Jodoh Tak Pernah Salah

Part 307 ~ Zico Bertemu Dila ( 1 )



Part 307 ~ Zico Bertemu Dila ( 1 )

0Zico sudah memutuskan kembali ke Padang. Selain meresmikan rumah sakit pria itu sedang berupaya mendekati Dian. Alvin harus tahu siapa dia. Bagaimana pun masa lalu mereka, Zico tetaplah ayah biologis Alvin.     

Zico meminta Naura untuk datang ke ruangannya. Dokter itu segera datang memenuhi keinginan sang CEO.     

Naura mengetuk pintu dari luar. Zico mengijinkannya masuk.     

"Bapak memanggil saya?" Tanya Naura memastikan karena yang menghubunginya sekretaris Zico.     

"Iya dokter. Silakan duduk.     

Naura duduk di sofa tuksedo. Zico memanggil sekretarisnya menyiapkan minuman untuk Naura.     

"Tidak perlu repot-repot Pak," kata Naura sungkan.     

"Kita perlu minum dokter Naura. Pembicaraan kita akan lama."     

"Apa yang ingin Bapak bicarakan dengan saya?"     

"Rumah sakit ini sudah ganti kepemilikian. Ada 1.500 orang pegawai disini. Saya akan mengganti nama rumah sakit dan akan melaunchingnya bulan depan."     

"Lantas apa hubungannya dengan saya?"     

"Tentu dokter."     

"Saya akan mengganti jajaran direksi yang sekarang. Mereka tidak cocok di posisi itu. Dalam dua hari akan ada penunjukkan direksi baru. Saya menunjuk dokter sebagai direktur SDM."     

"Apa?" Naura tak percaya dengan apa yang ia dengar.     

"Bapak tidak salah bicara?"     

"Tidak. Saya tidak salah bicara. Saya membutuhkan staf masih muda untuk menduduki posisi direktur SDM. Saya harap anda bisa memegang jabatan dengan baik. Sebelum rumah sakit launching saya akan mengadakan training service excellent untuk semua pegawai baik staf mau pun dokter. Saya ingin anda mengatur semuanya. Detailnya akan diberi tahu oleh Fahmi.     

"Boleh saya bertanya Pak?"     

"Apa yang ingin anda tanyakan dokter?"     

"Kenapa Bapak menunjuk saya sebagai direktur SDM?"     

"Karena anda cocok untuk menduduki posisi itu. Saya butuh anak muda untuk memajukan rumah sakit ini. Saya melihat kinerja direksi yang lama tidak bagus. Apalagi direksi SDM. Tidak bisa mengatur ketertiban dan kepatuhan pegawai. Pelayanan frontliner jelek dan mereka kasar dalam melayani. Imej rumah sakit ini sudah jelek di mata masyarakat. Rumah sakit ini masih banyak pasien karena tidak ada rumah sakit lain yang peralatannya lengkap seperti disini. Mau tidak mau mereka akan datang kesini. Saya ingin mengubah imej rumah sakit ini. Saya ingin rumah sakit ini jadi tujuan utama pasien untuk berobat."     

"Baik Pak. Saya mengerti, tapi mohon dirahasiakan dulu dari orang-orang jika saya menerima jabatan sebagai direktur SDM. Semoga kinerja saya bagus dan memuaskan."     

"Saya yakin kinerja anda bagus dokter Naura."     

Naura dan Zico berbincang cukup lama membahas acara launching rumah sakit bulan depan. Benar juga kata Zico, mereka akan bicara sangat lama.     

"Kemarin kita membahas bank yang akan bekerja sama dengan kita. Buat janji dengan pihak bank setelah makan siang. Saya bisa meeting dengan mereka."     

"Baik Pak. Masih ada yang ingin dibicarakan Pak?"     

"Tidak ada. Dokter silakan diskusi dengan Fahmi soal jadwal training para pegawai."     

"Baik Pak. Saya undur diri."     

Naura pergi dari ruangan Zico. Setelah sampai di ruangannya Naura menghubungi Dila.     

:telephone_receiver: "Halo uni apa kabar?" Sapa Dila ramah.     

:telephone_receiver: "Kabar baik Dila. Pak Zico ingin bertemu nanti sehabis jam makan siang. Apa kamu bisa?"     

:telephone_receiver: "Tentu uni, Kebetulan nanti siang tidak ada rapat."     

:telephone_receiver: "CEO baru kami ingin agak selektif dan pemilih. Jika kamu pintar bernegosiasi dengan beliau. Ambil alih semua pengelolaan keuangan Harapan. Kredit talangan untuk asuransi pemerintah gede tu Dil. Bisa tiga puluh milyar hingga lima puluh milyar. Bagus untuk pertumbuhan kredit di kantor kamu. Nama rumah sakit akan diganti bulan depan. Dua hari lagi akan ada penunjukkan direksi baru. Pak Zico tidak suka kinerja direksi lama."     

:telephone_receiver: "Baik uni. Aku akan berusaha bernegosiasi dengan Pak Zico. Semoga dia menyukai penawaranku. Semangat."     

:telephone_receiver: "Dila. Kamu diam aja ya, uni hanya cerita ke kamu."     

:telephone_receiver: "Cerita apa?"     

:telephone_receiver: "Uni ditunjuk jadi direksi SDM."     

:telephone_receiver: "Apa?" Dila kaget."Hebat uni. Selamat ya uni."     

:telephone_receiver: "Uni akan makin sibuk lagi Dila. Enggak ada yang perhatiin uda Iqbal."     

:telephone_receiver: "Masih ada Ria."     

:telephone_receiver: "Mereka belum berbaikan sampai sekarang. Uni kasihan liat Ria. Sejahat apa pun Ria di masa lalu diperlakukan tidak adil oleh Iqbal membuat uni enggak tega. Statusnya digantung."     

:telephone_receiver: "Dila udah bilang ke uda untuk menerima kembali Ria. Berarti uda belum mendengarkan nasehat Dila."     

:telephone_receiver: "Iqbal keras kepala sama dengan adiknya."     

:telephone_receiver: "Uni nyindir aku?"     

:telephone_receiver: "Bagi yang merasa saja." Naura tergelak tawa. "Uni tutup dulu ya Dila mau kerja."     

:telephone_receiver: "Ok."     

"Siapa yang telepon?" Tanya Bara pada Dila. Pasangan suami istri itu sedang makan siang bersama. Bara selalu menjemput istrinya saat jam istirahat lalu makan siang bersama.     

"Uni Naura."     

"Kenapa menelpon?" Bara kepo.     

"Mau tahu apa mau tahu banget?" Dila menggoda suaminya.     

"Mau makan kamu," balas Bara sekenanya.     

"Aku mana bisa dimakan. Dasar suami sotoy."     

"Bisa kok."     

"Mana bisa sayang."     

"Bisa. Aku sering makan kamu di ranjang," ucap Bara ambigu.     

Dila kesal denga candaan sang suami. Di tempat umum masih saja bicara vulgar. Mulut Bara enggak ada filternya kalo bicara dengan sang istri. Dila mencubit perut sang suami hingga memekik keras.     

"Sakit sayang."     

"Abisnya ngomongnya vulgar mulu. Aku enggak bisa lama-lama sayang. Aku mau melakukan persiapan untuk meeting dengan CEO baru rumah sakit Harapan."     

Bara tersedak ketika mendengar Dila meeting dengan CEO rumah sakit Harapan. Berarti istrinya meeting dengan Zico? Bajingan yang telah memperkosanya dan Dian lima belas tahun yang lalu? Bara mengepalkan tangannya. Raut wajahnya berubah menakutkan. Gelap dan dingin.     

"Sayang kamu kenapa?" Dila heran dengan perubahan sang suami.     

"Dila," ucap Bara dengan suara serak.     

"Iya ada apa?"     

"Jika kamu rapat dengan CEO baru rumah sakit Harapan jangan lupa kalian foto bersama."     

"CEO-nya laki-laki. Bukankah kami cemburu jika aku foto dengan laki-laki walau itu sebatas pekerjaan?"     

"Kali ini aku mengijinkannya. Aku ingin memastikan sesuatu Dila."     

"Memastikan apa?"     

"Nanti aku cerita jika kamu sudah meeting dengan CEO Harapan."     

"Apa ada yang kamu sembunyikan?" Dila menatap curiga.     

"Aku mau pastikan dulu. Enggak mau salah sangka. Takutnya salah, Makanya kamu nanti foto dengan CEO Harapan biar ada bukti otentik."     

"Baiklah kalau begitu." Dila menyelesaikan makannya.     

Bara berjalan menuju meja kasir membayar tagihan makan mereka. Bara mengantar Dila menuju kantornya. Sepanjang jalan hati Bara berkecamuk memikirkan Zico. Jika benar pria itu ada di Padang. Bara akan membuat perhitungan dengannya. Lima belas tahun yang lalu pria itu telah menorehkan luka yang dalam padanya dan Dian.     

Dian bahkan menyisakan sebuah kenangan dari peristiwa pahit itu.     

"Sayang kamu kenapa?" Dila menangkap gelagat aneh dari Bara.     

"Tidak apa-apa. Selamat bekerja sayang. Semoga sukses nanti meetingnya," ucap Bara ketika sampai di kantor Dila.     

"Amin. Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar. Tenang saja. Aku akan foto dengan CEO baru itu."     

Bara meringis di dalam senyuman. Semoga saja perkataan Jimmy salah jika Zico CEO baru rumah sakit Harapan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.