Jodoh Tak Pernah Salah

Part 334 ~ Melihat Zico



Part 334 ~ Melihat Zico

0Dila, Niken dan Vino datang ke rumah sakit menjenguk Zico. Dila sengaja datang untuk memperlihatkan empatinya. Dila datang sebagai pihak bank yang prihatin atas nasib sial yang menimpa rekan bisnisnya. Bisnis adalah bisnis. Dila tak bisa mencampurkan aduk urusan pribadi dan pekerjaan.     

Dila membawakan buah dan bunga untuk Zico. Ketika mereka datang para bodyguard menghalangi mereka masuk.     

"Tidak bisa Bu. Selain keluarga dan Pak Fahmi tidak ada yang boleh masuk." Salah satu bodyguard bertubuh jangkung berkata.     

" Katakan dulu pada Pak Zico jika kami dari pihak bank MBC ingin menengok beliau. Katakan Dila datang."     

"Tidak bisa Bu kami hanya menjalankan perintah dari atasan kami."     

Dila menggeram kesal karena tidak bisa masuk ke dalam. Dila ingin menepuk kepala para bodyguard agar diizinkan masuk.     

"Katakan dulu pada Pak Zico jika aku datang. Jika beliau tidak mengizinkan masuk baru aku akan pergi." Dila bersikeras dan tak mau kedatangannya sia-sia.     

"Tapi Bu." Tolak bodyguard keberatan.     

" Tolong dengarkan aku." Dila sedikit emosional.     

"Aku datang ingin menjenguk Pak Zico tak ada maksud lain. Pergilah ke dalam dan katakan jika Dila datang menjenguk."     

"Baiklah kalau begitu." Bodyguard bertubuh jangkung mengalah dan masuk ke dalam memberi tahu kedatangan Dila.     

"Pak Ada yang ingin bertemu dengan Bapak katanya Ibu Dila dari bank MBC," kata si jangkung dengan sopan.     

"Biarkan dia masuk."     

"Baik Pak."     

Si jangkung pun keluar dari ruangan Zico dan menemui Dila.     

"Bu anda diperbolehkan masuk," ucap si jangkung membukakan pintu.     

"Apa saya bilang? Tanya dulu sama Pak Zico pasti beliau ingin bertemu dengan kami," ucap Dila sinis.     

"Kami hanya menjalankan perintah."     

Dila dan kedua anggotanya masuk. Mereka memberikan bunga pada Zico. Kebetulan Fahmi tak mendampingi karena mengantar Lona ke rumah Zico.     

"Cepat sembuh Pak Zico," ucap ketiganya bergantian.     

Vino memberikan bunga pada Zico. Pria itu menerimanya dan lalu minta tolong pada Vino untuk meletakkan di atas meja.     

"Bagaimana keadaan Bapak?" Tanya Dila berbasi-basi.     

"Sudah lebih baik dari sebelumnya. Ibu Dila tahu darimana jika saya sakit?     

"Dokter Naura yang memberi tahu."     

"Aku mengerti." Zico manggut-manggut melirik Niken dan Vino.     

"Ada apa Pak?" Dila menanyai Zico.     

"Bisa kita bicara berdua secara pribadi?"     

"Kami keluar dulu kep." Niken tahu diri menarik tangan Vino keluar dari kamar perawatan Zico.     

"Pak Zico mau ngomong apa sich? Kok mau ngomong pribadi sama kep Dila?" Gerutu Vino ketika mereka sudah diluar.     

Niken dan Vino duduk di kursi tunggu di depan kamar Zico.     

"Meneketehek. Tanyakan pada rumput yang bergoyang," jawab Niken sekenanya.     

"Jangan bilang Pak Zico naksir kep Dila."     

"Bacot lo Vino." Niken mengingatkan.     

"Abis sikap Pak Zico dan cara dia lihat kep Dila itu beda."     

"Perasaan lo aja kali."     

"Gue laki lo bisa liat cara dia mandang kep beda."     

"Siapa bilang lo bencong?" Sindir Niken membuat Vino jengkel.     

"Kampret lo." Gerutu Vino sebal. "Dugaan gue Pak Zico naksir sama kep."     

"Enggak mungkin dia naksir sama bini orang."     

"Bisa jadi apa Niken. Sekarang musim di Indonesia sudah nambah jadi tiga. Musim hujan, musim kemarau dan musim pelakor."     

"Dasar mulut lemas. Cowok kayak lo penikmat lambe curah juga." Niken mentertawai Vino.     

Sementara itu di dalam ruangan Zico merasa gugup untuk bicara dengan Dila.     

"Ada apa Pak Zico? Katanya mau bicara kok diam saja?"     

"Sebenarnya saya ingin bicara jujur sama kamu. " Zico tak lagi pake embel-embel Ibu pada Dila.     

"Bicara apa Pak."     

"Soal penandatanganan PKS itu ditunda dulu Dila sampai saya benar-benar sembuh."     

"Tidak apa-apa Pak. Kesehatan Bapak lebih penting."     

"Sebenarnya bukan itu yang ingin saya bicarakan."     

"Lalu apa Pak?"     

"Maaf pertanyaannya menjurus ke pertanyaan pribadi."     

"Tidak apa-apa."     

"Apa suami Dila pernah menceritakan masa lalunya pada Dila?" Tanya Zico hati-hati.     

Dila mulai mengerti arah pembicaraan Zico. Memasang wajah tanpa dosa seolah tak tahu apa-apa.     

"Masa lalu yang mana ya Pak?" Dila pura-pura tanya. Dia ingin tahu sejauh mana Zico akan jujur tentang masa lalunya. Dila ingin membuktikan apakah Zico benar-benar telah menyesali perbuatannya.     

"Belum pernah cerita ya?" Zico jadi kecewa. Setidaknya jika Bara cerita pada Dila, Zico akan lebih mudah untuk menjelaskan pokok permasalahannya.     

"Apa Pak Zico kenal dengan suamiku?" Dila memulai aktingnya.     

"Ya," jawab Zico tanpa keraguan.     

"Cerita yang mana ya Pak? Suamiku terlalu banyak cerita padaku, jadi aku tidak tahu masa lalu yang mana Bapak maksud." Dila mengulas senyum dibalik seringainya.     

"Andai aku jujur apa Dila masih ingin berbisnis denganku?"     

"Urusan pribadi dengan urusan bisnis tidak boleh disamakan. Aku profesional Pak."     

"Baiklah kalau begitu. Semoga kamu tidak membenciku dan tetap menjalankan kerja sama kita."     

"Kerja sama dengan rumah sakit anda sangat potensial bagi bank kami. Sangat rugi jika kami membatalkan kerjasama. Ada apa sebenarnya Pak Zico?"     

"Saya orang bajingan di masa lalu. Banyak orang yang tersakiti dengan perbuatan saya. Mungkin anda tidak menduga jika saya dulunya orang yang memiliki gangguan emosi. Jadi ketika ada orang yang jahat pada saya atau mengusik saya, maka saya akan brutal membalas orang itu. Lima belas tahun yang lalu adik saya yang bernama Sisil mati bunuh diri. Saya menemukan buku diari Sisil. Dia menuliskan terpaksa bunuh diri karena malu dan tidak kuat dengan cemoohan teman kampus. Ternyata Sisil mengatakan cinta pada salah satu pria terpopuler di kampus, padahal almarhum adikku adalah seorang kutu buku. Dia memberanikan diri menulis surat cinta pada laki-laki itu. Ternyata laki-laki itu itu tidak membalas cintanya dan malah memperoloknya bahkan surat cinta dari Sisil dipamerkan pada teman-teman di seluruh kampus. Aku menangis dan sakit hati ketika mengetahui penyebab kematian adikku. Aku mencari tahu siapa pria itu dan lalu aku menculiknya. Naasnya saat penculikan itu terjadi ada seorang gadis yang berteriak minta tolong karena melihat orang-orangku menculik pria itu. Aku menculik keduanya bahkan dengan kejinya aku menyekap mereka selama berhari-hari. Aku melampiaskan kekesalanku dan balas dendamku pada perempuan itu. Aku memperkosanya padahal gadis itu masih kecil, umurnya baru lima belas tahun. Hari terakhir penculikan menggunakan narkoba. Dibawah pengaruh narkoba aku menyodomi laki-laki itu." Tangis Zico pecah menceritakan masa lalunya.     

Dila meringis menahan sakit hatinya mengetahui cerita dibalik pemerkosaan Dian dan Bara.     

"Pria yang aku sodomi itu adalah suamimu, Bara. Gadis kecil yang aku perkosa bernama Dian. Aku yakin kamu kenal dengannya."     

Napas Dila sesak. Walau sudah tahu tetap saja menyakitkan baginya, apalagi mendengar pengakuan langsung dari tersangka.     

"Kini aku ingin datang dan bersujud pada mereka agar memaafkan kesalahanku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.