Jodoh Tak Pernah Salah

Part 330 ~ Tangisan Dian (1)



Part 330 ~ Tangisan Dian (1)

3Dian mengendarai mobilnya dengan perasaan mengharu biru. Sudah lama ia menantikan saat ini datang. Membalaskan dendamnya pada Zico karena telah menjadikannya budak seks lima belas tahun yang lalu. Pria macam Zico layak mendapatkan perlakuan kasar dan kejam seperti itu. Dian malah merasa jika apa yang dilakukannya belum sebanding dengan apa yang Zico lakukan dulu padanya. Dian masih terlalu baik tidak meremukkan tulang Zico hingga membuat laki-laki itu cacat seumur hidup. Dian masih lebih baik karena tidak memotong kemaluan Zico.     

Dian sudah memprediksi telapak tangan Zico akan mengalami masalah yang serius. Dia menginjaknya dengan begitu keras hingga terdengar bunyi tulang patah. Sebenarnya Dian dan Bara sudah mengatur rencana untuk membalas Zico. Rencananya setelah Zico meresmikan nama baru rumah sakit, mereka akan melakukan penculikan pada Zico dan akan menganiayanya sampai mati. Setelah itu mereka akan melemparkan mayat Zico ke kolam ikan piranha untuk menghilangkan bukti.     

Dian tak merasa bersalah atas perbuatannya. Dia merasa puas setelah menganiaya Zico hingga kondisinya sangat mengenaskan. Orang seperti Zico sangat pantas mendapatkan perlakuan kejam seperti. Dian tak bisa menahan emosinya ketika tahu Zico dan ibunya datang diam-diam menemui Alvin bahkan dengan kurang ajar melakukan tes DNA. Setelah semua penderitaan yang pernah dia alami, seenaknya dua orang itu datang mengaku sebagai nenek dan ayah Alvin. Bagaimana mereka bisa datang untuk mengklaim Alvin.     

Dian tidak akan rela Zico mau pun ibunya datang mengambil Alvin dari sisinya. Dian akan mempertaruhkan nyawanya demi mempertahankan Alvin. Ibu mana yang tidak sakit hati dan merasa takut. Anak yang telah ia kandung sembilan bulan dan dilahirkan dengan susah payah akan direbut orang lain yang merasa ada hubungan darah dengan anaknya.     

Walau pun Zico adalah ayah biologis namun Dian tak sudi jika Alvin kenal dengan pria itu. Dian tak ingin sifat bajingan Zico menurun pada anaknya. Dari kecil Dian sengaja menyekolahkan anaknya ke pesantren agar anaknya tumbuh menjadi anak soleh dan berakhlak mulia. Amit-amit jika Alvin meniru sifat ayahnya.     

Dian memikirkan cara untuk menyingkirkan Zico mau pun ibunya. Sampai mati pun ia tak akan rela memberikan anaknya. Dian tak akan siap kehilangan anaknya. Kehilangan anak artinya kehilangan belahan hati yang susah payah dilahirkan dan dibesarkan. Kehilangan anak berarti kehilangan harapan dan rencana yang telah disusun satu demi satu. Kehilangan anak berarti ada lubang yang tercongkel dari diri dan kita tidak tahu apakah lubang itu bisa tertutupi apa tidak. Kehilangan anak berarti kehilangan sesuatu yang diasuh dan dibesarkan dengan penuh cinta, diajak bercanda setiap hari. Kehilangan anak berarti kehilangan semangat hidup dan pengobat lelah ketika seharian bekerja.     

Dian tak siap untuk kehilangan Alvin. Apa yang ia lakukan pada Zico sebagai upaya mempertahankan dan melindungi anaknya. Dian tak mau mengulangi kesalahan yang sama mengabaikan anak yang lahir dari rahimnya. Saat ini adalah waktu Dian untuk menebus kesalahannya pada sang anak.     

Dian menyeka air matanya. Menghilangkan pikiran buruk jika Zico akan mengambil Alvin dari sisinya. Apa pun yang terjadi Alvin harus berada dibawah pengasuhannya bukan dibawah asuhan Zico.     

Dian memberhentikan mobilnya di tengah jalan yang sepi. Ia mengambil minuman mineral botolan dan membersihkan tangannya yang berdarah. Darah Zico menempel di tangannya. Dian tak ingin Alvin tahu jika ia baru saja berbuat kriminal.     

Dering smartphone mengalihkan perhatian Dian. Ia segera mengangkat teleponnya. Ternyata Naura menghubunginya.     

:telephone_receiver: "Hallo uni," jawab Dian dengan nada datar seolah tak terjadi apa-apa.     

:telephone_receiver: "Bisakan kita bertemu Dian?" Tanya Naura tanpa basa-basi.     

:telephone_receiver: "Ada apa uni?"     

:telephone_receiver: "Bertemu saja dulu Dian. Aku ingin bicara empat mata dengan kamu."     

:telephone_receiver: "Apa yang ingin uni bicarakan?"     

:telephone_receiver: "Nanti saja ketika sudah bertemu. Nanti aku japri dimana kita ketemu," balas Naura mematikan telepon.     

Tak lama kemudian pesan dari Naura masuk. Dian segera masuk mobil dan menuju ke lokasi janjian dengan Naura.     

Dian memarkirkan mobil di sebuah kedai kopi kekinian. Tempatnya sangat ramai. Anak-anak remaja banyak nongkrong disana. Mereka hanya membeli segelas kopi dan duduk berlama-lama. Kedai kopi ini digandrungi anak muda karena rasa kopinya nikmat dan harga ramah dikantong.     

Naura melambaikan tangan pada Dian. Gadis itu berusaha tersenyum walau ada sejuta tanya dalam benaknya. Kenapa Naura ingin bertemu dengannya?     

"Yakin bicara disini uni?" Mata Dian memendar menatap sekeliling. Tak ada tempat duduk yang kosong, semuanya terisi penuh.     

"Kita bicara di atas." Naura menarik tangan Dian dan mengajaknya bicara ke lantai dua.     

"Kafe ini milik siapa uni?"     

"Ini salah satu kafe milik suamiku," jawab Naura mengulas senyum.     

Naura menghentikan langkahnya dan berbalik menuju meja bartender.     

"Abian es kopi susunya dua. Antar ke atas ya."     

"Baik uni," jawab si bartender.     

Lantai dua kedai kopi dijadikan sebagai kantor manager. Kebetulan karena Naura datang kesini si manager turun ke bawah. Naura butuh privasi dan merasa tempat ini sangat aman dan nyaman untuk bicara. Bagaimana pun pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh diketahui siapa pun.     

Ketukan pintu mengalihkan perhatian kedua wanita itu. Seorang pelayan masuk mengantarkan minuman untuk mereka.     

"Terima kasih," ucap Naura pada karyawannya. Walau ia seorang istri bos Naura tak pernah sombong dan sangat menghormati orang lain.     

"Silakan minum Dian." Naura menawarkan minum.     

Dian mengambil es kopi yang telah disediakan dan menyeruputnya. Kebetulan sekali tenggorokannya sangat pahit dan butuh sesuatu yang manis untuk menetralkannya.     

"Apa lebih baik sekarang?" Naura memastikan mental Dian sedang kondisi baik.     

"Kenapa uni mempertanyakan jika aku lebih baik?" Dian mendelik dan curiga pada Naura.     

"Tidak usah tegang begitu Dian. Bersikap biasa saja. Aku bukan orang jahat yang akan menyakiti kamu."     

"Bukan begitu. Uni sepertinya sedang membaca keadaanku," jawab Dian lemah lembut.     

"Aku memang sedang membaca psikismu," jawab Naura seraya bercanda menghilangkan ketegangan di antara mereka.     

"Langsung saja uni. Kenapa uni mengajak aku bertemu dan malah bicara di tempat ini. Pasti ada sesuatu yang penting dan tak ingin seseorang tahu bukan?"     

Naura tak dapat menyembunyikan tawanya dan rasa kagum pada Dian. Wanita itu sangat pintar menganalisis sesuatu dan analisisnya benar.     

"Dinding bertelinga Dian dan aku tidak ingin dinding itu mendengar apa yang akan kita bicarakan."     

"Apa maksud uni?" Dian memicingkan mata dan mencoba menebak apa yang akan dibicarakan Naura. Dian merasa tak ada urusan lagi dengan Naura.     

Ketika Dila menghilang ke Australia Dian hampir tiap hari menemui Naura untuk menanyakan keberadaan Dila.     

Naura mengelus puncak kepala Dian dan memeluknya dengan erat. Bersikap seperti kakak yang menyayangi adiknya.     

"Uni apa yang uni lakukan?" Dian gugup melihat sikap Naura.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.