Halo Suamiku!

Menyadari Perasaannya (3)



Menyadari Perasaannya (3)

0Begitu kalimat ini terlontar, mata Leng Yunchen seketika berubah tajam sekaligus suram selama sesaat.     

Ini secuil dari potongan tangannya?!     

Alhasil, ia hanya memandang sekilas tas hitam itu dengan ekspresi sangat rumit, bahkan seolah menunjukkan bahwa agak sulit membayangkan apa yang baru saja terjadi.     

"Berikan itu padaku. Aku akan memasukkannya ke perpustakaan sidik jari. Jika sidik jarinya cocok, aku akan mencari tahu identitas orang itu," kata Leng Yunchen sembari memanfaatkan situasi ini untuk menariknya ke atas.     

Tetapi pada akhirnya, ia memeluk gadis kecil yang tingginya hanya mencapai rahangnya dengan erat.     

Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, membenamkan wajahnya di rambut Leng Xiaomo dan dengan lembut membelai rambutnya. Jari-jarinya yang ramping menonjolkan ototnya dengan jelas, yang membuatnya semakin terlihat luar biasa kuat.     

Sementara Leng Xiaomo yang dipeluk erat olehnya sama sekali tidak melawan, justru dengan patuh membiarkannya, bahkan kepalanya bersandar di bahu kakaknya, sedang tangan kecilnya yang sedikit terangkat ingin balik memeluknya, tetapi ia tidak berani. Tangan itu berakhir hanya membeku di udara, tidak bisa naik ataupun turun.     

Sama seperti hatinya yang rumit.     

Dan kini, Leng Xiaomo akhirnya tahu alasan mengapa ia tidak memberikan ponsel itu kepada Leng Yunchen. Alasannya jelas, ia tidak hanya takut jika ponsel itu nantinya akan diketahui oleh wanita yang menggoda kakaknya di markas, tetapi yang lebih penting, keselamatannya. Jika kakaknya tahu bahwa ia adalah sasaran orang-orang itu, entah karena ponsel atau nyawanya, yang jelas ia khawatir kakaknya tidak akan bisa bisa tidur malam nanti.     

Tapi ia tidak punya pilihan. Sudah berbagai cara terbaik ia lakukan untuk menyingkirkannya, tetapi takdir seolah terus mengkhianati.     

"Kak… ada sesuatu yang ingin—-"     

"Tunggu, tunggu sebentar. Kemasi barang-barangmu karena aku akan membawamu keluar malam ini. Sementara benda itu, aku akan menyerahkannya kepada stafku dan memintanya untuk menangani identitas orang itu," ucap Leng Yunchen sembari ia melepaskan pelukannya, lalu berbalik untuk naik ke atas.     

Jika sesuatu seperti ini telah terjadi, maka Leng xiaomo tidak boleh tinggal di sini lagi.     

Yang membuat Leng Xiaomo hanya mampu mengatupkan bibirnya rapat-rapat seraya berpikir akan tinggal di mana ia malam ini?     

Tapi ia tidak membantah. Tanpa membuang waktu, ia bergegas kembali ke kamar dan hanya membersihkan diri. Tak hanya itu, ia juga hanya membawa tas ransel dengan ragu-ragu, baru akhirnya turut memasukkan ponsel itu ke dalam tasnya.     

Lebih baik membawa serta barang penting seperti ini tetap bersamanya.     

Leng Yunchen pun dengan cepat turun. Setelah turun, ia langsung menuju ke teras, memegang sebuah kaus tanpa lengan di tangannya, membawa tas hitam, dan langsung membuka pintu.     

"Keluarlah segera setelah kamu siap."     

Setelah itu, Leng Yunchen segera melemparkan kainnya ke lantai untuk menyeka sisa darah setelah menginjaknya.     

Dan Leng Xiaomo yang keluar dengan tas ransel di punggungnya benar-benar seperti anak sekolah pada umumnya.     

Kemudian, keduanya meninggalkan apartemen begitu saja. Leng Yunchen membawanya pergi menggunakan mobil yang tidak mencolok dan mencari tempat tinggal baru malam ini.     

Mobil itu tampak melaju tanpa tujuan di jalan raya. Tiba-tiba saja Leng Yunchen membuka suara di saat matanya masih terfokus di depan, "Xiaomo, bagaimana orang itu muncul? Apa kamu benar-benar tidak akan membahasnya denganku?"     

Mata Leng Xiaomo berkedip beberapa kali begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan Leng Yunchen.     

Lalu ia menundukkan kepala sambil berbisik, "Ini kecerobohanku. Aku hanya ingin menyiapkan makan malam saat kakak pulang. Itulah kenapa aku memesan makanan menggunakan layanan pesan antar karena tidak ada bahan makanan di rumah."     

Alis Leng Yunchen seketika membeku, bahkan bibirnya mengerucut dengan lembut setelah mendengar penuturan adiknya.     

"Lalu, ketika hendak membuka pintu, baru aku menyadari ada yang tidak beres. Dia menelponku dengan memanggil Nona Leng, sedangkan aku sama sekali tidak menuliskan namaku di catatan pesanan. Sayangnya, sudah terlambat. Dia lebih dulu buru-buru masuk dan aku mau tak mau memotong tangannya."     

"Menggunakan belati yang kamu berikan padaku," lanjutnya sembari menatap Leng Yunchen.     

Dan ketika Leng Yunchen mendengar ini, akhirnya ia bisa sedikit tenang. Untungnya, semua yang terjadi tidak seperti yang ia pikirkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.