Jodoh Tak Pernah Salah

Part 169 ~ Petaka



Part 169 ~ Petaka

0Dila dan Bara bersiap-siap untuk pergi tour. Mereka sudah memutuskan untuk naik kapal pesiar, memancing, dan snorkeling. Rottnest Island memiliki laut yang indah. Airnya sangat jernih bahkan karena kejernihannya, dasar lautnya pun terlihat dan untuk menikmati itu, salah satunya bisa dengan berlayar menggunakan kapal pesiar.     

Jika datang ke Rottnest tak komplit jika tak menjelajahi wisata laut yang ada disana. Saking jernih air laut kita bisa melihat jajaran terumbu karang yang indah tanpa perlu menyelam. Dari atas kapal sudah bisa menyaksikannya.     

Dila dan Bara tak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka menganggap ini bulan madu mereka untuk merajut hubungan mereka kembali. Tentang perasaannua Dila belum mengerti dan belum menyadarinya. Keinginannya saat ini, hanya ingin menepati janji pada Herman untuk membuat Bara kembali ke kodrat dan meninggalkan lingkungan dan komunitas gay.     

Sedikit demi sedikit Dila akan mengarahkan Bara untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Dila yakin Bara akan cepat sembuh karena keinginan untuk berubah dalam diri lelaki itu sangat kuat. Perubahan terbesar di mulai dari diri yang bersangkutan. Selama ada keinginan disitu ada jalan. Dila sadar tak mudah untuk Bara memulainya dari awal, akan ada kerikil-kerikil tajam yang akan menghalangi jalan Bara kembali ke kodrat. Dila menyadarinya dan ia sudah menduga Egi tidak akan tinggal diam. Lelaki itu merasa dicampakkan dan sangat membenci Dila karena telah merebut Bara.     

Bara dan Dila menaiki kapal pesiar dengan kapasitas 20 orang, tapi hanya diisi oleh mereka. Bara sengaja membooking kapal karena ingin privasi. Fasilitas kapal pun cukup lengkap. Makanan pembuka, wine, bahkan memancing sendiri ikan yang akan dimakan untuk makan siang.     

Target kali ini, yakni crayfish. Hewan ini lebih kecil dari lobster dan jauh lebih besar dari udang. Tak berselang lama, awak kapal bergegas melemparkan kotak khusus untuk memancing crayfish lengkap dengan kepala ikan sebagai umpan.     

Cara memancingnya juga berbeda. Kait besi dilemparkan ke tali berbalon yang mengambang menandakan lokasi kotak pemancing yang sebelumnya sudah ditenggelamkan. Tali kemudian diangkat ke kapal lalu ditarik menggunakan alat khusus hingga kotak itu terangkat.     

Bila beruntung, kamu bisa dapat tiga ekor crayfish langsung. Tapi tidak semua bisa langsung dimasak. Crayfish harus memenuhi syarat, yakni ukurannya, dan betina yang tengah hamil.     

Bila memenuhi syarat itu, crayfish bisa langsung dimasak. Di dalam kapal sudah ada sejumlah alat masak yang bisa digunakan untuk mengolah bahan makanan yang berhasil dipancing. Bahan makanan ini untuk makan siang di kapal.     

Di kapal ada sebuah meja yang mulai diisi dengan kudapan, ada udang, salmon, nasi, roti, ikan baramundi hingga crayfish yang ditangkap. Awak kapal menyajikan dengan dua cara. Dibelah lalu disajikan mentah dan dibakar lebih dulu.     

Makan siang saat itu terasa sangat indah ditemani pemandangan Pinky Beach lengkap dengan mercusuar yang masih aktif. Belum lagi pemandangan laut yang jernih.     

Dila sangat terkesan karena memancing sendiri crayfish yang mereka makan. Ia menikmati potongan demi potongan daging crayfish yang begitu segar dan fresh.     

"Apakah kamu menyukai makanannya?" Tanya Bara.     

"Sangat menyukainya dan ini sangat enak sekali Bara. Baru pertama kali aku memancing crayfish dan memakan hasil pancinganku. Pengalaman yang tidak bisa aku lupakan. Rottnest memberikan kenangan yang indah untukku dan sulit aku lupakan."     

"Tentu saja kenangan indah, apalagi kenangan dini hari tadi," goda Bara tersenyum nakal.     

"Bara," panggil Dila menahan rasa malu.     

"Kenapa wajahmu memerah?"     

"Kenapa kamu membahas tadi pagi? Aku malu."     

"Kenapa harus malu?"     

"Aku malu dan belum terbiasa." Dila menutup wajahnya dengan kedua tangan.     

"Jangan tutup wajahmu. Aku ingin melihat wajahmu yang kemerahan itu. Lama-lama aku akan memanggil kamu Humaira yang kemerah-merahan."     

"Bara, jangan terus menggodaku."     

Bara menggenggam tangan sang istri dan menciumnya, "Aku tak ingin kebersamaan ini cepat berakhir. Genggam tanganku hingga akhir Dila dan jangan pernah meninggalkan aku lagi. Aku bisa gila karena kehilangan kamu. Aku merasa kehilangan arah dan tujuan."     

"Kenapa bisa begitu Bara? Perasaan apa yang kau rasakan padaku?"     

Bara terdiam dan tak menjawab pertanyaan sang istri. Bara bingung dengan perasaannya.     

"Maafkan aku belum bisa menjawabnya Dila. Aku tak tahu bagaimana perasaanku padamu. Berikan aku waktu untuk menjawabnya. Kamu sendiri bagaimana?"     

"Kamu ingin aku jujur atau bohong?" Dila memberikan pilihan.     

"Tentu aku ingin kejujuran."     

"Aku pun belum bisa memberikan hatiku untuk kamu. Aku masih belum bisa melupakan dia. Aku sudah lama mencintainya dan tak mudah menghapusnya dalam hatiku."     

Bara melengos dan kecewa dengan jawaban sang istri. Ia terlalu percaya diri jika Dila sudah memiliki perasaan padanya.     

"Kita jangan fokus pada perasaan kita. Fokuskan untuk penyembuhan kamu. Kamu harus straight terlebih dulu. Kembali ke kodrat dan menjadi manusia baru. Bagaimana jika kamu hypno terapi untuk mengendalikan emosi kamu?"     

Bara menangguk dan setuju dengan ide Dila, " Terserah kamu saja. Aku akan menurut. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih."     

"Hanya terima kasih tak ada yang lain?" Goda Dila mengalihkan pembicaraan.     

"Kamu mau apa? Rumah, mobil, berlian atau tas hermes?"     

"Tidak perlu," balas Dila tertawa. "Aku sudah punya semua yang kau sebutkan. Jadi aku tidak butuh uang kamu Bapak Ketua DPRD."     

"Jangan mencibir aku."     

"Mana berani aku mencibir ketua DPRD. Cari mati namanya," ujar Dila menjulurkan lidahnya. Dila merasakan sesak pipis ia pamitan untuk pergi ke kamar mandi.     

Beberapa orang yang telah mengintai Bara dan Dila sedari tadi segera bergerak. Mengetahui Dila berjalan sendirian mereka mengambil tindakan. Untung saja di atas kapal ini hanya ada mereka sehingga tak ada yang melihat mereka mengendap-ngendap naik ke atas kapal.     

Saat Dila keluar dari kamar mandi. Seseorang bule membekap mulut Dila dan membuatnya pingsan. Lelaki itu sudah menaruh obat bius di sapu tangan yang digunakan untuk membekap mulut Dila.     

Dila tak sadarkan diri, mereka mengangkat tubuh Dila dan membawanya ke speedboat yang telah menyandar di kapal sedari tadi. Mereka bergerak hati-hati, melihat situasi. Merasa situasi sudah aman mereka membawa Dila kabur.     

Bara gelisah menunggu sang istri. Dila sudah terlalu lama berada di kamar mandi. Ia diliputi kecemasan. Mengikuti naluri Bara pergi ke kamar mandi menyusul sang istri. Nihil, Dila tak ada di kamar mandi.     

Bara curiga melihat speedboat yang baru saja berangkat. Ia melihat dengan jelas. Dila duduk di tengah dengan posisi pingsan.     

"Brengsek. Siapa yang berani menculik istriku?" Pekik Bara membahana.     

Ia mencari nakhoda kapal dan meminta mereka untuk mengejar speedboat yang telah membawa Dila pergi. Bara menggeram kesal karena kapal mereka tak mampu mengejar si penculik. Merasa hampir dekat Bara terjun dari kapal. Ia berenang menyusul speedboat.     

"Tenanglah sayang. Aku akan menyelamatkan kamu sayang. Tidak akan aku biarkan mereka menyakiti kamu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.