Part 344 ~ Apakah Aku Benar
Part 344 ~ Apakah Aku Benar
G menggelengkan kepalanya dan meluruskan otot-otot punggungnya. Kedekatan Zico dan Alvin sangat mengganggunya. Sampai sekarang Dian tidak tahu jika Alvin dan Zico sudah dekat. G pun memutar otak bagaimana caranya untuk membongkar kedekatan Zico dan Alvin.
Jika Dian tahu mungkin pertengkaran mereka tak akan terelakkan. G tersenyum licik bagaimanapun dia harus menemukan cara untuk memisahkan ayah dan anak itu.
Hanya dia yang boleh menjadi ayah Alvin bukan Zico. Sampai kapan pun G akan menghalangi Zico berbaikan dengan Dian. Seandainya Dian dan Zico berbaikan kesempatannya untuk mendapatkan Dian semakin tertutup.
Sekarang saja tanpa kehadiran Zico Dian sangat sulit ditaklukkan, apalagi kehadiran pria itu. Benci dan cinta itu beda tipis. G takut kebencian Dian pada Zico malah menumbuhkan perasaan cinta di antara mereka. Dian dan Zico terikat dengan adanya Alvin. Bisa saja mereka akan memperbaiki hubungan demi anak.
G sudah mulai menyusun rencana apa untuk menyingkirkan Zico. Semakin lama Zico berada di Padang, maka semakin membahayakan untuknya. G sangat mencintai Dian. Apapun akan G lakukan demi wanita yang dia cintai.
Dian tidak boleh dimiliki laki-laki lain. Hanya dia yang boleh memiliki Dian. G akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Dian termasuk harus membunuh orang. Bagi G membunuh orang itu bak membunuh seekor semut. Tak ada perasaan bersalah atau pun perasaan berdosa karena baginya siapa pun penghalangnya harus disingkirkan.
Orang-orang G tetap memata-matai Alvin. Kemana pun bocah itu pergi. Seandainya Alvin berada dalam bahaya orang suruhan G siap untuk menghabisi.
*****
Alvin datang ke universitas UIA untuk menemui Fatih. Mereka sudah janjian untuk bertemu. Asisten Fatih mengantarkan Alvin ke dalam ruangan rektor. Dengan ramah Fatih menyambut menyambut Alvin.
"Assalamualaikum ustad?" Alvin mencium telapak tangan Fatih.
"Walaikumsalam," balas Fatih mengelus kepala Alvin.
"Bagaimana kabar ustad?"
"Alhamdulilah baik. Kamu?"
"Baik juga ustad."
"Ada apa Alvin? Kenapa ingin bertemu denganku?"
"Ustad ada keraguan dalam hatiku. Apakah tindakan kita sudah benar?"
"Tindakan kamu sudah benar Alvin. Dengan menerima ayahmu maka kamu akan menjadi penghubung silaturahmi antara ibu dan juga ayahmu. Apa yang terjadi di masa lalu mereka biarkanlah berlalu. Lebih baik kita memperbaiki hal yang buruk di masa lalu. Kamu sudah benar memaafkan ayahmu. Kamu malah mengajari dia untuk mengaji. Kamu benar-benar anak surga Alvin. Aku bangga padamu."
"Benarkah itu ustad?" Mata Alvin berkaca-kaca
Sebelum Alvin menemui Zico waktu itu, dia telah berkonsultasi dengan Fatih. Dia menceritakan dengan detail apa yang terjadi antara Dian dan Zico. Pertemuannya dengan Lona waktu itu membuka tabir masa lalu sang ayah satu persatu.
Alvin pun tahu jika sang ayah mengalami depresi akibat memperkosa ibunya, bahkan Zico mengalami gangguan emosi. Jika Zico marah akan meledak-ledak. Bisa menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya.
Kini Alvin berniat untuk jadi mediator antara Zico dan Dian. Semoga apa yang dilakukannya memberikan hasil yang terbaik. Alvin tidak mau kedua orangtuanya bermusuhan. Dia ingin dua orang dewasa yang telah membuatnya terlahir ke dunia bisa akur dan menjalin silaturahmi.
Alvin pun tidak berharap banyak. Dia tidak akan meminta mami dan papinya menikah. Cukup mereka berbaikan dan berdamai dengan masa lalu sudah cukup untuknya.
"Apakah aku tidak mengkhianati mami?"
"Kamu tidak berkhianat nak. Kamu hanya ingin melakukan yang terbaik. Kamu anak yang pintar. Aku bangga padamu."
"Hati mami sekeras batu ustad. Bisakah papiku meluluhkannya?"
"Hati itu ibarat batu nak. Tetesan air, sekeras apapun batu itu, tetesan air akan melunakkannya. Begitu juga dengan hati ibumu."
"Apakah aku bisa memperbaiki hubungan papi dan mami?"
"Insya Allah kamu bisa melakukannya."
"Ustad aku ingat jika ustad yang menyadarkan mami sehingga mami sadar jika telah berbuat jahat padaku. Bisakah ustad menasehati mamiku?"
Fatih berpikir sejenak. Masalah ini bukan urusannya dan dia merasa tak pantas ikut campur. Alvin sangat berharap jika ayah dan ibunya berbaikan. Tak ada lagi permusuhan. Bukankah hidup akan terasa indah jika kita berdamai dengan masa lalu?
"Untuk itu aku tidak bisa nak. Aku hanya orang lain dan tak berhak ikut campur urusan orang tua kamu."
"Aku mendengar jika mami dan om Bara akan balas dendam pada papiku."
Fatih kaget dan terhenyak. Dia sudah tahu siapa Dian. Wanita itu sanggup melakukan semuanya. Keberanian Dian sudah pernah dia lihat. Bagaimana Dian menyelamatkan pengunjung supermarket ketika terjadi penembakan.
"Apa kamu tidak salah dengar nak?Ini tidak main-main Alvin. Jika ibumu benar-benar ingin membalas dendam pada ayahmu kamu harus mencegahnya. Bagaimanapun caranya kamu bisa mencegahnya. Hanya kamu yang bisa meredakan kemarahan dan kebencian di mata ibumu. Bagaimana pun Alvin, Ayah tetaplah Ayah. Walau pun ibu dan ayahmu tidak berbaikan, tapi hubungan ayah dan anak tidak pernah putus. Sampai mati kamu akan tetap menjadi darah daging dari ayahmu, begitu juga dengan ibumu. Mantan istri atau mantan suami ada, tapi tidak ada yang namanya mantan anak. Jika kamu bisa bicara pada ibumu dan mengingatkannya. Dia akan mengurungkan niatnya membalas dendam kepada ayahmu. Masalah om Bara temuilah tante Dila. Katakan pada dia jika suaminya akan melakukan balas dendam pada ayahmu. Ustad yakin jika tante Dila bisa mencegah om Bara untuk membalas dendam."
"Aku bingung harus berbuat apa ustad. Satu mamiku dan satunya papiku. Aku tidak bisa berpihak kepada siapapun. Papi memang berdosa karena telah menjahati mami di masa lalu sehingga aku lahir ke dunia ini, tapi papi sudah bertobat dan dia bersungguh-sungguh dengan tobatnya. Aku pun tidak boleh sombong tidak memaafkan papi. Papi benar-benar bertaubat ustad. Aku mulai menyayangi papi."
"Darah lebih kental daripada air. Tentu saja kamu menyayangi papimu karena di dalam tubuhmu mengalir darahnya. Sudah sewajarnya kamu menyayangi papimu."
"Ustad apa yang aku lakukan tidak salah bukan?"
"Kamu sudah bertindak benar nak. Kamu sangat bijaksana dengan umurmu yang masih empat belas tahun."
"Ustad aku takut mami dan papi saling menyakiti. Jika itu terjadi maka aku yang paling merasa sakit."
"Tidak akan nak. Berdoalah nak agar hati mamimu terbuka memaafkan papimu. Tak ada yang lebih ampuh daripada doa."
"Aku selalu mendoakan kebaikan mami dan papi. Hanya ingin mereka berdamai dan tak ada permusuhan."
"Pasti mereka akan berdamai nak. Percayalah. Allah tidak tidur nak."