Jodoh Tak Pernah Salah

Part 154 ~ Honeymoon Kedua ( 3 )



Part 154 ~ Honeymoon Kedua ( 3 )

0Dila naik ke atas kapal. Bara sok romantis mengulurkan tangan membantu Dila. Dasar emosian Dila menepis tangan Bara. Ia benar-benar muak terjebak disini bersama suami yang tak diinginkannya.     

Ternyata Tuan Smith menyediakan fasilitas VIP untuk mereka. Hanya ada mereka berdua dan awak kapal di atas kapal Feri.     

Bara mengulas senyum mendekati sang istri.     

"Selamat menikmati liburannya sayang," kata Bara menggoda seraya mengedipkan matanya.     

Mata Dila membulat dan eneg melihat sikap sok manis sang suami. Ia jalan menuju ke atas deck. Dila menghirup udara segar seraya mengamati laut biru yang begitu memanjakan mata. Ia menutup mata menikmati hembusan angin laut.     

Bara tersenyum evil. Ia memeluk Dila dari belakang seraya merentangkan kedua tangan sang istri seperti adegan film Titanic.     

"Every night in my dreams. I see you, I feel you. That is how I know you go on," kata Bara menyanyikan lagu ost film Titanic.     

Dila kaget dengan aksi Bara. Ia membuka mata. Dila berbalik dan mencubit Bara.     

"Aldebaran apa yang kau lakukan," gerutu Dila kesal seraya berkacak pinggang.     

"Menirukan adegan film Titanic," jawab Bara dengan wajah konyol.     

"Kau jangan kekanakan." Sungut Dila kesal karena sikap Bara bak anak alay.     

"Anggap saja kita bikin parodi film Titanic. Kalo dibikin konten YouTube bisa trending itu."     

"Bara sejak kapan kamu eror seperti ini?" Mata Dila melotot gusar pada Bara.     

"Aku eror sejak kamu meninggalkan aku. Ea....eaaa," jawab Bara konyol memantik api kemarahan di wajah Dila.     

"Kau benar-benar gila Bara."     

"Aku gila karena kamu. Asal kamu tetap jadi istriku aku rela dibilang gila," jawab Bara.     

"Aku tidak mau punya suami gila seperti kamu," tuding Dila menunjuk Bara. Ia semakin gusar dan semakin tak betah berlama-lama bersama Bara.     

"Jangan bilang aku gila sayang. Nanti kamu jatuh cinta lo," kata Bara genit memberikan ciuman jarak jauh.     

Dila semakin kesal, gusar, eneg dan malas meladeni sikap suaminya. Entah apa yang Bara makan bisa jadi gila seperti ini.     

"Jangan mimpi aku jatuh cinta padamu."     

"Benci dan cinta itu beda tipis. Ingat hadits. Jangan terlalu mencintai sesuatu bisa jadi sesuatu yang kamu cintai malah berbalik membencinya. Jangan terlalu benci sesuatu bisa jadi suatu hari sesuatu yang kamu benci menjadi sesuatu yang kamu cintai."     

Dila frustasi dan hatinya jadi bengkak mendengar ocehan Bara. Andai ia bisa membungkam mulut Bara ia akan membungkamnya.     

"Sudahlah kamu jangan banyak bicara," kata Dila frustasi. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri hingga berantakan. Apa salah dan dosanya hingga bisa bertemu dan menikah dengan orang macam Bara?     

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan?" Akhirnya Dila menyerah dan mengajak bicara serius.     

"Kamu."     

"Aku bicara serius Bara. Jangan mempermainkan perasaan aku. Aku ingin tahu apa yang kau inginkan. Katakan biar urusan kita cepat selesai. Aku tidak mau terjebak bersamamu."     

Bara menatap manik mata Dila. Ia merapikan rambut Dila yang berantakan. Awalnya Dila menepis tapi Bara tak kunjung menyerah terpaksa Dila membiarkan sang suami merapikan rambutnya.     

"Aku ingin kita memulainya dari awal."     

"Apa maksudnya?" Dila melotot tajam seakan ingin memakan Bara bulat-bulat. Andai pintu ajaib doraemon benar-benar ada Dila akan menggunakannya dan pergi jauh ke tempat yang tidak Bara ketahui.     

"Aku ingin memulai kehidupan yang normal bersamamu. Menjadi suami seutuhnya untuk kamu."     

"Kenapa kamu ingin hidup normal?" Dila melunak dan ingin tahu alasan Bara ingin memulai dari awal bersamanya. Ada ketulusan dan kemauan untuk berubah dari sorot mata Bara dan Dila bisa melihatnya.     

"Pertama aku minta maaf karena telah merecoki kamu dengan obat itu hingga kita bercinta. Kamu melakukannya diluar kendalimu. Kedua…aku mulai horny melihat punggung kamu ketika dipijit Via."     

"Berhenti!" Titah Dila melayangkan tangan ke udara. "Jangan bicara vulgar padaku."     

"Kita suami istri biasa bicara vulgar bahkan diharuskan malah bicara vulgar untuk merekatkan hubungan suami istri."     

"Tapi kita bukan suami istri normal Bara."     

"Kita akan memulai hidup normal sebagai suami istri."     

"Jangan mengarang Bara."     

"Aku tidak mengarang. Kamu bidadari yang dikirimkan Tuhan padaku untuk membantu aku kembali ke kodrat. Asal kamu tahu, Dian selama ini menggoda aku agar aku kembali straight dan jadi laki-laki normal, tapi tak berhasil. Tanpa kamu menawarkan diri kamu ke aku, aku malah memperkosa kamu dan melakukannya berulang kali. Itu karena apa…."     

Dila menutup telinganya tak sanggup mendengar kata-kata vulgar Bara.     

"Berhenti Bara! Jangan ingatkan aku kejadian itu. Hanya kesakitan yang kamu berikan saat itu dan kamu tidak punya otak. Malam itu kau seperti ingin membunuhku karena aku mengetahui rahasia besar kamu."     

"Maafkan aku malam itu. Aku khilaf."     

"Maaf kamu tidak akan mampu mengembalikan keperawananku."     

"Bukankah keperawanan seorang wanita untuk suaminya? Aku suami kamu dan sudah sepantasnya aku yang merenggutnya?"     

"Kau." Dila benar-benar geram dan kehabisan kata-kata menghadapi Bara.     

"Setelah membaca surat kamu, mata dan pikiran aku terbuka Dila. Kamu sukses menampar aku dengan surat itu. Aku rasa hidayah Tuhan datang melalui kamu. Terima kasih kamu telah meninggalkan aku dan menulis surat itu. Aku jadi belajar suatu hal dan aku kembali ke Tuhan."     

"Apa maksud kamu?" Dila sedikit lega Bara mengatakan sudah kembali ke Tuhan. Setidaknya ada sedikit perubahan dalam diri Bara.     

"Aku sudah belajar sholat lima waktu, sedekah, mengaji dan dengar tausiah agama. Aku juga belajar mengendalikan emosiku."     

Dila bernapas lega jika Bara sudah berubah ke hal yang lebih baik. Mengingat Tuhan dan menjalankan kewajibannya sebagai muslim.     

"Kamu ingin pernikahan yang mengantarkan kita ke surga bukan? Genggam tanganku dan kita sama-sama meraih ridho Tuhan. Jadikan pernikahan ini sebagai ladang ibadah," kata Bara mengulurkan tangannya, berharap Dila menggenggam tangannya dan memulainya dari awal.     

Dila bergeming tak membalas uluran tangan Bara. Ia merenung sejenak. Menimbang-nimbang permintaan Bara untuk memulai dari awal.     

"Dila bukankah cinta sejati itu cinta sesudah akad nikah? Cinta yang diridhoi Tuhan dan ladang ibadah bagi suami istri? Tuhan saja memberi manusia kesempatan untuk bertaubat. Kenapa kamu tak mau memberi aku kesempatan untuk berubah dan kembali ke kodrat?"     

Dila menelan ludah tak sanggup membalas kata-kata Bara yang sangat menohok. Kenapa ia sebagai manusia sangat sombong? Tuhan saja Maha Pemaaf memberi kesempatan manusia untuk bertaubat kenapa ia tidak mau memberi kesempatan Bara untuk berubah?     

Dila membalikkan tubuhnya tak sanggup menatap Bara. Ia benar-benar kalah telak. Bara layak untuk mendapatkan kesempatan. Bara benar-benar ingin berubah dan Dila bisa melihat kejujuran di matanya. Tanpa Dila sadari ia beradi di ujung kapal. Terlalu lama berpikir dan berjalan mundur. Ia tergelincir dan jatuh dari kapal.     

"Aaaa...…" Pekik Dila kaget.     

"Dila," pekik Bara histeris. Ia segera meloncat dari kapal untuk menolong Dila.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.