115. HUKUMAN UNTUK DILA ( 1 )
115. HUKUMAN UNTUK DILA ( 1 )
Sejak ingatannya kembali Bara sudah tak tahan ingin berduaan dan memeluk Dila seperti malam-malam sebelum mereka berpisah. Ada rindu yang harus ia tuntaskan. Makanya Bara melakukan modus ketika mereka terdampar. Sengaja bersandiwara hilang ingatan karena ingin memancing Dila dan melihat sejauh mana wanita itu berpura-pura.
"Lepasin aku Bar," ucap Dila suara tidak jelas karena mulutnya kembali disumpal mulut Bara. Meski merindukan ayah dari ketiga anaknya namun Dila tak ingin rindu ini dilepaskan bersama dengan amarah.
Bara tidak mempedulikan ucapan Dila. Pria itu merangkul pinggal Dila sehingga posisi tubuh mereka berdempetan. Dila bahkan dapat merasakan tubuh bagian bawah Bara telah membengkak. Dila memukul dada Bara agar melepaskan ciumannya. Bara melumat bibirnya, menggigitnya dengan gemas. Ciuman Bara semakin ganas kala ia memberontak. Mana mungkin ia bisa melawan kemarahan Bara yang ia lampiaskan dalam ciumannya.
Dila akhirnya pasrah tak lagi melawan. Air matanya jatuh berderai membasahi pipinya, mendapati sikap Bara. Pria itu marah, kecewa dan terluka. Bara membuka akses mulut Dila.
Pria itu memasukkan lidahnya ke dalam mulut Dila. Dengan cepat ia menyambar lidah Dila.
Bara tersenyum manis, akhirnya buruannya tertangkap dan terjebak.
Aku akan menghukum kamu dengan manis sayang. Bisik Bara dalam kalbu. Ia menyeringai karena melihat ketakutan di mata Dila.
"Jangan Bar," pinta Dila memelas kala Bara membalik tubuhnya. Pria itu memeluknya dari belakang dengan agresif.
"Jangan apa?" Suara Bara serak tepat di telinga Dila. Ia mencium tengkuk Dila hingga bulu kuduk wanita itu meremang. Bara menyerangnya di tempat paling sensitif.
Deru napas Dila naik turun. Memang ia merindukan Bara namun bukan dengan cara seperti ini. Kenapa harus ada amarah dalam rindu yang tengah ia tuntaskan?
"Jangan lakukan ini, please….."
"Apa yang tengah aku lakukan?" Bara malah menjilati tengkuk Dila hingga membuat wanita itu menggila. Ia benar-benar terangsang karena jilatan Bara. "Kamu menginginkannya bukan?"
Dila memberontak, ingin membalikkan badan. Menatap wajah Bara namun pria itu menahan tubuhnya sehingga tidak bisa berbalik.
"Tetaplah dalam posisi ini. Jangan melawan. Jika kamu melawan aku malah akan menghukum kamu lebih berat daripada ini."
"Hukuman apa?" Dila bergidik ngeri.
"Tentu saja hukuman yang akan membuat kamu menyesal telah meninggalkan aku." Bara meremas pinggul Dila hingga membuat wanita itu menjerit.
"Jangan melecehkan aku Bara." Dila marah. Emosinya berada di ubun-ubun.
"Aku tidak melecehkan kamu. Kita masih suami istri."
"Hanya di atas kertas."
"Aku tidak pernah menjatuhkan talak padamu. Kita masih sah sebagai suami istri." Bara melancarkan serangannya. Ia menyentuh tubuh Dila sesukanya. Meski Dila marah ia sudah tak peduli. Bara sudah bertekad memberikan hukuman untuk sang istri, tentunya bukan hukuman seperti yang di duga Dila. Memberikan hukuman sekaligus mereguk kenikmatan yang telah lama tak ia dapatkan. Empat tahun bukan waktu yang sebentar bagi Bara.
"A-apa maksud kamu?" Tubuh Dila gemetar kala Bara mengatakan mereka masih suami istri. Pria itu bahkan memukul pantat Dila.
"Aww.....," pekik Dila ketika Bara memberikan pukulan di pantat bagian kanan.
"Kamu menyakitiku Bar."
"Kamu juga menyakitiku. Kita suami istri tapi kamu pura-pura tidak kenal. Mentang-mentang aku hilang ingatan. Kamu menyakitiku terlalu dalam Dila. Seolah-olah kita orang lain padahal kita suami istri. Kamu membawa pergi anak-anak dan menyematkan pria lain sebagai ayahnya. Aku belum mati dan masih hidup. Tega kamu."
Dila tercekat tak sanggup berkata-kata. Bibirnya terkunci. Ini bukan maunya tapi keadaan yang memaksa. Dila tak pernah ingin meninggalkan. Jangankan meninggalkan, terbersit pun tidak. Dila sangat mencintai Bara. Mencintai tanpa syarat dan melupakan masa lalu sang suami. Satu hal yang Dila pahami cinta tak menggunakan logika. Jika selalu mengedepankan logika maka ia tak akan pernah bisa menerima kekurangan Bara. Mencintai menggunakan hati bukan logika. Kekurangan pasangan bukan jurang untuk memisahkan tapi menyatukan.
"Kenapa diam? Ayo bicara!"
"____"
"Bicaralah." Bara merapatkan tubuhnya ke tubuh Dila. Wanita itu terkunci pergerakannya karena tubuhnya membentur dinding.
Mereka saling bertatapan. Yang satu rindu, yang satunya ketakutan. Dila membuang muka tak berani menatap Bara. Ada amarah disana. Ia tak sanggup jika pria itu melampiaskan amarahnya.
"Bara menjauhlah dariku," pinta Dila memelas. Jantungnya berdegup dengan cepat. Bara dapat merasakan kegugupan Dila. Ia malah menyeringai dan tersenyum lucu. Manis sekali istrinya jika ketakutan.
"Jika aku tidak mau bagaimana?" Bara berbisik di telinga Dila.
Dasar Baranya modus, pria itu menjilat daun telinga Dila hingga istrinya bergidik. Tubuh Dila meremang dan terbakar gairah. Otak mesum Bara bekerja dengan cepat.
"Kamu sudah siap untukku."
"Siap untuk apa?" Dila menatap Bara curiga. Mendadak wajahnya pucat melihat seringai Bara. Ya Tuhan. Apa yang akan dilakukan Bara padanya? Dila merasakan sinyal bahaya. Ia menyilangkan tangannya ke dada. Tak mau pria itu melakukannya.
"Kamu istriku bukan? Kita berpisah selama empat tahun? Aku ingin menjadikan kamu istriku lagi." Bara melepaskan pakaian atasnya.
Roti sobek Bara membuat Dila menjerit. Bukan menjerit dalam arti sebenarnya, tapi batinnya meronta-ronta. Ingin sekali memeluk dan merasakan kehangatan Bara namun ia membuang jauh pikirannya. Jujur ia masih mencintai Bara dan merindukan pria itu setiap malam. Dila tahu diri jika ia dan Bara tidak bisa bersatu lagi. Bara sudah memiliki Rere dan anak mereka. Tak ingin jadi orang ketiga, tak mau merusak pernikahan wanita lain. Biarlah ia hidup bersama anak-anak, mereka sudah terbiasa tanpa Bara.
Bara mendekati Dila dengan sorot mata yang tajam. Ia menarik tangan Dila. Wanita itu kaget kala Bara menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Pria itu bahkan menindih tubuhnya. Nol centi jarak mereka. Tubuh mereka bersentuhan bahkan lulut Dila merasakan ada yang bengkak di tubuh bagian bawah Bara.
"Bar." Dila kaget. Matanya membulat menatap kaget.
Bara kembali menyambar bibir Dila dengan ganas. Menyambar, menggigit dan menjilatnya. Ia bahkan sudah berani menggerayangi Dila. Pria itu sudah tak tahan ingin menuntaskan hasratnya yang selama ini terpendam. Ia bahkan mendapatkan cemooh Kevan bahwa ia impoten. Siapa sangka ia kembali turn on ketika bertemu Dila. Selama empat tahun ini Bara benar-benar menjaga rindunya. Tak pernah berniat menyentuh wanita lain.
Meski Dila menolaknya dengan cara mendorong dadanya namun Bara tak peduli. Ia suami Dila dan perempuan itu wajib melayani kebutuhan biologisnya.
"Kamu akan jadi istriku yang sesungguhnya malam ini."
"Pikirkan Rere. Bagaimana perasaan dia tahu suaminya memeluk wanita lain."
"Berarti kamu tidak menolakku." Bara tersenyum penuh kemenangan.
"Bu-bukan itu." Dila tergagap.