Part 190 ~ Kecemburuan Zyan
Part 190 ~ Kecemburuan Zyan
"Mana Dila?" Tanya Zyan ketika sampai di rumah Mark dan Mira. Pasangan suami istri itu sedang sarapan.
Zyan berteman baik dengan Mark sehingga ia bisa keluar masuk rumah itu semaunya.
"Dila? Kenapa dengan Dila?" tanya Mira sambil mengoleskan selai strawberry pada roti.
"Aku ingin bicara dengannya. Apa benar Dila akan pulang ke Indonesia hari ini?"
"Iya. Memangnya kenapa?" tanya Mira lagi.
"Dia tidak boleh pergi."
"Why?"
"Aku harus bicara padanya. Dimana dia?"
"Taman belakang," jawab Mark.
Zyan berlari menuju taman belakang. Dia melihat Dila sedang menyirami tanaman.
"Dila," panggil Zyan histeris.
"Zyan ada apa?" Dila keheranan melihat sikap Zyan.
"Aku ingin bicara denganmu. Penting," kata Zyan menggandeng tangan Dila.
Dila menepis tangan Zyan tak mau tangannya disentuh pria lain.
"Jika ingin bicara katakan saja disini."
"Ikutlah denganku Dila dan kamu akan tahu kebenarannya.
"Kebenaran apa?"
"Tentang kita?"
"Tentang kita?" Kening Dila berkerut tidak mengerti maksud Zyan.
"Ya," hanya itu yang bisa Zyan ucapkan. Ia tak mau kehilangan Vani untuk kedua kalinya dan Zyan berusaha menyadarkan Dila siapa dia sebenarnya.
"Mari ikut aku," kata Zyan memaksa Dila naik ke atas mobilnya. Entah kenapa Dila bak kerbau di cocok hidungnya mematuhi perintah Zyan untuk naik ke mobil.
"Mira, jika Bara kembali katakan padanya aku pergi sebentar," kata Dila berpamitan pada Mira dan Mark.
"Baiklah." Mira melambaikan tangan.
Dila dan Zyan naik ke atas mobil. Zyan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di tujuan. Mata Dila membelalak ketika membuka laci mobil untuk mencari CD. Zyan tidak memutar lagu sehingga Dila merasa bosan. Zyan tak bicara selama mengemudi. Dila melihat sebuah album foto ketika mencari CD. Penasaran Dila membuka album itu dan ia shock melihat Zyan berfoto dengan seorang gadis yang sangat mirip dengannya.
Dila tak percaya ada orang yang begitu mirip dengannya. Yang membedakan mereka hanyalah tahi lalat, warna rambut dan warna mata. Dila akhirnya paham kenapa Zyan memanggilnya dengan nama Vani karena mereka sangat mirip.
"Zyan aku sudah tahu apa yang kamu bicarakan," kata Dila buka suara.
"Kamu mengira aku wanita dalam foto ini bukan?" Dila menunjukkan foto Vani sedang dipeluk Zyan.
"Kamu sudah ingat semuanya Vani?"
"Ingat apa?"
"Ingat jika aku kekasihmu?"
"Zyan jangan gila."
"Aku tidak gila Dila. Kamu Dila bukan Vani," bentak Zyan histeris.
"Aku Dila bukan Vani. Kami hanya mirip Zyan tapi kami bukan saudara."
"Kamu itu Vani. Cobalah mengingat jati dirimu Vani," kata Zyan meratap pilu. Takut kehilangan untuk kedua kalinya membuat Zyan mellow dan cengeng.
"Aku bak orang gila mencari kamu Vani. Sekarang setelah aku bertemu kembali denganmu kamu akan meninggalkan aku lagi? Aku tidak bisa kehilangan kamu lagi."
"Zyan. Sadarlah. Aku dan Vani dua orang yang berbeda."
"Kalian bukan dua orang yang berbeda, kalian orang yang sama," hardik Zyan frustasi. Zyan menambah kecepatan mobil karena emosi.
"Zyan kendalikan emosi kamu. Kita bisa celaka jika kamu membawa mobil ngebut begini. Aku takut Zyan."
"Kamu yang membuat aku seperti ini Vani. Please….ingatlah aku. Aku Zyan yang sangat mencintai kamu dan bak orang gila karena kehilangan kamu."
"Zyan berapa kali aku katakan jika aku bukan Vani. Pernahkah kamu mendengar kata orang-orang dulu? Katanya dunia ini kita memiliki tujuh kembaran. Mungkin saja aku dan Vani dua di antara tujuh kembaran di dunia ini."
"Omong kosong macam apa ini Vani? Kenapa kamu lupa padaku? Apa karena pria itu?"
"Pria mana?"
"Bara."
"Zyan aku tegaskan padamu. Aku terlahir di kota Padang dan tumbuh di kota ini. Sedari kecil aku tak pernah menginjakkan kaki ke Perth. Aku baru datang kesini. Ini kali pertama aku datang ke kota ini. Bagaimana mungkin aku Vani dan menjadi kekasihmu. Mainkan logikamu Zyan."
"Cinta tak ada logika. Aku yakin dan percaya jika kamu Vaniku yang telah lama menghilang. Please…..Dila akui saja jika kamu memang Vani."
"Apa yang harus aku akui?" Dila tersulut emosi. Sudah capek menjelaskan dari tadi, Zyan tak jua mengerti jika dia, Dila bukan Vani. Mereka kebetulan mirip saja.
"Mengakui jika kamu Vani."
"Aku Dila bukan Vani," jawab Dila tegas. "Zyan turunkan aku disini. Kamu ngawur."
"Tidak akan. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi dariku. Aku akan membawa kamu pergi jauh dari Bara. Kamu hanya milikku." Zyan mengklaim jika Dila miliknya.
"Kau gila."
"Aku gila karena terlalu mencintai kamu."
"Cinta itu pake logika Zyan tidak hanya perasaan."
"Aku jatuh cinta padamu dan cinta mati itu logikanya Vani."
"Jangan panggil aku Vani. Aku Dila. Turunkan aku jika tidak aku akan lompat," kata Dila mengancam.
Zyan menekan tombol otomatis menutup pintu, sehingga ketika Dila membuka pintu mobil tidak mau terbuka.
"Kamu tidak bisa pergi dariku Vani. Kita akan mulai lembaran baru dalam hidup kita. Aku berjanji tidak akan cemburuan lagi."
"Zyan mengertilah jika aku bukan Vani." Dila menangis ketakutan karena melihat Zyan bak monster bukan Zyan yang lucu dan ramah.
"Aku ingin kamu mengerti jika aku sangat mencintaimu Vani." Zyan terisak tangis. Ia menghapus air matanya.
"Zyan mungkin Vani meninggalkan kamu karena kamu pemaksa dan cemburuan. Yang harus kamu garis bawahi jika aku bukan Vani aku Dila."
"Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu. Apa kamu mengalami hilang ingatan sehingga lupa padaku?"
"Omong kosong macam apa ini Zyan? Turunkan aku!"
"Tidak akan. Kamu harus ikut denganku. Kita tak akan berpisah lagi Vani. Aku akan menikahimu seperti janjiku dulu. Aku akan mengikatmu sebagai istriku." Zyan kehilangan akal.
"Kau gila. Aku sudah menikah dan tak mungkin menikah denganmu," tolak Dila bicara dengan nada tinggi.
Zyan memukul kemudi mobil, naik darah mendengar ucapan Dila tak menikah dengannya. Mereka berdua bertengkar. Dila mencoba mengambil kemudi mobil, agar mobil berhenti. Karena meladeni Dila, Zyan tidak melihat jalan. Sebuah mobil berlawanan arah dengan mereka mengemudi dengan ngebut. Menghindari tabrakan Zyan membanting stir ke kiri hingga menabrak pembatas jalan.
Kepala Zyan membentur kemudi hingga mengalami pendarahan. Kepalanya terasa pusing dan sakit. Zyan melihat Dila yang bersimbah darah, timbul rasa bersalah dalam hatinya telah membuat Dila celaka.
Sementara Dila menahan perih di perutnya. Darah juga mengalir deras dari pelipisnya. Dila merasakan tubuhnya remuk dan mati rasa. Dila menatap darah yang mengalir dari selangkangannya dan Dila menyadari sesuatu….