Jodoh Tak Pernah Salah

Part 153 ~ Honeymoon Kedua ( 2 )



Part 153 ~ Honeymoon Kedua ( 2 )

0"Hai sayang," kata Bara memperlihatkan barisan gigi putihnya.     

Agak lama Dila terpaku melihat Bara. Mereka beradu netra. Bara dengan narsis mengedipkan mata pada Dila.     

Dila mau muntah dan eneg melihat sikap Bara yang sok manis dan penuh cinta. Ia bangkit melepaskan diri Bara. Zyan tertegun melihat Dila di pelukan Bara. Zyan balik badan karena melihat Tuan Smith. Ia paling malas bertemu ayahnya yang berujung pertengkaran jika mereka bertemu.     

"Tuan Smith ini istriku," kata Bara memperkenalkan Dila.     

Mau tidak mau Dila bersikap sok manis, tak mau mempermalukan Bara di depan rekan bisnisnya. Dila memasang senyum manis walau dipaksakan pada Tuan Smith. Dila mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Tuan Smith menjabat tangan Dila     

"Senang berkenalan dengan anda Nyonya," sapanya ramah.     

"Senang juga berkenalan dengan anda Tuan," balas Dila tak kalah ramah.     

Tak tahu malu dan tak kenal tempat Bara merangkul Dila dan bahkan memegang erat pinggang sang istri. Dila berusaha mengelak, tapi pegangan Bara semakin erat. Kenakalan Bara tak hanya sampai disitu, sempat sempatnya dia mengelus pinggang Dila memberikan belaian sayang.     

"Tolong kondisikan tanganmu Bara," kata berbisik menatap tajam pada Bara.     

"Apa yang harus aku kondisikan?" tanya Bara bloon. Ia juga berbisik agar tak terdengar.     

"Jangan jadi pria RAMAH," tegas Dila menahan geram.     

"Aku memang ramah pada siapa pun," balas Bara mengulas senyum nakal.     

"Ramah yang aku maksud bukan itu."     

"Lalu apa?"     

"RAMAH alias RAjin menjaMAH. Jangan suka menggerayangi tubuhku."     

"Suka-suka aku. Kita sudah halal bukan? Pahala melakukannya."     

"Kau…." Dila geram tak bisa menjawab pernyataan Bara.     

Dian mendekati Tuan Smith dan berbisik di telinga pengusaha tua itu. Tuan Smith mengulas senyum melihat kedua sejoli yang terlihat mesra di matanya.     

"Kalian pengantin baru ya? Sudah berapa lama menikah?" Tanya Tuan Smith.     

"Bisa dibilang begitu Tuan. Baru empat bulan menikah.��� Jawab Bara menahan cubitan di pinggangnya. Dila membabi buta mencubitnya karena Bara mengelus pantatnya     

"Wah itu masih baru. Sedang hot-hot nya itu. Kalau begitu kalian harus secepatnya pergi ke resortku. Thomas siapkan mobil dan kapal untuk mereka. Antar mereka ke pulau Rottnest."     

"Mak-maksudnya Tuan?" Dila tiba-tiba gugup.     

"Kalian memenangkan lomba dansa tadi malam, jadi aku beri hadiah liburan di resort milikku di pulau Rottnest. Selamat menikmati honeymoon kedua."     

"Terima kasih Tuan," kata Bara tersenyum licik menatap Dian. Diam-diam ia memberikan jempol untuk Dian. Sekretarisnya memang bisa diandalkan.     

"Apa-apaan ini" Dila tak terima jika pergi liburan berdua dengan Bara. Mimpi buruk untuknya.     

"Ayo Thomas antar mereka," titah Tuan Smith menatap sang sekretaris.     

"Mari saya antar," kata Thomas ramah.     

Dila memberontak tak mau ikut, tapi mau bagaimana Bara memaksanya. Bahkan tak tahu mau Bara menggendong Dila menaiki mobil.     

"Mereka romantis sekali,��� puji Tuan Smith.     

Dian dan Thomas jalan duluan mengatur semua kebutuhan mereka selama liburan. Dila memaki dan mengumpat pada Bara, tapi lelaki itu tak mempedulikannya.     

Dengan arogan Bara menghempaskan Dila di kursi belakang mobil. Ia tersenyum evil akhirnya bisa membawa Dila pergi bersamanya. Harapan Bara liburan mereka kali ini memperbaiki hubungan mereka yang sempat memanas. Bara berharap Dila memberikannya kesempatan dan membantunya untuk kembali ke kodrat.     

Dila menatap Bara dengan malas, eneg, muak dan benci. Laki-laki suka berbuat sesukanya dan ia tak bisa berkutik. Benar-benar menyebalkan. Harapan menenangkan diri kabur ke Perth pupus sudah. Ketenangan terusik dengan kehadiran Bara.     

Mobil melaju membelah jalanan kota Perth. Mereka menuju Barrack Street. Mereka berangkat ke pulau Rottnest melalui dermaga Barrack Street. Mereka akan sampai sekitar sembilan puluh menit di pulau Rottnest.     

Dian sudah siap dengan koper yang berisikan barang perlengkapan Bara dan Dila.     

"Have fun ya," kata Dian pada mereka sebelum naik kapal. Walau hatinya gerimis dan mendung melihat lelaki yang ia cintai berlibur dengan wanita lain, tapi Dian lega. Setidaknya Bara sudah mulai straight dan tak akan berhubungan dengan Egi.     

"Dian seharusnya kamu membantu aku pergi dari monster ini," kata Dila kesal menatap Dian.     

"Dia bukan monster Dila. Dia suami kamu."     

"Aku perlu bicara denganmu," kata Dila menarik Dian menepi. Menjauh dari Bara dan Thomas. Kedua lelaki itu sibuk berbincang.     

"Kenapa kamu lakukan semua ini?" tanya Dila penuh kekesalan.     

"Aku lakukan demi kalian."     

"Aku tahu kamu sedih melihat kami bersama," kata Dila menohok.     

"Tidak. Aku tidak sedih," elak Dian pura-pura tegar.     

"Kau tidak bisa membohongi aku Dian. Aku tahu ada kesedihan dari sudut mataku. Kau tahu jika aku tidak mencintai Bara dan aku ingin bercerai dengannya."     

"Jangan terlalu sering mengucapkan kata cerai Dila. Pamali," ujar Dian mengingatkan.     

"Peduli setan," balas Dila ketus.     

"Kau harus peduli karena kau seorang muslim. Haram kata cerai jika disebut tiap sebentar. Aku akui aku sedih melihat kebersamaan kalian, tapi aku lebih sedih jika melihat Bara bersama Egi. Lebih sakit Dila. Sakit tak berdarah. Aku bahagia jika Bara mulai mencoba hidup normal dan belajar straight."     

"Aku tidak peduli."     

"Bagaimana pun kamu harus peduli karena dia suami kamu."     

"Tapi aku tidak….." ucapan Dila tertahan.     

"Tidak apa? Tidak mencintainya? Kamu bukan tidak bisa mencintainya tapi belum jatuh cinta saja. Dia sudah ingin berubah Dila. Seharusnya kamu sebagai istri mendukung dia bukan menjauhi dia. Kepergian kamu membuat dia seperti orang gila. Dia tidak mau makan, kerja karena sibuk mencari kamu. Surat kamu tulis menampar dia dan dia bertekad untuk berubah. Berilah dia kesempatan. Kamu jangan egois. Lagian kamu dan Fatih tidak mungkin bisa bersama. Jika kamu bercerai dengan Bara lalu balikan dengan Fatih orang akan menganggap kalian selingkuh."     

"Jangan bicara sembarangan Dian." Dila terpancing amarah.     

"Aku tidak bicara sembarangan Dila. Orang-orang akan berpikir seperti itu. Kamu minta cerai dari Bara terus balikan dengan Fatih. Walau kalian tidak selingkuh tapi pikiran orang seperti itu. Berilah dia kesempatan bukankah kamu sudah berjanji dengan Pak Herman membantu anaknya kembali ke kodrat?"     

"Papa cerita padamu?" Dila tak dapat menyembunyikan kekagetannya.     

"Iya. Pak Herman sudah ceritakan semua. Tepati janjimu Dila. Janji adalah hutang. Kamu harus menebusnya. Bantu Bara kembali ke kodrat, perbaiki akhlak dia."     

Dila mengepalkan tangannya kesal. Dian menjebaknya dengan janjinya dengan Herman.     

"Kau…." Gerutu Dila kesal.     

Dian tersenyum evil karena berhasil menjebak Dila. Mau tidak mau Dila naik ke atas kapal menemani Bara berlibur.     

"Aku berkata benar Dila. Kenapa kamu harus marah? Seorang pemimpin yang di pegang adalah janjinya. Kau pimpinan di kantormu. Seharusnya apa yang kamu ucapkan harus kamu realisasikan."     

Dila tertohok, ia tak bisa berkutik. Mau tidak mau, suka tidak suka ia naik ke atas kapal. Bara sudah menunggunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.