpa sepengetahuan Dila, Bara membuka tirai kamar mandi. Ia tersenyum memandang sang istri. Entah kenapa ia suka membuat Dila marah. Istrinya semakin cantik ketika marah.
Diam- diam Bara masuk dalam bath up. Ia mengambil sabun dan mengoleskannya pada punggung Dila.
"Bara kau," pekik Dila berusaha bangkit, tapi sang suami menahanya.
Dila terduduk kembali dan Bara memeluknya dari belakang.
"Kamu diam saja. Aku hanya membantu kamu membersihkan tubuhmu," bisik Bara mengancam.
Bulu roma Dila merinding. Ia tak berkutik.
"Jika kamu melawanku, aku tak segan membuat kamu mendesah berulang kali," bisik Bara lagi mengintimidasi.
Dila pasrah tak berani melawan. Ia tak mau ambil resiko mempermalukan dirinya lagi. Sudah cukup tadi ia mendesah panjang saat pelepasan tadi. Suasana menjadi canggung. Baik Dila maupun Bara hanya terdiam tanpa bicara sepatah katapun. Suasana semakin canggung ketika mereka mengingat kejadian tadi. Dila tak dapat menyembunyikan kecanggungannya ketika Bara menyabuni tubuhnya dan menjelajahi punggungnya. Ia masih malu mengingat kejadian tadi. Ia mendesah panjang ketika mencapai pelepasan. Oral sex yang Bara berikan padanya memancing gairahnya, tubuhnya tak kuasa menerima perlakuan Bara.
Bara memberi rambut Dila shampo. Ia meng-creambath rambut Dila seperti pegawai salon professional, Ia memberikan pijatan di kepala Dila untuk merilekskan pikiran Dila.
Bara tersenyum lucu melihat kecanggungan dan malu sang istri. Tak lupa ia memperhatikan tanda kepemilikan di tubuh sang istri.
"Tanda dileher kamu akan hilang beberapa hari. Jika tak ingin malu tutupi dengan foundation," kata Bara berbisik sensual di telinga Dila.
Jantung Dila berdebar-debar menerima perlakuan Bara. Ia tak mau khilaf dan tak boleh khilaf. Bara belum tentu bebas dari penyakit. Dila harus memastikan hasil medical check up pada Naura.
Bara menggosok tubuh Dila dengan sabun. Ia melakukannya dengan perlahan-lahan. Ketika ia membalikkan tubuh Dila, otomatis sang istri menutup dadanya dengan kedua tangannya.
"Tidak usah malu. Jangan takut. Jika kamu menurutiku semuannya akan baik-baik saja. Hal yang kamu inginkan tidak akan terjadi."
"Apa maksud kamu?" geram Dila menyabuni wajah Bara hingga mengenai matanya.
Bara membersihkan wajahnya, matanya perih karena busa sabun mengenai matanya.
"Dila lagi-lagi kamu bikin ulah," balas Bara membersihkan matannya dari busa.
Dalam satu gerakan cepat ia membalikkan tubuh Dila dan memukul dan meremas pantat Dila.
"Bara sakit," kata Dila dengan bibir bergemeletuk.
"Kamu tidak pernah mendengarkan aku. Kamu yang memancing kemarahanku. Apa kamu mau mengulangi yang tadi?"
"Tidak. Tidak…" Dila dilanda kecemasan. Ia tak mau mengulanginya lagi. Bisa-bisa ia kecanduan tak bisa lepas dari Bara.
"Jika tidak mau jangan bikin ulah," kata Bara dengan mode galak.
"Kau yang membuat aku melawanmu."
"Kau sudah tak sopan dan durhaka padaku. Dasar istri durhaka!"
"Kau yang durkaha. Kau menzalimi aku."
"Kau sudah tak sopan. Kenapa tak memanggilku abang lagi? Aku lebih tua darimu."
"Suka-suka aku. Kau tak pantas dihormati," sengit Dila.
"Dila," kata Bara geram. Ia mencium bibir Dila lagi. Mengecup, melumat dan memasukkan lidahnya ke dalam mulut Dila.
Pada akhirnya Dila harus mengalah lagi. Dalam kamar mandi Bara kembali mengerjainya. Ia melakukan oral sex lagi dan pada ujung-ujungnya Dila kembali mendesah. Dila merutuki dirinya. Sekali lagi ia kalah pada Bara. Satu hal yang disyukuri Dila, Bara tak memasukkan miliknya. Ia masih takut, bukan takut sakit tapi lebih takut Bara memiliki penyakit.