Jodoh Tak Pernah Salah

Part 329 ~ Penyesalan Zico



Part 329 ~ Penyesalan Zico

3Zico berusaha menahan sakit di kepalanya. Matanya berkunang-kunang, pemandangannya kabur. Zico berusaha untuk kuat agar bisa melanjutkan pembicaraan dengan Dian.     

"Walau bagaimana pun aku adalah ayahnya. Setidaknya aku harus bertanggung jawab sebagai ayahnya."     

"Aku tidak butuh uangmu. Pergilah dari kota ini. Jangan pernah perlihatkan wajahmu di depan kami. Sampai kapan pun aku tidak akan mengijinkanmu menemui Alvin. Dia hanya anakku. Kau bajingan terkutuk. Gara-gara Alvin sangat mirip denganmu aku membencinya selama bertahun-tahun."     

"Bagaimana pun darah lebih kental daripada air Dian. Bagaimana pun usaha kamu menjauhkan kami jika Tuhan mentakdirkan kami bertemu pasti akan bertemu," ucap Zico tertawa dibalik kesakitannya.     

Dian murka mendekati Zico, melepaskan totokan dan menginjak telapak kaki Zico hingga terdengar bunyi krakkkkkk. Tulang Zico retak. Teriakan dan rintihan Zico memecah kesunyian. Tangisan Zico menyayat hati namun tak membuat Dian iba.     

Fahmi mendobrak pintu yang dikunci dari dalam. Pria itu masuk dalam ruangan Zico dan kaget melihat keadaan si bos. Tanpa suara Fahmi pergi mencari bantuan. Tak lama kemudian Fahmi datang bersama tiga orang satpam.     

Mereka kaget dan shock ketika melihat Zico muntah darah akibat pukulan Dian. Mereka berempat shock dan takut. Melihat kemampuan bela diri Dian membuat mereka insecure.     

"Apa yang kau lakukan?" Teriak Fahmi membelalakkan mata.     

Dian menghentikan pukulannya. "Kau selamat kali ini Zico. Kematian terlalu mudah untukmu. Kau harus menderita seperti kami," ucap Dian menghempaskan tubuh Zico.     

Ketiga satpam akan menangkap Dian namun dengan cepat wanita itu menendang dan menghempaskan ketiga pria itu. Mereka tidak berdaya. Dian sangat mengerikan ketika marah.     

"Biarkan dia pergi," ucap Zico sebelum pingsan.     

Dian membuang muka merasa puas dengan apa yang dilakukannya. Itu masih permulaan Zico, akan ada pembalasan lainnya. Dian berbisik di dalam kalbu.     

Insiden pemukulan pada Zico menghebohkan rumah sakit Harapan. Para karyawan gempar dan sibuk membicarakannya. Setiap bagian menceritakan peristiwa yang menimpa Zico. Ceritanya jadi fenomenal, diceritakan dalam berbagai versi, dengan berbagai bumbu sehingga ceritanya tidak sama dengan versi Fahmi.     

Mereka prihatin dan bersimpati pada sang CEO. Meski Zico jadi pemilik baru rumah sakit namun sudah dapat mengambil hati karyawan. Zico begitu bijaksana dan lebih manusiawi dari pada pemilik lama.     

Zico dirawat di ruang VVIP. Pria itu terpaksa menjalani operasi pada telapak tangannya. Tulangnya retak dan berpindah posisi. Butuh waktu untuk memulihkan keadaannya.     

Para direksi berkumpul membahas insiden penganiayaan Zico. Ada yang berusaha mengambil muka dan ada juga yang pura-pura prihatin atas kejadian yang menimpa Zico. Mereka akan mengusut tuntas pelaku penganiayaan bos mereka.     

Naura tak bisa menyembunyikan kekagetannya. Bagaimana orang sebaik Zico dianiaya begitu keji apalagi yang melakukannya seorang perempuan. Untuk ukuran perempuan apa yang dilakukan pelaku sangat keji dan tak berprikemanusiaan. Para direksi melihat rekaman kamera CCTV untuk mengetahui siapa pelakunya.     

Naura melongo dan tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Ia melihat Dian datang merobos masuk dan membanting Fahmi. Naura sampai menyenggol gelas hingga jatuh karena kaget dan tak percaya dengan apa yang dia lihat. Rekaman juga menunjukkan Fahmi kembali masuk ke ruangan Zico bersama tiga orang satpam. Dalam ruangan Zico tidak ada CCTV sehingga mereka hanya bisa melihat rekaman dari depan pintu. Teknisi mempercepat rekaman CCTV. Dian keluar dari ruangan itu bersimbah darah.     

Naura terhenyak dan shock, tapi berusaha menyembunyikan rasa kagetnya agar para direksi lain tak curiga.     

"Kita bisa menggunakan rekaman CCTV ini untuk menjerat pelakunya. Sepertinya wanita ini sangat terlatih. Dia terlihat mengerikan dan menakutkan," kata Direktur utama. "Bagaimana menurut dokter Naura?"     

"Aku sependapat dokter Anwar. Dia sangat mengerikan," ucap Naura dengan bibir bergetar.     

"Saya pamit dulu." Naura berpamitan. Ia pergi dari ruangan monitor CCTV. Rasa penasaran menghantui Naura. Apa hubungan Zico dan Dian? Kenapa Dian menganiaya Zico?     

Tangan Naura gatal ingin menghubungi Dian. Ia yakin Dian punya alasan melakukan penganiayaan itu. Tak mungkin Dian sembarangan menganiaya orang.     

"Dokter, Pak Zico sudah siuman," seorang perawat memberi tahu Naura ketika sampai di depan kamar perawatan Zico.     

Naura membuka mata melihat Zico terbaring tak berdaya. Untung saja telapak tangan Zico tidak hancur jika sempat hancur pria itu akan cacat seumur hidup.     

Zico membuka matanya dan melihat kedatangan Naura.     

"Silakan masuk dokter Naura," ucap Zico dengan suara pelan.     

"Bagaimana keadaaan anda Pak?" Naura berdiri di depan Zico. Naura merinding melihat keadaan Zico yang babak belur.     

"Jangan mengintrogasiku masalah pemukulan ini." Zico mewanti-wanti.     

"Kenapa anda tahu saya akan menanyakan itu?"     

"Tentu saja aku tahu. Pasti telah terjadi kehebohan di luar sana. Apa saja berita yang beredar diluar sana?"     

"Tanpa saya ceritakan Bapak sudah tahu jawabannya." Naura berusaha tersenyum walau ia iba dengan kondisi Zico.     

"Katakan pada manajemen jangan melaporkan masalah ini pada polisi. Ini urusan pribadiku."     

"Kenapa anda dipukuli Pak? Apa kesalahan anda?"     

"Anda tidak perlu tahu dokter. Ini urusan pribadi," ucap Zico tak suka.     

"Yang membuat saya penasaran apa hubungan anda dengan Dian hingga dia menganiaya anda seperti ini?"     

Bummmmmmm…..Zico kaget. Naura kenal dengan Dian. Matanya membelalak.     

"Darimana anda tahu namanya?" Zico terpancing jebakan Naura.     

"Aku melihat CCTV dan melihat wajah Dian. Katakan apa hubungan kalian?"     

"Hubungan kami buruk di masa lalu," jawab Zico memalingkan muka.     

"Jangan bilang Bapak….."     

"Apa yang kamu tahu tentang Dian?" Potong Zico cepat.     

"Jangan bilang Bapak yang memperkosa Dian di masa lalu?" Tanya Naura frontal.     

Zico terhenyak dan terdiam. Zico menarik kesimpulan jika Naura orang terdekat dari Dian.     

"Jawab pertanyaan saya Pak. Iya atau tidak?" Naura mendesak. Entah kenapa hatinya merasa sakit jika Zico benar-benar pelaku pemerkosaan Dian.     

Zico hening tak memberi jawaban. Dia benar-benar tak punya muka pada Naura.     

"Anda diam berarti anda mengakui jika andalah yang memperkosa Dian di masa lalu dan juga memperkosa adik iparku."     

"Adik iparmu?"     

"Aldebaran atau Bara, dia adik iparku," jawab Naura dengan perasaan tak karuan.     

"Aku tidak menyangka anda benar-benar biadab. Hilang sudah rasa hormat saya pada Bapak. Anda monster Pak."     

"Itu masa laluku," balas Zico frustasi.     

"Apakah pendosa seperti aku tidak mendapatkan kesempatan kedua?" Zico berteriak histeris beruraian air mata.     

"Tuhan saja memaafkan hamba-NYA yang benar-benar bertaubat. Kenapa manusia harus sombong tak bisa memaafkan sesama manusia? Aku akui jika kelakuanku sangat bejat dan tak berprikemanusiaan di masa lalu. Salahkah aku jika ingin berubah dan memperbaiki diri? Aku sedang berada di fase menebus kesalahanku pada mereka. Aku bahkan membiarkan diriku dilukai. Jika aku masih jahat seperti dulu mungkin aku telah melukai Dian tadi. Aku membiarkan dia menganiayaku. Mungkin ini salah satu penebusan dosaku padanya. Aku tidak akan menyakiti ibu dari anakku."     

"Anda tahu Dian melahirkan anak anda?" Zico menganggukkan kepala.     

Perasaan Naura campur aduk. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sebagai dokter VCT dan biasa menjadi psikolog untuk para pasien Naura bisa melihat penyesalan di mata Zico. Laki-laki itu menyesali perbuatannya.     

Naura meninggalkaan Zico begitu saja tanpa permisi. Zico mengelus keningnya. Masalahnya semakin berat dan pelik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.