Jodoh Tak Pernah Salah

Part 328 ~ Jangan Dekati Anakku!



Part 328 ~ Jangan Dekati Anakku!

2"Seharusnya aku yang tanya padamu brengsek?" Dian menggeram kesal. "Kenapa kau datang ke kota ini mengikuti kami?"     

"Aku tidak mengikuti kalian." Napas Zico tersengal-sengal karena cekikan Dian makin kuat. Zico bisa melihat aura permusuhan dan dendam dari mata Dian.     

Zico memaklumi sikap Dian yang begitu membencinya. Pemerkosaan yang ia lakukan di masa lalu telah menorehkan luka yang dalam dan derita yang tak berkesudahan pada Dian.     

"Pak. Saya sudah melarang wanitu masuk, namun dia membantingku," ucap Fahmi tergopoh-gopoh masuk dalam ruangan Zico. Tenggorokan Fahmi tercekat ketika melihat tangan Dian mencekik sang bos. Wajah Fahmi pucat, dia mundur perlahan-lahan mencari bantuan agar bosnya tidak mengalami hal buruk seperti yang ia alami.     

"Fahmi pergilah," ucap Zico pada akhirnya melepaskan cengkraman Dian. "Biarkan aku dan dia bicara."     

"Tapi….Pak." Fahmi khawatir melihat seringaian Dian.     

"Jangan khawatirkan aku. Dia tidak akan melukaiku."     

"Dia tadi bahkan membantingku Pak." Fahmi membantah ucapan Zico.     

"Sudah berapa kali aku bilang. Pergilah," usir Zico kasar. Pria itu kesal pada bawahannya yang tak menuruti perintahnya.     

Setelah Fahmi pergi Zico mengunci pintu dari dalam.     

"Kenapa kau mengunci pintu?" Dian merasakan sinyal bahaya. Dian menyentuh belati yang ia persiapkan di pinggangnya.     

"Aku tidak akan melakukan perbuatan itu. Aku tidak segila itu," lirih Zico menepis prasangka Dian. Zico tersenyum miris melihat gadis kecil yang pernah ia setubuhi telah dewasa. Dian tumbuh menjadi sosok gadis yang kuat, pemberani dan anggun.     

"Sejak kapan kau tidak gila? Kau manusia paling gila dan paling hina yang pernah aku kenal. Kau lebih buruk daripada iblis." Dian mengumpat kesal.     

"Terserah kamu mau berkata apa?" Zico tertawa tak menanggapi makian Dian. Pria itu merasa pantas mendapatkan umpatan kasar itu.     

"Mau minum?" Zico menawarkan es kopi pada Dian.     

"Aku datang kesini bukan untuk berbasa-basi padamu bajingan."     

"Sudah puas mengomelnya?"     

"Apa kau bilang?" Dian mau menonjok Zico namun tangannya di tepis Zico. Laki-laki itu bahkan memelintir tangan Dian dan menariknya ke belakang punggung wanita itu.     

"Sudahlah Dian. Tidak perlu melakukan kekerasan. Katakan apa maksud kedatangan kamu? Kamu telah mengacaukan kantorku. Sekretarisku bahkan ketakutan melihat kamu." Zico melepaskan cengkramannya dan mendorong Dian hingga terduduk di sofa.     

Zico mengambil posisi di depan Dian seraya meminum es kopi yang baru saja ia ambil dari dalam kulkas. Zico kaget sekaligus shock melihat kedatangan ibu dari anaknya. Ada secercah harapan untuk Zico bisa berkomunikasi dengan Dian dan meminta maaf atas perbuatannya di masa lalu. Dia seorang pendosa dan pasrah menerima pembalasan dendam Dian.     

"Kenapa kamu datang menemuiku?" Tanya Zico lembut.     

"Kau jangan pernah datang menemui anakku," ucap Dian tegas.     

"Darimana kamu tahu….." Zico kebingungan. Dian menyinggung anak mereka.     

"Tidak perlu kau tahu. Aku peringatkan kau. Jangan pernah mendekati anakku. Kau atau pun ibumu tidak berhak atas anakku," ucap Dian emosional.     

"Alvin bukan hanya anakmu tapi dia juga anakku," ucap Zico tidak tahu malu.     

"Jangan pernah mengakui Alvin anakmu. Dia anakku, aku yang mengandung dan melahirkannya. Bahkan dia lahir ke atas dunia kau tidak tahu. Anak itu tak pernah kau inginkan kelahirannya. Jika waktu dikembalikan ke masa empat belas tahun yang lalu belum tentu kau mau mengakui anak itu. Kau dan ibumu mengklaim Alvin karena tidak ada lagi keturunan di keluarga kalian."     

Zico terdiam tak bisa menjawab kata-kata Dian. Pria itu di skakmat. Dian benar, dia tak pernah tahu tentang anak itu dan tak pernah mengharapkan kelahirannya. Zico ingin dekat dengan Alvin karena hanya anak itu keturunannya, pewaris kerajaan bisnisnya.     

"Jangan pernah mengharapkan aku memaafkanmu, apalagi mengharapkan Alvin mengakuimu. Berani sekali kau melakukan tes DNA pada anakku. Kau dan ibumu sama-sama licik. Aku benci kalian."     

"Dian." Panggil Zico lirih. Matanya berkaca-kaca. Zico mengerti sikap Dian. Dia hanya seorang ibu yang sedang melindungi anaknya.     

"Maafkan aku," ucapnya pelan.     

"Tidak ada maaf bagimu Zico. Aku membencimu dan akan membawa kebencianku hingga ke liang lahat. Kau merusak masa depanku. Kau membuat aku harus mengandung di usiaku masih remaja. Saat gadis seumuran aku sibuk bermain dengan teman-temannya dan baru mengenal cinta monyet, kau malah membuatku menjadi seorang ibu. Aku melahirkan tanpa suami, tak ada ikatan yang jelas, sakit dan pilu aku tanggung sendiri. Aku menuntut keadilan tapi kau malah melenggang bebas diluar sana. Kau bisa lepas dari jerat hukum. Aku dan Bara menderita akibat perbuatan terkutukmu."     

Zico tertunduk malu, meneteskan air mata. Menyesali semua perbuatannya di masa lalu. Zico bersedia melakukan apa pun untuk menebus kesalahan di masa lalu.     

Dian menendang Zico hingga terhempas ke belakang dan roboh bersama sofa yang ia duduki. Tak hanya sampai disitu, tangan Dian mencekik Zico. Seketika Zico gelagapan berusaha melepaskan cengkraman Dian walau sangat sulit. Ia kalah kekuatan dengan Dian. Perempuan itu benar-benar kuat. Zico akan memekik meminta bantuan namun teriakannya jadi angin kosong karena Dian dengan cepat menotoknya.     

Tubuh Zico menjadi lemas dan kaku. Suaranya bahkan hilang. Zico berusaha menggerakkan tubuhnya namun tidak mampu. Mata Dian berkilat bak mata kucing. Dendam Dian padanya sangat besar dan butuh pelampiasan.     

"Seharusnya kau di penjara mempertanggung jawabkan perbuatanmu. Bukan bebas bajingan. Harusnya kau dikebiri," ucap Dian emosional seraya menangis terisak-isak.     

Dian mengambil gelas kopi yang barusan diminum Zico. Dian memukulkan gelas itu ke kepala Zico.     

Zico merasakan pusing, kepalanya bersimbah darah. Zico mau menyentuh kepalanya menyeka darah yang mulai menutupi matanya, namun totokan Dian membuatnya tak bisa melakukannya.     

Dian melepaskan totokannya. Zico segera memegang kepalanya dan menyeka darah yang telah membasahi pipinya.     

"Jika melakukan ini bisa menebus kesalahanku di masa lalu. Lakukanlah! Aku pasrah dan tidak akan melawan," ucap Zico memantik rasa iba Dian.     

Dian menepis perasaannya. Orang seperti Zico tidak layak mendapatkan belas kasihan. Dian masih bisa mengingat dengan jelas. Pria itu tak memiliki rasa iba ketika menyetubuhinya. Dian sudah mengalami pendarahan namun pria tiu tetap memacu tubuhnya di atas tubuh mungil Dian.     

Dian bahkan sampai pingsan karena terus dimasuki. Zico benar-benar binatang. Dian masih bisa mengingat bagaimana pria itu memperlihatkan seringai licik dan memperlihatkan nafsunya yang menggebu-gebu.     

"Aku yakin orang sepertimu tidak akan pernah merasa menyesal. Aku membencimu sampai mati. Kau telah menghancurkan masa depanku dan juga Bara. Setelah aku hidup tenang kau datang lagi dan bahkan mengusik anakku. Kau dan ibumu tidak berhak atas anakku. Dia hanya anakku bukan anakmu. Aku tidak segan membunuh kau dan juga ibumu jika berani mendekati Alvin. Sampai kapan pun tidak akan aku biarkan kalian dekat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.