Part 298 ~ Kegelisahan Dila
Part 298 ~ Kegelisahan Dila
"Melepaskan membuat kita mencintai dengan sederhana, seperti kata Ikhlas dalam surat Al-Ikhlas. Tidak pernah tampak, tetapi maknanya akan selalu melekat dan menapak. Dengan doa segala rindu akan sampai. Dengan doa segala cinta akan bertakhta dalam damai."
"Tidak akan pernah semudah itu, memang. Selalu ada kerikil dan jalanan terjal yang ditempuh sebelum merelakan segala gundah gelisah hati yang hanya mampu ditumpah ruahkan pada doa dan semesta."
"Sungguhlah jodoh dan keturunan itu bagian dari rezeki yang Allah atur sedemikian rupa. Yang sifatnya aduhai, benar-benar terserah Allah. Keduanya bisa jadi nikmat, bisa juga jadi ujian. Dan yang pasti, sejatinya jodoh dan keturunan bukan syarat masuk surga. Tapi bisa menjadi penyebab seseorang masuk surga atau justru terlempar ke dalam neraka. Semuanya balik lagi ke cara kita menyikapi pemberian Allah itu."
Dila masih terngiang-ngiang pembicaraannya dengan Fatih setelah penandatanganan PKS tadi. Jujur, Dila merasa sakit ketika Fatih dengan sabar dan tabah menerima nasib jika mereka tidak berjodoh.
Ada luka dalam hati Fatih walau ia tak menampakkannya. Dila berdoa semoga suatu hari Fatih menemukan jodoh yang terbaik dan membawanya ke surga kelak.
Dila jadi tak fokus kerja karena masih memikirkan perasaan di masa lalu. Berulang kali Vinta memanggilnya namun Dila tidak menggubris.
"Kep aman?" Vinta bertanya dengan suara melengking.
Dila tersadar dari lamunannya karena Vinta menyentuh lengannya.
"Ya Vinta," ucap Dila tergagap.
"Kep kenapa? Kok bengong?" Vinta duduk di depan Dila seraya menaruh file pembukaan rekening baru, deposito dan giro untuk ditandatangani.
"Enggak ada apa-apa."
"Pasti ada masalah berat yang sedang menimpa kep makanya bengong."
"Kamu ngapain kesini?" Dila mengabaikan pertanyaan Vinta.
"Biasa kep minta tangan di formulir pembukaan tabungan, deposito dan giro. Punya bang Emir sekalian aku bawa."
Dila mengambil file yang sudah ditaruh Vinta di atas meja dan menandatanganinya.
"Kep banyak pikiran kayaknya," ucap Vinta bak cenayang.
"Sok tahu kamu," ujar Dila tergelak tawa.
"Aku cenayang lo kep. Bisa baca hati orang."
"Gaya kamu."
"Pasti kep ketemu sama mantan makanya gelisah," ucap Vinta sekenanya namun membuat Dila kaget.
"Kamu," cebik Dila kesal.
"Hayo tebakan aku benar pastinya." Vinta menggoda Dila.
"Cerita aja sama aku kep. Jangan-jangan bisa bantu. Tenang rahasia terjamin," ucap Vinta bak slogan obat kuat.
"Kamu apaan sich?" Dila mengobrol seraya menandatangani file.
"Dengan kita cerita ke orang, perasaan kita bakal enak kep. Kalo kita terlalu banyak memendam perasaan yang ada hati kita bengkak dan sakit liver." Vinta masih berusaha memprovokasi Dila agar bicara.
"Kep sebenarnya lagi enggak enak sama seseorang. Dia dan kep dulunya janji bakal menikah, setelah itu dia pergi sekolah ke luar negeri dan selama delapan tahun kami enggak komunikasi namun masih saling menunggu."
"Apa kep? Serius? Selama ini kep jomblo karena nunggu dia. Malah enggak pernah komunikasi lagi. Aku aja yang LDR Jakarta-Padang aja enggak kuat walau kami ketemu setiap bulan."
"Kep bedalah sama kamu. Kamu iya, punya pacar dua. Satu pacar di Jakarta dan satu lagi disini. Kep enggak bisa kayak gitu."
Vinta terkekeh aibnya dibongkar. Sekantor sudah tahu jika Vinta punya pacar dua, namun karena urusan pribadi tak ada yang ikut campur. Pacar cadangan Vinta juga punya pacar di kampung halamannya. Jadilah mereka berpacaran untuk mengusir kesepian.
"Lantas apa yang bikin kep gelisah?"
"Dia tanya sama kep. Apa kep bahagia nikah sama suami kep? Jika kep bahagia dia akan tenang dan bisa memulai kehidupannya yang baru. Kep merasa bersalah sama dia."
"Sudahlah kep enggak perlu dipikirkan. Namanya kalian enggak jodoh. Delapan tahun bukan waktu yang sebentar buat kep menunggu dia. Intinya kalian enggak jodoh dan jodohnya kep Pak ketua. Pacaran lama belum tentu kita berjodoh kep, sama kayak aku sekarang punya pacar dua belum tentu keduanya jodoh aku," ucap Vinta terkekeh memperlihatkan barisan gigi putihnya.
"Dasar nyai badas. Playgirl banget sich kamu."
"Bukan playgirl kep cuma ingin realistis saja. Aku di Padang, pacar aku di Jakarta. Pria itu ibarat kucing. Dikasih ikan asin ya dimakan. Cewek Jakarta ganas-ganas lo. Jangankan yang pacaran kep yang nikah aja selingkuh. Bibit pelakor telah menjamur di negara ini. Populasi cowok semakin sedikit di muka bumi ini karena cowok banyak yang jadi bencong dan homo. Makanya perbandingan antara cowok dan cewek, satu banding tiga. Makanya pelakor menjamur dimana-mana."
Dila tertawa terbahak-bahak mendengarkan argumen aneh dari Vinta. Setelah selesai menandatangani file yang dibawa Vinta, ia menyuruh si nyai badas untuk pergi dari ruangannya.
Dila turun ke lantai satu menemui Renata. Seperti biasa ia akan mengopname uang dalam klus apakah fisik uang jumlahnya sama dengan yang ada di sistem.
"Lo keliatan banyak pikiran Dil," ucap Renata seusai mereka mengopname uang.
"Kelihatan ya?"
"Ada masalah apa?"
"Ada urusan pribadi tapi gue enggak bisa cerita," jawab Dila cepat.
"Gue ngerti."
Pukul lima sore Bara telah datang menjemput Dila. Mobilnya sudah parkir di depan kantor Dila. Bara selalu mengusahan menjemput istrinya. Abi langsung non job jika Bara menjemput Dila.
"Hai sayang," sapa Bara cipika cipiki dengan Dila.
"Hai juga sayang."
"Gimana kerjaan hari ini?"
"Lancar. Kamu gimana?"
Bara menggelengkan kepala dan memperlihatkan wajah gelap.
"Apa yang terjadi sayang?"
"Kita pulang dulu. Nanti aku cerita sambil bobok." Bara mengedipkan mata menggoda istrinya.
"Kalo sambil bobok kamu enggak bakal cerita pasti cerita. Yes no, yes no doang." Dila mencibirkan bibirnya.
"Coba ulang lagi sayang. Gimana ngomong yes no. Kok aku jadi sange? Nada bicaranya kayak film blue."
"Pikiran kamu sayang. Dikit-dikit mesum." Dila geleng-geleng kepala melihat kelakuan suaminya.
"Enggak apa-apa dong. Mesum sama istri sendiri. Halal dan berpahala." Bara mengelus paha mulus Dila.
"Sayang jangan nakal ah," ucap Dila dengan tampang jutek.
"Jangan marah-marah kep. Marahnya di ranjang aja nanti biar mainnya hot." Bara semakin frontal bicara vulgar.
"Bara." Mata Dila membulat.
"Ya….ya….aku enggak akan lanjutkan." Bara segera mengemudikan mobilnya menuju rumah Danau Teduh.
"Yang, tadi kami menandatangani PKS sama UIA."
"Ketemu Fatih dan itu membuat kamu galau." Terbersit kecemburuan dalam setiap kata yang diucapkan Bara.
"Kamu masih ada perasaan sama dia?" Bara melirik tajam Dila. Pria itu mengerem mendadak menunggu jawaban Dila.
*****
https://zavaraksara.wordpress.com/2017/10/27/mencintai-dengan-melepaskan/