Part 378 ~ Curhatan Ria
Part 378 ~ Curhatan Ria
Angin sepoi-sepoi menyergap kulit mereka. Suasana semakin hangat. Dila melihat Ria berlari dari taman. Dila mengejar sang kakak ipar yang tak lagi dianggap istri oleh Iqbal.
Dila menarik tangan Ria.
"Uni mau kemana?"
"Uni mau kembali ke paviliun," jawab Ria menunduk. Dia hanya orang asing bagi keluarga ini, jadi tak seharusnya ada disini.
"Ikutlah berpesta bersama kami. Ini hari ulang tahunku dan Bara."
"Terima kasih Dila. Uni lebih baik kembali ke paviliun saja. Uni tak mau kehadiran uni merusak suasana pesta."
"Ikutlah uni. Aku jamin tidak akan apa-apa. Hanya ini permintaanku uni. Please…."
Ria menurut tak enak dengan permintaan Dila. Mereka bergandengan tangan menuju ke tempat pesta.
"Uni Ria ikut berpesta merayakan ulang tahunku. Ini permintaanku, mohon tidak ada yang protes," ucap Dila dengan suara lantang menatap Defri dan Iqbal.
Kedua pria itu buang muka dan tak mau menatap Ria. Mereka mengalah karena hari ini ulang tahun Dila dan tak mau merusak suasana.
Kue ulang tahun dibawa ketengah. Dila dan Bara berdiri di depan kue. Keluarga berdiri mengelilingi mereka.
Happy birthday to you.
Happy birthday to you.
Happy birthday to you.
Happy birthday to you.
Selamat ulang tahun.
Selamat hari ulang tahun.
Selamat ulang tahun.
Tiup lilinnya.
Tiup lilinnya.
Tiup lilinnya sekarang juga.
Sekarang juga…..….Sekarang juga.
Bara dan Dila tersipu malu. Mereka merasa sudah tua untuk merayakan ulang tahun. Keduanya meniup lilin bersama-sama.
Potong kuenya…..
Potong kuenya.….
Potong kuenya sekarang juga....
Sekarang juga….. Sekarang juga...
Dila dan Bara memotong kue ulang tahun mereka. Bara memberikan potongan kuenya untuk Herman, sementara Dila memberikan potongan kuenya untuk Lusi dan Defri. Terakhir mereka saling menyuapi. Jika tak ingat bersama keluarga Bara sudah mencium bibir istrinya.
Semuanya bersuka cita. Iqbal, Bara dan Naura sibuk bakar-bakar bakso. Sementara yang tua-tua sibuk mengobrol. Anak-anak bermain balon. Dila mengajak Ria bicara.
"Bagaimana kabarnya uni?" Sapa Dila ramah. Meskipun Ria pernah jahat dulunya, namun wanita itu telah berubah.
"Baik. Selamat ulang tahun Dila. Selamat juga untuk Bara. Terima kasih telah mengundangku."
"Jangan sungkan seperti itu. Kita kan keluarga."
"Aku bukan bagian dari keluarga kalian lagi. Nasibku digantung tidak jelas. Aku ada tapi keberadaanku Tidak dianggap," kata Ria dengan nada sedih. Dadanya sesak karena terlalu banyak menahan perasaan. Selama berbulan-bulan Iqbal mengacuhkannya dan tak pernah melakukan kewajibannya sebagai suami. Iqbal hanya memberikan nafkah lahir tanpa nafkah batin.
"jangan bicara seperti itu bagaimanapun kamu tetap mah kakak iparku, istri dari uda Iqbal."
"Sayangnya Iqbal sudah menganggapku tak ada. Aku seperti orang asing yang datang di keluarga ini. Maafkan aku jadi curhat. Seburuk-buruknya aku, apakah aku tidak memiliki kesempatan untuk berubah? Iqbal tak pernah memandangku. Dia masih saja berpikiran buruk tentangku. Benar kata orang karena nila setitik rusak susu sebelanga. Apa pun kebaikan yang aku lakukan sekarang, tetap saja salah dimata Iqbal. Dia membenciku, dimata ayah aku tetap saja kotor dan menjijikkan. Seharusnya aku memilih bercerai. Lebih menyakitkan digantung seperti ini. Nasibku tidak jelas. Menikah tapi berasa janda. Lebih baik aku menjanda tapi statusku jelas. Bisakah kamu memberi nasehat kepada Iqbal? Katakan saja lebih baik menceraikanku. Selama berbulan-bulan aku tak diacuhkan, tinggal di pavilion. Aku hanya bisa datang ke rumah besar ketika ada anak-anak. Setelah itu kembali ke paviliun dan menyakitkan hatiku, dia tidak pernah adil pada istri-istrinya. Pada Naura dia sangat manis. Manisnya Iqbal melebihi manisnya gula. Denganku berbanding terbalik. Hanya kepahitan yang dia berikan kepadaku beberapa bulan ini. Sangat menyedihkan menjadi istri yang tidak dianggap."
"Uni jangan pernah bicara seperti itu. Mungkin uda hanya butuh waktu. Aku tahu jika uni sudah berubah. Aku juga tahu jika uni sudah menyesal atas apa yang uni lakukan pada uni Naura. Jangan pernah memikirkan perceraian. Kasihan anak-anak. Mereka masih butuh uni. Anak broken home akan kehilangan kepercayaan diri." Dila menasehati Ria agar mengurungkan niatnya.
"Memang perceraian adalah jalan terakhir yang bisa diambil jika segala upaya perdamaian dan perbaikan tidak bisa lagi dilakukan. Tidak hanya uni dan uda yang tersakiti. Perceraian juga menyisakan luka dan trauma pada anak yang mungkin akan terus dibawanya hingga dewasa. Perceraian dipastikan menimbulkan trauma yang mendalam bagi anak, terutama jika usianya sudah cukup matang untuk mengamati situasi yang terjadi pada orangtuanya. Anak akan mengalami stres, merasa terabaikan, merasa tidak dicintai, kecemasan yang berlebih, dan efek psikologis lain yang mungkin akan terjadi dalam waktu yang lama."
"Penelitian membuktikan bahwa anak-anak korban perceraian cenderung bermasalah dalam perilaku yang berpengaruh pada menurunnya fokus belajar dan nilai-nilai akademik di sekolah. Jika sebelumnya seorang anak bisa meraih prestasi di sekolah, bisa saja ketika orangtuanya berpisah, situasi berubah dan ia menjadi kehilangan motivasi belajar dan membuat prestasinya menurun. Apakah uni mau ini terjadi pada Aina dan Attar?"
Ria menahan tangisannya mendengar penuturan Dila. Apa yang disampaikan oleh sang adik ipar benar. Ria tak bisa menyanggahnya. Anak adalah korban terbesar dari perceraian kedua orang tua. Namun Ria kembali berpikir jika ia tidak pernah bahagia untuk apa terus mempertahankan rumah tangganya. Bertahan tapi tersakiti. Bagi Ria lebih baik berpisah tapi bahagia.
"Perceraian juga menyebabkan anak yang beranjak remaja mudah terpengaruh oleh hal-hal buruk yang ditemuinya dalam pergaulan. Seperti merokok, minum alkohol dan narkoba. Hal ini disebabkan anak merasa tidak lagi diperhatikan oleh orangtuanya yang sibuk dengan masalah rumah tangga mereka. Efek perceraian membuat anak sulit bersosialisasi. Anak akan merasa malu, rendah diri dan iri pada teman-temannya yang masih memiliki keluarga yang utuh. Apakah uni mau anak-anak merasakan itu. Pikiran anak uni. Jika kalian tidak punya anak mungkin aku tak melarang kalian berpisah."
"Sampai kapan uni harus menahan? Iqbal memberikan hukuman terlalu lama. Uni sudah tidak tahan."
"Bersabarlah. Aku akan bicara sama uda. Jika sudah tak ada jalan lagi terserah kalian. Tapi pikirkan lagi uni. Apakah setelah bercerai dengan uda, uni bisa hidup sendiri? Selama ini uni bergantung pada uda. Kebutuhan uni ditanggung uda. Uang belanja semuanya berasal dari uda. Jika uni nanti bercerai dengan uda sementara uni tidak kerja bagaimana hidup uni kedepannya? Kasihan Attar dan Aina kalau kalian bercerai. Anak-anak akan terbebani jika harus disuruh memilih tinggal bersama siapa. Uni atau uda? Atau jika kalian kejam, uni membawa Attar dan uda membawa Aina. Apakah kalian tidak kasihan kakak beradik itu terpisah? Aku akan bicara pada uda Iqbal. Sebagai adik aku akan menasehatinya. Uni bersabar dulu. Jika setelah aku bicara tidak ada keputusan dari uda, silakan melanjutkan gugatan."
Lidah Ria kelu dan pahit mendengar ucapan Dila.
Dila benar bagaimana dia akan hidup sementara tak punya pekerjaan.