84. TERJEBAK ( 5 )
84. TERJEBAK ( 5 )
"Siapa kamu?" Ainil menatap tajam pada Angga. Rasa tidak suka segera menyergap kala Ainil menatap wajah sok innocent Angga.
"Saya Angga tante."
"Ceritakan hubungan kalian di masa lalu." Ainil berkacak pinggang. Angga semakin takut untuk bicara. Tatapan Ainil sangat mematikan.
Rere hanya terdiam membisu. Mendadak ia kehilangan kata-kata karena Angga membuat pengakuan di depan keluarga. Ada rasa kesal dan marah pada Angga. Kenapa Angga bertindak sendiri tanpa berdiskusi dengannya. Rere hanya bisa tertunduk malu, membiarkan Angga menjadi korban kemarahan Ainil.
"Saya dan Rere berpacaran sewaktu kuliah tante, om. " Angga mulai bercerita. Ia menatap Ainil dan Herman bergantian. Angga tahu jika Herman papa Tiri Rere karena sang kekasih pernah cerita dengannya.
"Oh pacaran." Sarkas Ainil menahan emosi. Darahnya bergejolak kenapa Angga baru muncul sekarang setelah kotoran dilemparkan ke wajahnya selama bertahun-tahun. Ainil menaikkan lengan bajunya ke atas bermaksud mendekati Angga dan menamparnya.
"Bunda tahan emosinya. Tidak bagus segala sesuatu dimulai dengan emosi. Tenangkan jiwa bunda." Herman mencegah istrinya untuk marah.
"Tapi papa." Ainil ingin memprotes, namun melihat sorot mata suaminya ia diam. Ainil tak berani memprotes kala Herman melarangnya.
"Bicarakan baik-baik bunda. Harus dengan kepala dingin bukan dengan amarah. Memang Angga bersalah pada Rere, tapi marah enggak ada gunanya. Nasi sudah menjadi bubur bunda. Tujuan kamu datang kesini buat apa?" Giliran Herman menginterogasi Angga.
Angga sedikit lega kala Herman lebih bersahabat daripada Ainil.
"Siapa namamu? Ceritakan latar belakang keluargamu. Kenapa kamu datang?" Herman mulai menginterogasi Angga. Ia harus melakukannya agar semuanya menjadi jelas. Selama ini Rere tidak mau cerita siapa ayah kandung Leon. Selalu bungkam. Rere lebih suka dipukul daripada bicara.
"Saya Angga Prasetyo om, tante," ucap Angga terbata-bata. Ia merasa panas dingin kala berhadapan dengan orang tua mantan kekasihnya.
"Kemana saja kamu selama ini? Kenapa baru muncul sekarang ketika Leon sudah berusia dua tahun?"
Angga gelagapan mau menjawab darimana.
Pertanyaan Herman belum semuanya ia jawab namun sudah ditambah dengan pertanyaan baru.
"Papa," panggil Rere pada Herman.
"Papa akan melaksanakan fungsi papa sebagai seorang ayah," balas Herman membungkam Rere.
Rere gregetan hampir menangis. Kenapa Angga harus datang ke rumah dan mengacaukan semuanya. Hidupnya telah tenang bersama Leon. Keluarganya tidak lagi mempertanyakan siapa ayah Leon. Setelah Angga muncul semuanya jadi ruwet lagi. Masalah kembali muncul ke permukaan. Ingin saja Rere membenturkan kepalanya ke tembok. Tak habis pikir dengan keberanian Angga. Kenapa pria itu bicara tanpa diskusi padanya dulu. Posisi Rere serba salah.
Rere terpaksa harus berbesar hati atas ulah Angga. Entah apa yang akan terjadi ke depannya jika kedua orang tuanya memaksanya menikah dengan Angga demi Leon. Sampai kapan pun Rere tidak bisa menikah dengan Angga.
"Lantas apa tujuan kamu datang?" Ainil kembali buka suara setelah bisa meredakan emosinya. Suaminya benar tidak perlu emosi membicarakan masalah ini.
"Saya mau tanggung jawab pada Rere tante." Angga memberanikan diri menatap wajah Ainil yang kesal. Perempuan itu tidak bisa menutupi kemarahannya.
"Setelah kamu melemparkan kotoran ke wajah kami lalu kotoran itu telah bersih seenaknya kamu bilang mau tanggung jawab? Seharusnya kamu tanggung jawab ketika Rere sedang hamil Leon. Kemana kamu kala itu?"
"Saya tidak tahu jika Rere hamil kala itu," ucap Angga dengan bibir gemetar.
"A-apa maksud kamu?" Ainil jadi gemetar dan kaget.
"Rere meninggalkan saya di KL. Saya akui jika telah berbuat khilaf pada Rere ketika mabuk. Saya benar-benar tidak tahu jika Rere hamil tante. Andai waktu itu Rere memberi tahu saya pasti saya akan bertanggung jawab. Saya bukan pria bajingan yang akan lari dari tanggung jawab. Saya benar-benar tidak tahu tante. Saya baru tahu beberapa waktu belakangan ini. Kami tidak sengaja ketemu di mall. Makanya saya beranikan diri datang kesini untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatan saya. Butuh keberanian besar untuk datang kesini. Saya sudah prediksi jika tante dan om akan marah sama saya. Orang tua mana yang tidak akan marah pria yang telah menghamili putrinya datang setelah sekian lama. Saya mengerti jika kalian tidak suka dengan saya. Nasi telah menjadi bubur. Lebih baik kita makan saja buburnya. Toh rasanya juga enaknya. Saya datang kesini demi Leon. Saya ingin memberikan status yang jelas pada anak saya. Untung saja anak kami laki-laki, jika perempuan tentu beban moral saya lebih berat om, tante. Saya tidak bisa menikahkan anak itu kelak karena kami tidak hubungan dalam agama karena dia lahir diluar pernikahan. Apa salah jika saya memperbaiki kesalahan saya?"
Dada Ainil terasa sesak. Napasnya naik turun. Ia kembali dihadapkan pada masalah pelik.
"Betul itu Rere?" Ainil meminta penjelasan Rere.
"Betul apa bunda?"
"Apa benar Angga tidak tahu jika kamu hamil?"
"Benar bunda," jawab Rere dengan isakan tangis.
Semuanya terasa berat dan menyesakkan untuknya.
Ainil terduduk di sofa. Tidak menyangka Rere yang memulai masalah ini. Andai Rere bicara siapa yang menghamilinya mungkin masalahnya tidak akan sepelik sekarang. Ia tak perlu menanggung malu pada orang-orang karena memiliki cucu di luar pernikahan. Keluarga besarnya malah menyalahkan Ainil karena tidak bisa mendidik anak perempuan satu-satunya. Rere menjadi serba salah kala melihat bulir bening di mata ibunya.
"Rere," panggil Ainil dengan suara tercekat. Matanya kosong menatap ke depan.
"Ya bunda." Rere hanya menangis menjawab panggilan ibunya.
"Bunda pikir Angga yang tidak mau tanggung jawab sehingga kamu bungkam ketika kami tanya siapa ayah kandung Leon. Kamu takut jika kami meminta pertangggung jawaban dia. Kamu tahu jika papa dan abang Bara akan mencari Angga ke ujung dunia untuk bertanggung jawab pada kamu. Kenapa kamu diam saja Rere. Asal kamu tahu selama ini bunda menaruh kebencian pada ayah kandung Leon karena telah menghamili anakku namun tidak bertanggung jawab. Kenapa kamu lakukan itu? Apa alasan kamu menyembunyikan semua ini dari Angga? Jawab bunda."
"A-aku punya alasan tersendiri kenapa tidak bisa buka mulut bunda. Please...mengerti aku bunda."
"Kamu yang harus mengerti bunda. Ibu mana yang bisa diam ketika anaknya hamil diluar nikah?"
"Saya yang salah tante." Angga pasang badan tak mau Rere terus disalahkan. "Saya telah berbuat khilaf hingga Leon hadir ke dunia ini. Kami tidak melakukannya atas dasar suka sama suka. Saya memaksa Rere melakukannya. Rere tidak mau menikah dengan pria yang telah memperkosanya makanya dia bungkam ketika hamil."
Bug.....
Darah Herman menggelegak kala mengetahui Rere hamil karena pemerkosaaan. Sebagai seorang ayah harga dirinya terinjak-injak. Herman reflek memukul Angga hingga pria itu babak belur.
"Papa sudah," pekik Rere melindungi Angga dari amukan Herman.
"Biarkan papa memberikan dia pelajaran."
"Aku mohon pa jangan lakukan itu." Rere berlutut seraya memeluk kaki Herman. Ia hanya bisa menangis.
Dari jauh Dian dan Zico mendengarkan percakapan mereka.