Part 343 ~ Kesempatan Kedua
Part 343 ~ Kesempatan Kedua
"Alvin tak adakah kesempatan buat papi untuk dekat dengan kamu maupun mami? Papi ingin menebus semua kesalahan di masa lalu. Sekarang papi sudah berubah bukan orang jahat lagi. Papi taubat dan sudah mendapatkan karma atas perbuatan papi di masa lalu. Tak bisakah kita berdamai dengan masa lalu? Jika perlu papi akan bersujud di kaki Dian agar dia memaafkan papi." Zico tak malu menangis di depan anaknya.
Alvin merasa tertohok mendengar ucapan Zico. Anak itu bisa melihat ketulusan di mata ayah biologisnya. Rasa iba menyergap relung hati Alvin. Bukankah Tuhan Maha Pengampun? Kenapa kita manusia harus sombong tak mau memaafkan orang lain.
"Om jangan merendahkan diri sendiri. Bersujudlah pada Tuhan bukan manusia. Jika meminta maaf datangi mami baik-baik. Bicara dari hati ke hati dengan mami. Sekuat apapun mami tetap saja dia lemah."
Zico bernapas lega akhirnya Alvin sedikit luluh walau anak itu masih ketus.
"Bisakah kamu memanggilku papi? Sekali saja," pinta Zico memelas.
"Maafkan aku om. Tidak bisa. Ini sama saja aku mengkhianati mami. Om sudah jahat sama mamiku. Apa yang om lakukan masih berbekas sampai sekarang?"
"Lantas apa yang harus papi lakukan agar kamu mau memanggilku papi?"
"Jika mami mengijinkan aku memanggilmu itu baru aku akan memanggilmu papi."
"Papi sangat menyayangimu. Kamu putraku satu-satunya."
"Karena itu om sangat menginginkan aku bukan? Om butuh pengakuan. Aku tidak butuh pengakuan om."
Luka dihati Zico semakin pedih dan menyakitkan. Penolakan Alvin sinyal tak baik untuknya.
"Jangan sampai om berpikiran jika mami yang mengajarkan aku seperti ini. Mami tidak pernah mengajarkan aku untuk membenci om, tapi aku sudah dewasa untuk mengetahuinya dan memahaminya. Apa yang om lakukan pada mami sangat tidak manusiawi dan sangat bejat. Aku saja bahkan malu mengakui om sebagai ayahku. Om sudah sangat terlambat untuk meminta maaf derita yang dilalui mami sangat panjang. Andai om datang saat mami sedang mengandungku mungkin tidak akan sesulit ini."
"Kamu dewasa sebelum waktunya nak."
"Keadaan yang memaksaku dewasa om."
"Bisakah kita bertemu lagi?"
"Mungkin ini pertemuan pertama dan terakhir kita om. Aku ingin bertemu om hanya untuk mengatakan ini. Pergilah jauh-jauh dari hidup kami. Aku tidak butuh om dan kami bisa hidup tanpa om dan oma."
"Sakit rasanya nak kamu mengatakan ini." Zico menepuk dadanya.
"Lebih baik kamu bunuh papi daripada mengucapkan kata itu."
"Aku bukan pembunuh om." Hati Alvin gerimis. Napasnya juga sesak mengatakan semuanya.
"Alvin kamu sudah lama belajar agama. Bukankah kita sebagai hamba Tuhan tidak boleh memendam rasa dendam? Apakah tidak ada kesempatan kedua untuk papi untuk bertaubat dan menebus kesalahan pada kalian?"
Pertahanan Alvin runtuh. Ia menangis memeluk Zico secara spontan.
"Apa benar om sudah berubah? Aku juga bukan hamba Tuhan yang suci. Aku tahu manusia layak mendapatkan kesempatan kedua. Aku bisa memaafkan om tapi aku tak bisa menjanjikan mami untuk memaafkan om. Berusahalah om meminta maaf dari mami."
Untung saja kafe yang mereka datangi sudah mulai sepi sehingga mereka tak memancing reaksi netizen.
"Bolehkah dari sekarang papi melakukan kewajiban papi padamu nak?"
"Tidak perlu. Mami sudah cukup."
"Jangan berbohong nak. Papi tahu kamu sedang berbohong. Kamu fotokopiku dan aku sangat tahu sifatmu. Pasti kamu juga alergi makan seafood bukan? Jika kamu memakannya pasti kulitmu memerah dan gatal."
"Kamu benar om. Aku kesal padamu om kenapa cepat tahu dan memahami aku."
"Darah lebih kental daripada air. Kamu seperti aku kecil. Kamu membanggakan nak. Papi bangga padamu. Mamimu mendidik kamu dengan baik. Papi berjanji padamu akan menjadi orang yang lebih baik lagi dan mendekatkan diri pada Tuhan."
"Apa om bisa mengaji?" Tanya Alvin membuat Zico terhenyak.
"Bisa tapi belum lancar," kata Zico malu.
"Aku akan ajarkan om agar lancar mengaji setiap hari setelah pulang sekolah. Sembari menunggu mami pulang kerja."
"Papi mau," ujar Zico bersemangat.
"Tadi apa itu nomor kamu? Papi akan menyimpannya."
Setelah itu Alvin dan Zico berbincang hangat. Mereka saling menceritakan kehidupan mereka selama ini.
"Jadi mami yang membuat om terluka seperti ini?" Alvin belum bisa memanggil Zico papi.
"Iya. Mami takut jika papi mengambil kamu. Bisakah kami rahasiakan tentang pertemuan kita?"
"Kenapa?"
"Takut mami akan marah sama kamu. Papi akan berusaha meluluhkan hati mami. Semoga dia bisa memaafkan papi."
Dari kejauhan Zico dan Alvin tidak menyadari mata-mata G mematai mereka.
G membayar orang untuk memata-matai Alvin dan Dian.
Pria itu menghubungi G.
"Bos. Zico dan Alvin bertemu malah mereka langsung akrab. Zico berhasil mengambil hati anak itu sehingga dia menerima kehadirannya."
"Apa? G kaget dan tak terima. Gelas di tangannya dilempar ke lantai hingga pecah."
"Brengsek. Berani sekali dia mendekati calon anakku. Seharusnya Alvin tidak boleh menerima si brengsek itu karena dia telah menghancurkan kehidupan Dian. Kau terus awasi mereka. Setiap gerak-gerik mereka cepat laporkan padaku. Apa yang akan mereka lakukan. Aku tidak terima calon anakku dekat dengan bajingan itu. Secepatnya kita harus melaksanakan rencana kita menghabisi dia. Zico akan menjadi ancaman untukku mendapatkan Dian."
"Baik bos. Perintah dilaksanakan," ucap si pria cepat.
G marah dan mengamuk. Melihat foto Alvin dan Zico menimbulkan rasa cemburu di hatinya. Seharusnya dia yang ada di posisi itu bukan Zico. Pemerkosa macam Zico tak layak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan maaf dari Dian mau pun Alvin.